Perseroan Terbatas (PT) Pailit, Bagaimana Tanggung Jawab Direksi?

Direksi PT harus berhati-hati, karena dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi apabila perseroan yang diurusnya dicap pailit, terlebih Direksi yang hanya menjadi pajangan (figurehead directors).

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: realestat.id)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) – Perseroan Terbatas (PT) yang bergerak dalam bidang properti banyak yang tersandung dalam permasalahan hukum sengketa utang di Pengadilan Niaga, bahkan sebagian dinyatakan pailit.

Para anggota Direksi PT harus berhati-hati, karena dapat dimintai pertanggungjawaban pribadi apabila perseroan yang diurusnya dicap pailit. Terlebih lagi bagi anggota Direksi yang hanya menjadi pajangan (figurehead directors) tidak melakukan kewajibannya dalam mengurus perseroan.

Tanggung Jawab Direksi

Menarik untuk disimak ketentuan-ketentuan dalam UU Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT) yang beberapa ketentuannya sudah diubah dengan UU Cipta Kerja.

Berdasarkan UUPT, Direksi bertanggung jawab menjalankan pengurusan perseroan sesuai dengan maksud dan tujuan anggaran dasar. Pengurusan perseroan wajib dilaksanakan setiap anggota Direksi dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab.

Baca Juga: Pengembang Dinyatakan Pailit, Cicilan KPR Otomatis Lunas?

Setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi atas kerugian perseroan apabila bersalah atau lalai dalam menjalankan tugasnya.

Sengketa utang di pengadilan niaga yang berujung kepada kepailitan PT, dapat terjadi karena kesalahan atau kelalaian anggota Direksi. Dalam sengketa utang di pengadilan niaga ini, harta pailit seringkali tidak cukup untuk membayar seluruh kewajiban perseroan kepada para kreditor.

Dalam UUPT, setiap anggota Direksi yang salah dan lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya, secara tanggung renteng bertanggung jawab atas seluruh kewajiban yang tidak terlunasi dari harta pailit tersebut (pasal 104 ayat 2 UU PT).

Untuk membuktikan adanya kesalahan atau kelalaian Direksi atas kepailitan perseroan, pasal 104 UUPT memberikan penjelasan lebih lanjut. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa pembuktian kesalahan atau kelalaian Direksi dilakukan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan niaga sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang No. 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (UUK/PKPU).

Harus disadari bahwa tanggung jawab secara tanggung renteng Direksi, bukan hanya diterapkan atas kepailitan perseroan melalui cara voluntary petition (kepailitan yang dimohonkan debitor secara sukarela), tetapi juga berlaku dalam kepailitan perseroan melalui cara involuntary petition(kepailitan yang dimohonkan kreditor).

Baca Juga: Waspada Sindikat Kepailitan, Konsumen Properti Harus Cerdas

Dalam meminta pertanggungjawaban Direksi atas kepailitan perseroan terbatas harus dipenuhi persyaratan bahwa kepailitan itu disebabkan karena adanya kesalahan atau kelalaian anggota Direksi dalam mengurus perseroan terbatas.

Bahkan, tanggung jawab secara tanggung renteng itu berlaku juga terhadap anggota Direksi yang salah atau lalai saat pernah menjabat sebagai anggota Direksi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun sebelum putusan atau penetapan pernyataan pailit yang diputus Majelis Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 104 ayat 3 UUPT). Ketentuan ini benar-benar membuat anggota Direksi perseroan terbatas harus berhati-hati dalam mengurus perseroan.

Prinsip pertanggungjawaban secara tanggung renteng yang seperti ini, bertujuan agar anggota Direksi benar-benar bertindak dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab mengurus kepentingan perseroan.

Direksi perseroan jangan hanya mau menerima berbagai macam fasilitas yang lengkap dan gaji yang cukup besar, tetapi juga harus berani memikul tanggung jawab yang sepadan dengan gaji dan tunjangan yang diterimanya.

Anggota Direksi bertanggung jawab atas kepailitan perseroan apabila pihak penggugat dapat membuktikan 4 (empat) hal. Pertama, kepailitan tersebut karena kesalahan atau kelalaian anggota Direksi.

Baca Juga: Emiten Pailit, Bagaimana Melindungi Investor Saham?

Kedua, anggota Direksi tidak melakukan pengurusan dengan itikad baik, kehati-hatian, dan penuh tanggungjawab untuk kepentingan perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan.

Ketiga, anggota Direksi mempunyai benturan kepentingan baik langsung maupun tidak langsung atas tindakan pengurusan perseroan yang dilakukan.

Keempat, anggota Direksi tidak mengambil tindakan untuk mencegah terjadinya kepailitan.

Tuntutan Hak Kreditor

Tuntutan hak kreditor yang dirugikan akibat perbuatan Direksi PT dapat dilakukan berdasarkan ketentuan-ketentuan dalam UUK/PKPU, gugatan perdata di Pengadilan Negeri serta pelaporan pidana. Ketiga sarana hukum tersebut dapat digunakan kreditor secara kasus per kasus untuk memulihkan kerugiannya.

Dalam UUK/PKPU (pasal 41 s/d pasal 49) diatur tentang actio pauliana. Ketentuan ini memberikanhak gugat kepada kreditor dan Kurator (jika debitur telah dinyatakan pailit) untuk membatalkan perbuatan hukum debitor yang merugikan kreditor yang dilakukan dalam waktu satu tahun sebelum putusan pailit dibacakan yang bertujuan mengembalikan harta pailit ke dalam keadaan semula.

Baca Juga: Gagal Serah Properti: Kepailitan Developer atau Wanprestasi?

Gugatan actio pauliana dilakukan apabila terdapat perbuatan hukum sebelum debitur dinyatakan pailit yang tidak merupakan kewajiban menurut undang-undang atau perjanjian dan perbuatan hukum itu merugikan kreditor. Selain itu, pada saat melakukan perbuatan hukum itu, debitor mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa akan merugikan kreditor.

Di samping gugatan actio pauliana, tuntutan hak dapat dilakukan melalui gugatan perdata di pengadilan negeri dengan alasan perbuatan melawan hukum yang dilakukan Direksi.

Ketentuan ini diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata yang bunyinya “Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut”.

Menurut ketentuan ini, setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya itu. 

Dalam beberapa putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, tindakan-tindakan Direksi dapat dimintakan pertanggungjawabannya secara pribadi. Tindakan-tindakan Direksi tidak selamanya menjadi tanggung jawab badan hukum PT.

Baca Juga: 3 Langkah Penting Konsumen Properti saat Pengembang Pailit

Dalam hal-hal tertentu, tindakan yang diambil Direksi untuk dan atas nama PT, menjadi tanggung jawab pribadi dari Direksi. Putusan-putusan pengadilan yang telah ada dan berkekuatan hukum tetap patut disimak agar anggota Direksi PT tidak salah dan lalai dalam melakukan pengurusan perseroan.

Pertanggungjawaban hukum anggota Direksi tidak hanya sebatas perdata saja, anggota Direksi juga dapat dituntut secara pidana atas kesalahannya dalam melakukan tindakan pengurusan perseroan.

Dalam hukum pidana dikenal adagium, “Tiada pidana tanpa kesalahan”. Artinya pertanggungjawaban pidana dilakukan terhadap pelaku yang melakukan kesalahan. Kesalahan dalam terminologi hukum pidana dapat berupa kesengajaan (dolus) atau kelalaian (culpa).

Acquit et de Charge

Menurut pasal 66 UUPT, Direksi berkewajiban menyampaikan Laporan Tahunan sebagai wujud pertanggungjawaban. Dengan disetujuinya pertanggungjawaban laporan tahunan, maka Direksi mendapatkan “acquit et de charge”.

Dengan mendapatkan acquit et de charge, maka direksi dibebaskan dari tanggung jawabnya, tugas atau kewajiban terhadap kegiatan yang telah dilaksanakan.

Baca Juga: Langkah Kepailitan Pengembang Properti Belum Tentu Pas

Apakah dengan mendapatkan acquit et de chargetersebut, maka dengan sendirinya seluruh tindakannya menjadi bebas dari segala tuntutan hukum yang akan terjadi dikemudian hari?

Acquit et de charge itu hanya berlaku terhadap perbuatan-perbuatan hukum direksi yang telah dilaporkan atau tercermin dalam laporan tahunan dan laporan itu telah diterima oleh RUPST.

Sebaliknya, perbuatan-perbuatan hukum direksi yang tidak dilaporkan atau tercermin dalam laporan tahunan, tetap menjadi tanggung-jawabnya pribadi dengan segala akibat hukumnya. 

Acquit et de charge hanya akan memberikan pembebasan dan pelunasan yang bersifat perdata, sedangkan perbuatan hukum direksi yang bersifat pidana tidak termasuk yang diberikan pembebasan dan pelunasan. 

Berdasarkan ketentuan ini maka mantan direksi tetap dapat dijerat dengan ketentuan pasal 398 atau 399 KUHP. Acquit et de charge yang diberikan RUPS tidak mencakup tindak pidana yang telah dilakukan mantan anggota direksi karena hal ini bukanlah berada dalam kewenangan RUPS.

Baca Juga: Debitur Tersandung Kasus PKPU/Kepailitan, Risiko Bank Meningkat

Jeratan pidana bagi Direksi PT yang mengakibatkan kepailitan perseroan diatur dalam pasal 398 dan pasal 399 KUHPidana. Dalam kedua pasal ini anggota Direksi PT dapat dituntut secara pidana bila mereka telah menyebabkan kerugian kepada para kreditor PT.

Anggota Direksi dapat dikenakan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan. jika mereka turut serta dalam atau memberi persetujuan atas perbuatan-perbuatan yang melanggar AD PT dan perbuatan-perbuatan itu mengakibatkan kerugian berat sehingga PT jatuh pailit, atau turut serta dalam atau memberi persetujuan atas pinjaman dengan persyaratan yang memberatkan dengan maksud menunda kepailitan PT, atau lalai dalam mengadakan pembukuan sebagaimana diwajibkan oleh UUPT dan AD perseroan.

Direksi yang telah dinyatakan dalam keadaan pailit dapat dituntut secara pidana dan dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun, bila merekayasa tagihan pengeluaran (utang) dengan maksud mengurangi secara curang hak-hak para kreditor PT atau mengalihkan kekayaan PT dengan cuma-cuma atau dengan harga jauh di bawah kewajaran.

Nah, dengan menelusuri ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam UUPT dan UUK/PKPU, kiranya memberikan pembelajaran (lessons learned), “Jangan main-main menjadi Direksi karena akibat hukumnya bukan main!”

Artikel ini ditulis olehDzaky Wananda Mumtaz Kamil, SH.
Penulis adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan berdomisili di Jakarta. Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini tengah mengikuti Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada. Korespondensi dapat dilakukan melalui email: dzakywanandamumtazk@gmail.com

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Onesiforus Elihu Susanto (Foto: Dok. realestat.id)
Onesiforus Elihu Susanto (Foto: Dok. realestat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)