Waspada! Ini 5 Faktor Penyebab Sengketa Tanah Dalam Bisnis Properti

Kelima faktor penyebab sengketa tanah masih kerap terjadi sampai saat ini dan menyebabkan kerugian bagi banyak pihak.

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)

RealEstat.id (Jakarta) – Kasus sengketa tanah masih marak, terutama terkait bisnis properti. Menarik untuk dicermati data yang diperoleh dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional saat Webinar Nasional Penanganan Sengketa Konflik dan Perkara Pertanahan, Pencapaian, Kendala dan Tantangan pada Kamis, 14 September 2023.

Dalam kurun 2015 - 2023, tercatat sebanyak 45.194 kasus pertanahan, sedangkan yang dapat diselesaikan sebanyak 18.898 kasus pertanahan. Dengan demikian, masih terdapat 26.302 kasus pertanahan (58,2 %)yang belum dapat diselesaikan.

Data itu menjadi peringatan bagi pelaku usaha, perbankan, serta konsumen properti. Pihak-pihak terkait perlu segera mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sengketa tanah.

Sengketa, Konflik, dan Perkara Tanah

Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor 21 tahun 2020 tentang Penanganan dan Penyelesaian Kasus Pertanahan membedakan antara sengketa, konflik dan perkara pertanahan.

Sengketa Pertanahan adalah perselisihan tanah antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas. Konflik Pertanahan adalah perselisihan tanah antara orang perseorangan, kelompok, golongan, organisasi, badan hukum, atau lembaga yang mempunyai kecenderungan atau sudah berdampak luas. Sedangkan Perkara Pertanahan adalah perselisihan tanah yang penanganan dan penyelesaiannya melalui lembaga peradilan.

Baca Juga: Bagaimana Status Tanah dari Rumah yang Masih Dalam Cicilan KPR?

Dalam praktiknya, banyak faktor yang menyebabkan munculnya sengketa tanah pada bisnis properti. Sengketa tanah ini dapat ditelusuri dari hubungan hukum yang berlangsung dalam siklus investasi dalam bisnis properti, mulai dari proses perizinan dan pembebasan lahan serta hak atas tanah, pelaksanaan pembangunan, dukungan pembiayaan modal kerja sampai dengan pemasaran.

Banyak pihak yang terkait mulai pemilik tanah, instansi-instansi pemerintah, pengembang, perbankan, konsumen properti serta pihak ketiga seperti kontraktor, supplier dan vendor.

Memperhatikan permasalahan hukum dalam bisnis properti, terdapat setidak-tidaknya 5 (lima) faktor penyebab munculnya sengketa tanah yang perlu diketahui.

Pertama, pemilik tanah asal merasa dirugikan atas pembebasan tanah yang dilakukan pengembang. Kedua, adanya tagihan utang dari pihak ketiga seperti kontraktor, supplier dan vendor yang belum diselesaikan pengembang. Ketiga, pengembang menjual tanah yang sudah diagunkan sebagai jaminan kredit dijual kepada konsumen tanpa penebusan kepada bank.

Keempat, areal tanah yang sudah dikuasai pengembang masih merupakan lahan sawah yang dilindungi sehingga tidak boleh dibangun. Kelima, pengembang menjadikan bidang tanah yang menjadi jaminan kredit bank diagunkan lagi kepada bank lain.

Baca Juga: Kiat Kerja Sama Pemanfaatan Tanah HPL Agar Tidak Tersandung Masalah

Kelima faktor penyebab munculnya sengketa tanah masih kerap terjadi sampai saat ini. Pengembang belum melakukan legal audit dalam kegiatan pembebasan tanahnya. Mereka lebih cenderung untuk mempercayakan sepenuhnya transaksi pertanahan kepada Notaris/PPAT. Padahal sesuatu yang bisa dilakukan belum tentu legal atau compliance pada aturan-aturan yang harus dipenuhi.

Apabila langkah legal audit dilakukan sebelumnya maka pengembang akan dapat mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi menjadi sengketa tanah dikemudian hari.

Di sisi lain, terdapat juga beberapa keadaan yang menggampangkan solusi saat menghadapi kesulitan cash flow. Langkah pengembang yang menjadikan obyek jaminan bank dijual kepada pihak lain tanpa penebusan kewajiban kepada bank, apalagi menjadikannya sebagai agunan pada pihak lain merupakan perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum itu bukan hanya dapat dimintakan pertanggungjawaban perdata tetapi juga dapat dituntut secara pidana.

Kelima faktor di atas menyebabkan munculnya kerugian dari para pihak. Mereka berusaha melakukan upaya pemulihan kerugian dengan cara menyampaikan surat-surat peringatan (somasi) yang ditujukan kepada pengembang.

Baca Juga: Pengembang Dinyatakan Pailit, Cicilan KPR Otomatis Lunas?

Dalam praktiknya, karena proyek perumahan itu didukung oleh kredit bank mereka juga menyampaikan surat-surat peringatan itu kepada bank bahkan kepada pihak-pihak lain yang diyakini dapat membantu penyelesaian permasalahan ini.

Jika langkah-langkah non litigasi yang ditempuh tidak dapat menyelesaikan permasalahan, maka mereka menempuh langkah-langkah litigasi. Mereka melakukannya dengan cara mengajukan gugatan secara perdata di Pengadilan Negeri atau permohonan pembatalan sertipikat kepada Peradilan Tata Usaha Negara.

Akibat Sengketa Tanah

Sengketa tanah yang muncul dapat mengakibatkan kerugian pengembang properti dan pihak-pihak terkait lainnya. Potensi kerugian yang langsung dirasakan adalah rusaknya nama baik pengembang yang sudah sejak lama dipertahankan untuk memupuk kepercayaan pasar properti.

Calon konsumen properti yang mendapat informasi ini akan mengurungkan niatnya untuk membeli atau mereka meminta pembatalan pembelian. Besar kemungkinan mereka menuntut pengembalian uang muka yang sudah dibayarkannya kepada pengembang.

Baca Juga: Nasabah Peminjam dalam PKPU, Bank Bisa Berbuat Apa?

Ketidakpercayaan pasar properti akan berimbas kepada semakin sedikitnya omset penjualan yang diperoleh pengembang. Uang muka konsumen yang menjadi sumber utama kas perusahaan tidak bisa diharapkan lagi.

Cash flow keuangan perusahaan pastinya akan terganggu, penyelesaian kewajiban kepada bank dan pihak lain akan terkendala apabila tidak didukung dengan modal yang kuat. Bank dan pihak ketiga yang memiliki tagihan akan kecewa karena keadaan ini.

Konsumen, bank dan pihak ketiga akan terus meminta penyelesaian yang sudah dikomitmen sebelumnya saat pengembang melakukan hubungan jual beli, pinjam meminjam atau perjanjian kerjasama dengan mereka. Mereka akan memulihkan kerugiannya dengan cara yang sama seperti yang diuraikan sebelumnya baik langkah non litigasi maupun langkah litigasi.

Pengembang juga harus mewaspadai bahwa langkah litigasi yang sangat berdampak besar kepada kelangsungan usaha developer. Putusan pengadilan Negeri atau Pengadilan Tata Usaha Negara dapat mengakibatkan pengembang dihukum untuk membayar sejumlah uang kepada pihak yang dirugikan dan atau mengakibatkan pembatalan kepemilikan tanah yang sudah dikuasai.

Baca Juga: Penting Diketahui: Risiko Legal Bank Digital

Putusan PTUN dapat mengakibatkan pembatalan sertipikat yang sudah dimiliki pengembang. Pembatalan itu dilakukan karena terdapat cacat administrasi dan/atau cacat yuridis dalam penerbitannya atau untuk melaksanakan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

Parahnya lagi apabila sengketa utang yang terjadi diajukan pihak yang dirugikan sebagai pemohon untuk mempailitkan pengembang kepada Pengadilan Niaga. Langkah ini benar-benar menjadi momok yang menakutkan bagi pengembang properti saat ini. Nasib perusahaan pengembang akan dipertaruhkan kelangsungan hidupnya. Bahkan risiko hukum kepailitan dapat pula menyasar pengurus dan pemegang saham perusahaan pengembang.

Penutup

Pengembang properti segera waspada jangan sampai sengketa tanah itu tidak dapat diselesaikan dengan baik sehingga menjadi konflik bahkan menjadi perkara di pengadilan. Sengketa tanah yang tidak dapat termitigasi dengan baik akan menjadi masalah besar yang dikonsumsi pihak eksternal.

Kompleksitas permasalahan hukum yang terjadi mengakibatkan munculnya risiko reputasi, risiko finansial dan risiko hukum. Untuk mencegah sengketa tanah maka pengembang perlu melakukan legal audit dalam kegiatan pembebasan tanah. Semoga artikel ini bermanfaat.

Artikel ini ditulis oleh: Dzaky Wananda Mumtaz Kamil, SH.
Penulis adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan berdomisili di Jakarta. Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini tengah mengikuti Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada. Korespondensi dapat dilakukan melalui email: dzakywanandamumtazk@gmail.com

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Onesiforus Elihu Susanto (Foto: Dok. realestat.id)
Onesiforus Elihu Susanto (Foto: Dok. realestat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)