Emiten Pailit, Bagaimana Melindungi Investor Saham?

Emiten yang pailit menjadi momok bagi investor pemilik saham. Lantas, bagaimanakah nasib investor saham saat emiten dinyatakan pailit?

Juneidi D. Kamil, Pakar Hukum Properti (Foto: RealEstat.id)
Juneidi D. Kamil, Pakar Hukum Properti (Foto: RealEstat.id)

RealEstat.id (Jakarta) - Pandemi Covid-19 yang terus melanda membuat beberapa emiten—termasuk emiten properti—yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) mengalami kesulitan likuiditas. Kesulitan dana tersebut menyebabkan beberapa di antaranya tidak mampu membayar utang. Beberapa emiten tersebut terpaksa menghadapi perkara Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Pengadilan Niaga. Bahkan beberapa emiten ada yang sedang menghadapi gugatan kepailitan dan adapula di antara emiten yang dinyatakan pailit.

Perkara kepailitan yang melanda emiten menjadi duka mendalam bagi investor pemilik saham. Potensi kerugian yang akan diderita sudah di depan mata. Bagaimanakah nasib investor saham saat emiten dinyatakan pailit?

Risiko Investor Saham
Saat emiten dinyatakan dalam PKPU/Pailit, keuntungan yang diharapkan investor pemegang saham berupa capital gain dan hak deviden menjadi sulit untuk diperoleh. Harga saham cenderung akan merosot tajam. Dalam kondisi normal, investor saham sangat berharap adanya capital gain dan deviden yang diperoleh.

Capital gain adalah selisih positif antara harga beli dan harga jual saham. Capital gain terbentuk karena aktivitas perdagangan saham di pasar sekunder. Sedangkan deviden merupakan pembagian keuntungan yang diberikan perusahaan yang berasal dari keuntungan perusahaan.

Baca Juga: 3 Langkah Penting Konsumen Properti saat Pengembang Pailit

Pandemi Covid-19 membuat investor saham berada dalam kondisi sulit. Risiko yang dihadapi oleh investor saham adalah besarnya potensi risiko capital loss dan risiko likuiditas. Pemegang saham menghadapi risiko capital loss saat harga jual saham lebih kecil dibandingkan dengan harga beli. Sedangkan risiko likuiditas di saat perusahaan dinyatakan PKPU apalagi pailit.  

Saat terdapat permohonan PKPU/Kepailitan terhadap perusahaan di Pengadilan Niaga, saham emiten biasanya menjadi terkunci (lock up). Keadaan ini membuat investor tidak dapat memperjualbelikan sahamnya lagi. Menurut peraturan di bidang pasar modal, saat adanya permohonan pallit terhadap perusahaan terbuka atau emiten maka akan dilakukan suspensi terhadap saham emiten yang berujung pada forced delisting yang dilakukan oleh bursa. Forced delisting adalah proses penghapusan pencatatan saham yang dilakukan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). 

Baca Juga: Pengembang dalam PKPU, Konsumen Lakukan 3 Hal Penting Ini!

Emiten yang diputus dalam keadaan pailit oleh Majelis Hakim Pengadilan Niaga akan dilakukan pengurusan dan pemberesan atas harta yang dimilikinya oleh kurator yang ditunjuk dalam amar putusan.  Sesuai dengan peraturan pencatatan saham di bursa efek, hak klaim dari pemegang saham biasanya mendapat prioritas terakhir setelah seluruh kewajiban perusahaaan dilunasi kepada kreditur. 

Apabila masih terdapat sisa dari hasil pemberesan boedel pailit maka sisa tersebut dibagi secara proporsional kepada seluruh pemegang saham apabila dilakukan likudiasi perusahaan. Namun jika tidak terdapat sisa kekayaan perusahaan, maka pemegang saham tidak akan memperoleh apa-apa. Ini benar-benar menjadi risiko terberat bagi pemegang saham.

Baca Juga: Langkah Kepailitan Pengembang Properti Belum Tentu Pas

Seorang investor pemegang saham dituntut secara terus menerus mengikuti perkembangan perusahaan yang sahamnya dimiliki olehnya. Ada keuntungan dan pasti pula sebaiknya terdapat risiko yang mengiringinya. Keuntungan yang diperoleh dari investasi saham bisa jauh lebih besar daripada bunga deposito. Namun jika tidak berhati-hati melakukannnya bisa saja keuntungannya lebih kecil dari bunga deposito atau malah mengalami kerugian tidak sedikit. 

Ada baiknya dalam berinvestasi saham investor berhati-hati dan cermat dalam menganalisis. Berinvestasilah pada perusahaan yang memiliki fundamental yang sehat. Perusahaan itu tidak harus perusahaan bluechip atau berkapitalisasi pasar besar. Investor harus memastikan perusahaan tersebut transaparan dan sehat laporan keuangannya.

Perlindungan Hukum
Perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada investor sebagai pemegang saham publik adalah melalui mekanisme perdagangan saham di pasar modal itu sendiri dan adanya tindakan hukum berupa gugatan keperdataan. Undang-undang Pasar Modal memberikan kesempatan kepada investor untuk mendapat ganti rugi apabila pada proses kepailitan emiten terdapat kecurangan-kecurangan.

“Setiap Pihak yang menderita kerugian sebagai akibat dari pelanggaran atas Undang-undang ini dan atau peraturan pelaksanaannya dapat menuntut ganti rugi, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Pihak lain yang memiliki tuntutan yang serupa, terhadap Pihak atau Pihak-Pihak yang bertanggung jawab atas pelanggaran tersebut" (pasal 111 UU Pasar Modal). 

Baca Juga: Pengembang dalam PKPU, Bagaimana Nasib Konsumen Properti?

Tuntutan ganti rugi akibat kecurangan ini dapat diajukan melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Investor sebagai pemegang saham dalam perusahaan terbuka juga dimungkinkan melakukan gugatan hukum berdasarkan Undang-undang No. 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

Setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap Perseroan ke pengadilan negeri apabila dirugikan karena tindakan Perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi, dan/atau Dewan Komisaris (pasal 61 ayat 1). Gugatan diajukan ke pengadilan negeri yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan Perseroan (pasal 61 ayat 2).

Baca Juga: Jaga Reputasi, Pengembang Properti Perlu Litigasi Public Relation

Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang merugikan pemegang saham atau Perseroan (pasal 62 ayat 1). Bentuk tindakan perseroan dimaksud dapat  berupa perubahan anggaran dasar, pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen) kekayaan bersih Perseroan, penggabungan, peleburan, pengambilalihan, atau pemisahan. Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli melebihi batas ketentuan pembelian kembali saham oleh Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan wajib mengusahakan agar sisa saham dibeli oleh pihak ketiga.

Kedudukan investor sebagai kreditur pada kepailitan perusahaan terbuka tidak dapat dilakukan. Undang-undang No.40/2007 tentang Perseroan Terbatas sudah menentukan kedudukan pemegang saham sebagai penerima kompensasi atas kepemilikan sahamnya. Hak sebagai pemegang saham setelah dialkukan pemberesan tagihan kreditur dari harta pailit dapat diajukannya dalam proses likuidasi perusahaan. 

Penutup
Kepailitan perusahaan terbuka merupakan risiko investasi di pasar modal bagi investor pemilik saham. Investor pemilik saham sesungguhnya adalah sebagai bagian dari debitur dalam proses kepailitan. Mereka tidak bisa bertindak sebagai kreditur mengajukan tagihan kepada Kurator saat emiten dinyatakan dalam pailit oleh Pengadilan Niaga. Karena sesungguhnya mereka bahkan dimintai pertangungjawaban atas kepailitan yang melanda perusahaan. Investor saham dalam kasus ini sebaiknya dapat bertindak secara aman dan bijak dalam menyelesaikan persoalan yang dihadapi.

Semoga artikel ini bermanfaat.

Juneidi D. Kamil, SH, ME, CRA adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan. Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis. Untuk berkorespondensi, dapat disampaikan melalui email: kamiljuneidi@gmail.com.

Berita Terkait

SKYE Suites Hotel Green Square, Sydney (Foto: Dok. Crown Group)
SKYE Suites Hotel Green Square, Sydney (Foto: Dok. Crown Group)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) dan Satu Kahkonen, Country Director World Bank Indonesia dan Timor Leste, saat pertemuan di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) dan Satu Kahkonen, Country Director World Bank Indonesia dan Timor Leste, saat pertemuan di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. (Foto: Dok. ATR/BPN)