Kredit Bermasalah Bikin Bank Resah, Saatnya Legal Action!

Salah satu kendala yang senantiasa menghantui perbankan adalah relatif lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kredit bermasalah.

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: realestat.id)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: realestat.id)


RealEstat.id
 (Jakarta)
 – Seperti kata bijak: “banyak jalan menuju Roma”, begitu jugalah langkah-langkah dalam menyelesaikan kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) perbankan. Salah satu cara yang ditempuh dalam menyelesaikannya adalah melalui langkah litigasi.

Litigasi ini memang bukan langkah yang menjadi pilihan utama—bahkan bisa jadi merupakan langkah terakhir. Namun, inilah cara pamungkas bagi bank dalam menyelesaikan kredit bermasalahnya.

Second Way Out

Salah satu kendala yang senantiasa menghantui perbankan adalah relatif lamanya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kredit bermasalah, termasuk durasi waktu untuk memperoleh hasil likuidasi atas lelang objek jaminan.

Meskipun bank sudah mengikat objek agunan secara sempurna dengan hak tanggungan, ternyata belum memberikan jaminan secara cepat untuk memulihkan kerugian bank akibat kredit bermasalah. Persyaratan dan prosedur yang ada pun membutuhkan waktu dan biaya tidak sedikit.

Baca Juga: Tiga Cara Mendapat Cuan Lewat Cessie Bank

Menyelesaikan kredit bermasalah melalui litigasi dilakukan melalui lembaga pengadilan. Lembaga pengadilan menjadi solusi tatkala langkah-langkah non litigasi menemukan jalan buntu. Langkah litigasi menjadi alternatif terakhir (second way out) setelah semua langkah non litigasi dilakukan dalam rangka menyelesaikan kredit bermasalah.

Penyelesaian kredit bermasalah melalui cara ini tidak bisa berlangsung cepat, karena harus memenuhi persyaratan serta menempuh prosedur yang sudah diatur dalam hukum acara perdata. Melakukan langkah ini bisa jadi membutuhkan bantuan jasa kantor hukum karena ketidakmampuan tenaga internal bank serta pertimbangan strategis lainnya.

Pengadilan menjadi lembaga penyelesaian sengketa sepanjang dalam perjanjian kredit atau akad pembiayaan dicantumkan sebagai lembaga penyelesaian sengketa (choice of forum) antara bank dan debitur/nasabah pembiayaan.

Pengadilan Negeri menjadi lembaga penyelesaian sengketa bagi bank-bank konvensional dan Pengadilan Agama bagi bank-bank syariah.

Baca Juga: Waspada! Inilah Modus Debitur Nakal Hindari Kewajiban Bayar Utang

Penyelesaian dengan cara litigasi dilakukan dengan mengajukan gugatan perdata, mengajukan permohonan penetapan eksekusi di pengadilan negeri atau mengajukan permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU)/Kepailitan di Pengadilan Niaga.

Perbankan harus menyadari langkah-langkah litigasi juga berujung kepada langkah penjualan objek agunan debitur. Prosedur penjualannya dilakukan dengan cara mengajukan permohonan eksekusi objek jaminan di pengadilan negeri yang selanjutnya dijual melalui lelang di Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL).

Gugatan Perdata

Bank dapat mengajukan gugatan perdata selaku kreditur terhadap nasabah peminjam selaku debitur. Gugatan perdata diajukan kepada pengadilan negeri dengan alasan cedera janji (wanprestasi). Bank harus dapat membuktikan adanya cedera janji yang dilakukan oleh debitur terhadap bank.

Prof. Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian menerangkan adanya 4 (empat) unsur dalam wanprestasi. Pertama, tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang dijanjikan. Kedua, melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan. Ketiga, melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat. Keempat, melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Baca Juga: Penting Diketahui: Risiko Legal Bank Digital

Gugatan perdata yang diajukan ke pengadilan negeri dapat dibedakan 2 (dua) jenis yaitu gugatan perdata biasa dan gugatan sederhana. Masing-masing memiliki persyaratan dan prosedur yang berbeda.

Pengajuan gugatan sederhana memiliki persyaratan dan prosedur yang lebih sederhana dibandingkan dengan gugatan biasa. Namun gugatan sederhana juga memiliki beberapa kelemahan di bandingkan dengan gugatan biasa.

Gugatan perdata biasa membutuhkan waktu yang relatif panjang. Prosesnya dimulai dengan pengajuan gugatan di Pengadilan Negeri, adanya upaya banding di Pengadilan Tinggi dan upaya hukum kasasi di Mahkamah Agung. Apabila jangka waktu itu diakumulasi bisa mencapai minimal 2 (dua) tahun. Dalam proses gugatan ini para pihak serta nominal gugatan juga tidak dibatasi.

Penyelesaian gugatan sederhana adalah tata cara pemeriksaan di persidangan terhadap gugatan perdata dengan nilai gugatan materiil paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) yang diselesaikannya dengan tata cara dan pembuktian sederhana.

Baca Juga: Nasabah Peminjam dalam PKPU, Bank Bisa Berbuat Apa?

Penyelesaian gugatan sederhana diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung RI No. 4 tahun 2019 tentang Perubahan atas Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana. Penyelesaian gugatan sederhana menurut ketentuan ini paling lama 25 (dua puluh lima) hari sejak hari sidang pertama (pasal 5).

Pihak yang kalah dapat mengajukan upaya hukum berupa keberatan yang dapat diajukan paling lama 7 (tujuh) hari setelah putusan diucapkan atau setelah pemberitahuan putusan pertama (pasal 22 ayat 1).

Permohonan Fiat Eksekusi

Permohonan penetapan (fiat) eksekusi diajukan bank kepada Ketua Pengadilan Negeri lokasi objek agunan berada. Permohonan ini diajukan karena adanya potensi perlawanan debitur atas upaya pengosongan objek agunan yang akan dilakukan. Objek agunan kredit harus sudah diikat secara sempurna dengan hak tanggungan.

Eksekusi dimulai dengan teguran dan berakhir dengan pelelangan tanah yang dibebani dengan hak tanggungan. Setelah dilakukan pelelangan terhadap tanah yang dibebani Hak Tanggungan dan uang hasil lelang diserahkan kepada Kreditur, maka hak tanggungan yang membebani tanah tersebut akan diroya dan tanah tersebut akan diserahkan kepada pembeli lelang. Apabila terlelang tidak mau meninggalkan tanah tersebut maka berlakulah ketentuan yang terdapat dalam pasal 200 ayat 11 HIR.

Baca Juga: Debitur Tersandung Kasus PKPU/Kepailitan, Risiko Bank Meningkat

Melalui prosedur ini pengadilan dengan kewenangan yang dimilikinya dapat melakukan upaya paksa melakukan pengosongan objek agunan dengan bantuan aparat kepolisian setempat.

Sebelum mengajukan permohonan eksekusi pengosongan ke pengadilan, pemenang lelang mengajukan permohonan Grosse Risalah Lelang yang merupakan salinan asli Risalah Lelang yang berkepala “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhananj Yang Maha Esa” ke KPKNL. Grosse Risalah Lelang memiliki kekuatan eksekutorial yang berkekuatan sama dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap.

Setelah memperoleh Grosse Risalah Lelang, pemenang lelang dapat mengajukan permohonan pengosongan kepada Ketua Pengadilan Negeri setempat tanpa harus melalui gugatan.

Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 200 ayat (11) HIR dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2014 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2013 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan yang menyatakan “Terhadap pelelangan hak tanggungan oleh kreditur sendiri melalui kantor lelang, apabila terlelang tidak mau mengosongkan objek lelang, eksekusi lelang dapat langsung diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri tanpa melalui gugatan”.

Baca Juga: 5 Kiat Restrukturisasi Pembiayaan Properti di Perbankan Syariah

Selanjutnya setelah permohonan eksekusi pengosongan diajukan kepada Ketua Pengadilan Negeri maka Ketua Pengadilan Negeri menerbitkan penetapan untuk aanmaning yang berisi perintah kepada juru sita untuk memanggil Termohon eksekusi hadir pada sidang aanmaning yang akan dihadiri oleh Ketua, Panitera dan Termohon Eksekusi. 

Nantinya dalam sidang tersebut Ketua Pengadilan Negeri akan memberi peringatan kepada Termohon eksekusi agar mengosongkan objek tereksekusi. Ketua Pengadilan kemudian menerbitkan perintah eksekusi kepada Panitera/Jurusita untuk kemudian diberitahukan kepada pihak-pihak dalam eksekusi dan pejabat yang terkait dalam pelaksanaan eksekusi.

Termohon eksekusi ada kemungkinan melakukan perlawanan atas pelaksanaan eksekusi ke pengadilan agar pelaksanaan eksekusi tersebut ditangguhkan, maka yang berwenang untuk menangguhkan atau meneruskan eksekusi tersebut adalah Ketua Pengadilan Negeri.

Oleh karena itu, pentingnya pemahaman yang memadai atas peraturan perundang-undangan yang ada secara prinsip akan memberikan perlindungan hukum bagi pemenang lelang untuk menguasai barang jaminan yang dibeli melalui lelang dan perlawanan yang diajukan Termohon Eksekusi.

Baca Juga: Lima Keuntungan Membeli Rumah dengan Fasilitas KPR Indent

Permohonan PKPU/Kepailitan

Di samping langkah-langkah di atas, bank dapat menyelesaikan kredit bermasalahnya melalui langkah PKPU/Kepailitan. Dalam situasi dan kondisi tetentu, banyak nilai strategis yang diperoleh bank apabila menginisiasi permohonan PKPU/Kepailitan.

Bank-bank harus menyadari Permohonan PKPU/Kepailitan saat ini sudah cenderung menyasar perorangan sebagai pihak termohon di samping badan usaha, seperti Perseroan Terbatas, Koperasi dan Perseroan Commanditer (CV).

Pada sisi lain bank-bank justru kerapkali terdampak akibat adanya permohonan PKPU/Kepailitan yang diajukan oleh kreditur lain. Bahkan ditenggarai terdapat debitur yang tidak beritikad baik mengajukan permohonan PKPU/Kepailitan lewat pihak lain.

Bank harus waspada atas adanya potensi kerugian yang dihadapi dan segera mengantisipasi risiko kredit serta risiko hukum yang muncul. Risiko yang dihadapi bank akibat adanya permohonan PKPU/Kepailitan terhadap debiturnya membuat bank justru harus lebih proaktif memitigasi risiko yang muncul.

Meskipun demikian, sebelum melakukan langkah litigasi di pengadilan, bank harus benar-benar melakukan analis cost & benefit sebagai pertimbangan dalam mengambil keputusan. Dalam menghadapi debitur nakal, saatnya bank-bank melakukan legal action atas kredit bermasalah!

Artikel ini ditulis olehDzaky Wananda Mumtaz Kamil, SH.
Penulis adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan berdomisili di Jakarta. Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini tengah mengikuti Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada. Korespondensi dapat dilakukan melalui email: dzakywanandamumtazk@gmail.com

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Onesiforus Elihu Susanto (Foto: Dok. realestat.id)
Onesiforus Elihu Susanto (Foto: Dok. realestat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)