Sinergi Stakeholder Properti dan Cara Bertahan di Masa Pandemi

Meski data BPS memperlihatkan tren peningkatan di sektor properti, namun banyak pengembang masih mengalami kesulitan di masa pandemi ini.

Foto: Diolah dari Pixabay.com
Foto: Diolah dari Pixabay.com

RealEstat.id (Jakarta) - Pandemi Covid-19 tak ayal menghadirkan krisis ekonomi dan masih menyisakan berbagai kesulitan bagi dunia usaha, termasuk di antaranya industri properti yang terimbas cukup parah. Kendati demikian, sebagai sektor yang menunjang kebutuhan pokok masyarakat, para stakeholder properti harus mampu bertahan hidup.

Untuk mengurangi dampak negatif pandemi, para pelaku industri properti berharap Pemerintah mengeluarkan regulasi berupa stimulus. Sementara itu, percepatan, sinkronisasi, dan konsistensi juga perlu disinergikan antara pengembang, perbankan, dan stakeholder lain, sehingga pasar properti kembali bergairah.

Demikian penuturan Arvin Fibrianto Iskandar, Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Real Estat Indonesia (REI) DKI Jakarta, saat membuka webinar bertajuk ”Bertahan Menghadapi Pandemi: Realita Pengembang & Solusi Dukungan Perbankan”, Kamis (12/8/2021).

Kegiatan seminar daring yang diselenggarakan DPD REI DKI Jakarta melalui media Zoom ini dihadiri oleh sejumlah narasumber, di antaranya dari Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keungan (OJK) dan pihak perbankan.

Baca Juga: Penurunan Tingkat Hunian Pusat Perbelanjaan di Jakarta Berlanjut

Arvin F. Iskandar mengakui, saat ini permintaan pasar properti belum membaik. Walaupun data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini memperlihatkan tren peningkatan, namun banyak pengembang, khususnya yang bergerak dalam pembangunan apartemen, perkantoran, mal, dan hotel masih mengalami kesulitan.

“Karena itu kami pelaku real estat berharap agar para stakeholder khususnya di bidang perbankan mengetahui secara persis kesulitan yang dihadapi pengembang saat ini. Kami minta kebijakan selektif perbankan dalam memberikan kredit dilihat kembali. Di lapangan, laporan cancellation (pembatalan) pengajuan KPR dan KPA masih sangat  tinggi.  Mari kita bersama-sama mencari solusi, sehingga industri realestat bisa kembali normal dan bertumbuh,” tambahnya.

Menurut Arvin, saat ini pengembang sudah melakukan berbagai strategi efisiensi dan menjaga agar cashflow perusahaan tidak terus terpuruk. Karena itu REI meminta beberapa kebijakan antara lain berupa: fleksibilitas KPR (approval KPR dan KPA dipercepat, pembatalan konsumen dapat diminimalisir), restrukturisasi modal kerja dan project loan serta rescheduling pembayaran

“Dari kebijakan-kebijakan itu, kami berharap tahun 2021 menjadi time to buy property karena jaminan dari debitur properti itu adalah jaminan agunan yang solid yang nilainya akan terus naik setiap tahun,” tambahnya.

Baca Juga: Perkantoran CBD Jakarta: Aktivitas Sewa Lemah, Harga Tertekan

Sementara itu, Eddy Manindo Harahap, Direktur Eksekutif Departemen Pengendalian Kualitas Pengawasan Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerangkan, pihaknya telah menerbitkan POJK terkait stimulus Covid-19 dan melakukan sinkronisasi terhadap beragam aturan agar implementasi kebijakan Pemerintah berjalan dengan cepat dan tepat.

Kebijakan relaksasi, menurutnya, dimaksudkan agar bank dapat membantu debitur pada sektor yang terdampak dan bank segera melakukan restrukturisasi untuk debitur yang berkinerja baik namun terdampak, termasuk debitur dari kalangan pengembang properti. OJK juga meminta Bank tidak ragu membantu debitur terdampak yang memang membutuhkan dana segar untuk menjalankan bisnisnya.

“Ada beberapa kebijakan untuk debitur terkena dampak Covid-19, di antaranya bahwa bank dapat memberikan kredit yang baru kepada debitur terdampak Covid-19 dan penetapan kualitas kredit tersebut dilakukan secara terpisah dengan kualitas kredit sebelumnya,” tambah Eddy Manindo Harahap.

Meski demikian, imbuhnya, bank dapat menyesuaikan mekanisme persetujuan restrukturisasi kredit dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian. Sebagai informasi, selama pandemi Covid-19 tercatat 101 bank telah melakukan restrukturisasi kredit terhadap 5,16 juta debitur dengan total outstanding sebesar Rp772 triliun.

Baca Juga: Beberapa Subsektor Properti Bertahan di Masa Pandemi, Apa Saja?

Pada kesempatan yang sama, Kurniawan Agung Wijayanto, Deputi Direktur Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia (BI),  menjelaskan, kondisi industri properti sampai Juli 2021 jauh lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Dari hasil riset BI terbaru tergambar bahwa hampir semua subsektor properti mengalami pertumbuhan positif.

“Pertumbuhan KPR meningkat seiring stimulus kebijakan yang diberikan oleh pemerintah, BI, dan otoritas terkait. Walaupun kembali mengalami kontraksi akibat pemberlakuan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat), namun seiring demand yang cukup kuat, diperkirakan (sektor properti) akan kembali menguat,” terangnya.

Sementara itu, Executive Vice President Consumers Loan Group PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Ignatius Susatyo Wijoyo mengatakan, pihaknya telah mengambil langkah antisipasi selama pandemi dengan melakukan penyesuaian terhadap kebutuhan pasar.

"Beberapa langkah antisipasi untuk meningkatkan penyaluran KPR/KPA di antaranya suku bunga rendah satu digit sampai 3,88%, keringanan biaya-biaya KPR, Pembiayaan KPR sampai 100%,  dengan memberikan kemudahan dan persyarat KPR/KPA calon debitur," tutur Ignatius Susatyo Wijoyo.

Terkait banyaknya pembatalan KPR/KPA yang dirasakan pengembang selama pandemi, menurutnya, merupakan sikap kehati-hatian perbankan. Hal ini hanya terjadi di beberapa sektor yang debiturnya sangat terdampak, seperti industri penerbangan dan turunannya, otomotif dan turunannya, hotel, restoran, kafe, dan pariwisata.

Baca Juga: Bank BTN Ajak 'First Home Buyer' Tidak Tunda Beli Rumah

Di lain pihak, Suryanti Agustinar, Executive Vice President Nonsubsidized Mortgage & Personal Lending Division (NSLD) PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk menyebutkan, di tengah pandemi Bank BTN tetap konsisten dalam menyalurkan pembiayaan properti, dengan risiko yang terukur, prudent, dan konsisten.

Menurutnya, semua usulan stimulus dan fleksibilias yang diminta REI sudah dilakukan Bank BTN. Sikap selektif yang dilakukan perbankan selama pandemi semata dilakukan untuk menghindari "penumpang gelap", sehingga kepada debitur harus tetap dilakukan verifikasi.

"Meski demikian, selama pandemi Bank BTN tetap mengalami pertumbuhan pembiayaan baik dari hulu maupun hilir," kata Yanti—sapaan akrab Suryanti Agustinar.

Dia mengungkapkan, Bank BTN saat ini bekerjasama dengan 7.000 hingga 8.000 pengembang yang bisa mendapatkan pinjaman, khususnya untuk mendukung penyediaan rumah. Bank BTN juga konsisten memberikan pembiayaan kredit pemilikan lahan sampai 75%, kredit kostruksi, dan kredit investasi lainnya.

"Dari hulu, kami menciptakan iklim yang sesuai dengan kebutuhan pengembang dan ke hilirnya kami menyediakan KPR/KPA sesuai segmen kebutuhan debitur,” jelasnya.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)