Penting Disimak! Konsekuensi Hukum Kerja Sama BOT (Build, Operate and Transfer)

Agar tidak menimbulkan risiko hukum, ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kerja sama bisnis properti lewat pola BOT (build, operate and transfer).

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: realestat.id)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) – Dalam satu kesempatan berbincang dengan pelaku usaha properti di salah satu hotel daerah Cikini, terdapat keinginannya untuk menjalin kerja sama dengan pemilik lahan. Dalam pertemuan itu, pelaku usaha properti ini bermaksud menjalin kerja sama dengan pola BOT (Build, Operate, and Transfer).

Lokasi lahan sangat strategis di pusat perkotaan namun harganya cukup mahal. Dalam perbincangan itu beliau bertanya: “apakah hal-hal yang perlu diperhatikan dalam kerja sama BOT agar tidak menimbulkan risiko hukum?”

Nah, kesimpulan dari pembicaraan itu penting diketahui pelaku usaha properti. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam kerja sama bisnis properti lewat pola BOT.

Baca Juga: Pengembang Dinyatakan Pailit, Cicilan KPR Otomatis Lunas?

1. Pola Kerja Sama BOT

Kerja sama bisnis properti lewat pola BOT (Build, Operate and Transfer) semakin populer. Saat ini perjanjian kerja sama ini semakin dikenal sebagai salah satu pola investasi yang saling menguntungkan.

BOT adalah pemanfaatan tanah oleh pihak lain selaku investor dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh investor tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Pemegang hak atas tanah dapat merupakan pihak swasta namun dapat pula merupakan instansi pemerintah atau milik BUMN/BUMD.

Perjanjian kerja sama Build, Operate, and Transfer antara pemilik tanah dan pelaku usaha properti dalam praktik dilakukan dalam pembangunan bertingkat (high rise building). Peruntukan bangunan itu dapat berupa service apartemen, office tower dan pusat perbelanjaan (mall).

Perjanjian kerja sama BOT banyak pula dilakukan pembangunan infrastruktur dan pembangunan sarana wisata dan hiburan. Lokasi tanah umumnya berada di tempat yang strategis pada pusat perkotaan sehingga nilai ekonomisnya relatif tinggi.

Baca Juga: Perseroan Terbatas (PT) Pailit, Bagaimana Tanggung Jawab Direksi?

Tanah yang menjadi obyek perjanjian BOT merupakan tanah-tanah yang belum dapat dimanfaatkan oleh pemilik tanah karena keterbatasan dana yang dimilikinya. Pada sisi lain, investor sebagai pemilik modal seringkali menemui kesulitan mencari lahan bagi proyek pembangunan investasi.

Melalui perjanjian BOT maka kepentingan kedua pihak dipertemukan dengan prinsip yang saling menguntungkan sehingga diatur syarat dan ketentuan yang dituangkan dalam perjanjian.

Jangka waktu BOT disepakati oleh pemilik tanah dan investor. Pada tanah milik pemerintah jangka waktu biasanya paling lama 30 tahun sejak perjanjian ditandatangani. Setelah jatuh tempo para pihak dapat mengaturnya dalam klausula perjanjian untuk kemungkinan dilakukan perpanjangan jangka waktu.

2. Compliance pada Regulasi

Perjanjian BOT terkait dengan obyek hak atas tanah pemerintah atau milik BUMN/BUMD sarat pengaturannya dalam ranah hukum publik. Pelaku usaha properti harus berhati-hati sebelum menjalin kerja sama. Kerja sama Build, Operate, and Transfer dengan obyek tanah pemerintah atau BUMN/BUMD tidak semata-mata tunduk pada hukum perjanjian secara perdata.

Pelaku usaha properti dalam kerja sama BOT harus patuh (compliance) kepada regulasi yang diatur baik dalam hukum perdata maupun hukum publik. Ketidakpatuhan sangat berisiko terhadap kelangsungan kerja sama BOT, terlebih lagi adanya potensi risiko hukum tindak pidana korupsi apabila obyek BOT berupa aset BMN/BMD dan aset BUMN/BUMD.

Baca Juga: Tiga Cara Mendapat Cuan Lewat Cessie Bank

Dalam aspek hukum perdata, pelaku usaha properti harus meyakini keabsahan dalam perjanjian kerja sama BOT berdasarkan ketentuan pasal 1320 KUHPerdata. Menurut ketentuan ini, keabsahan perjanjian harus memenuhi ketentuan terkait kecakapan bertindak dan kesepakatan para pihak sebagai syarat-syarat subyektif.

Selanjutnya harus terpenuhi syarat obyektif yaitu adanya suatu hal tertentu yang berarti harus jelas obyeknya dan adanya sebab yang halal dalam pengertian tidak bertentangan dengan peraturan, perundang-undangan kesusilaan dan ketertiban umum.

Para Pihak yang membuat perjanjian harus memiliki kecakapan bertindak. Pemilik tanah perorangan yang menjadi obyek BOT harus telah dewasa, tidak berada di bawah pengampuan, dan dalam hal telah menikah harus mendapat persetujuan dari pasangan yang terkait dalam perkawinan yang sah.

Dalam hal obyek BOT, pemegang haknya adalah lembaga BUMN/BUMD maka pihak yang berhak bertindak mewakili badan usaha/badan hukum diketahui dari Anggaran Dasarnya.

Untuk meyakini kepatuhan terhadap regulasi baik hukum publik maupun hukum perdata maka pelaku usaha properti sebaiknya melakukan legal audit. Laporan  legal audit akan dapat menginformasikan sampai sejauh mana kelengkapan persyaratan secara legal dipenuhi sebelum melakukan penandatanganan perjanjian kerja sama Build, Operate, and Transfer.

Baca Juga: Kredit Bermasalah Bikin Bank Resah, Saatnya Legal Action!

3. Kelengkapan Perjanjian

BerdasarkanPeraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pola kerja sama BOT dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang sekurang-kurangnya memuat empat hal.

Pertama, para pihak yang terikat dalam perjanjian. Kedua, objek BOT. Ketiga, jangka waktu BOT. Keempat, hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam  perjanjian.

Dalam praktek, perjanjian kerja sama Build, Operate, and Transfer memerlukan  pengaturan yang lebih terperinci. Perjanjian kerja sama BOT harus mampu menerjemahkan kepentingan dan harapan antara pemilik tanah dan pelaku usaha properti. Dalam perjanjian kerja sama itu secara jelas, cermat dan konsisten mengatur tentang hal-hal yang diharapkan dan/atau disepakati oleh para pihak.

Substansi perjanjian kerja sama BOT harus dapat berfungsi secara optimal sebagai landasan hukum bagi para pihak. Seluruh kesepakatan harus dituangkan dalam bentuk yang dapat menghindarkan atau mengurangi kemungkinan terjadinya perselisihan.

Perselisihan dapat terjadi akibat adanya perbedaan penafsiran, inkonsistensi atau penyimpangan dalam pelaksanaan hak dan kewajiban pihak-pihak yang terikat di dalamnya.

Baca Juga: Waspada! Inilah Modus Debitur Nakal Hindari Kewajiban Bayar Utang

Kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian itu harus diyakini memberikan jalan keluar dan/atau jawaban terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul dalam pelaksanaannya.

Perjanjian kerja sama BOT yang dibuat seyogianya dapat mengakomodasi perlindungan kepentingan hukum, memperhatikan keinginan dan kepentingan para pihak, serta terpenuhinya rasa kepatutan dan keadilan. Dalam perjanjian kerja sama Build, Operate, and Transfer harus dirancang langkah mitigasi risiko baik dari segi biaya maupun kelangsungan hubungan kerja sama BOT.

Penutup

Pelaku usaha properti yang bermaksud memperoleh lahan strategis di tengah perkotaan dapat menempuh kerja sama melalui pola BOT. Dalam melakukan kerja sama BOT, Konsultan Hukum yang profesional dapat diminta bantuannya dalam melakukan legal audit dan menyusun akte perjanjian kerja sama BOT.

Mereka sudah terbiasa dan dapat mengindentifikasi risiko hukum, mengukur risiko hukum yang muncul serta mengelola risiko hukum itu. Ayo, segera take action!

Artikel ini ditulis olehDzaky Wananda Mumtaz Kamil, SH.
Penulis adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan berdomisili di Jakarta. Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini tengah mengikuti Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada. Korespondensi dapat dilakukan melalui email: dzakywanandamumtazk@gmail.com

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Onesiforus Elihu Susanto (Foto: Dok. realestat.id)
Onesiforus Elihu Susanto (Foto: Dok. realestat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)