Penting Disimak! Ranah Penyelesaian Sengketa Utang Pengembang Apartemen

Dengan keluarnya surat edaran baru, apakah penyelesaian sengketa utang pengembang apartemen dan rumah susun tidak dapat lagi diselesaikan di Pengadilan Niaga?

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)

RealEstat.id (Jakarta) – Pada tanggal 29 Desember 2023, Mahkamah Agung RI mengeluarkan Surat Edaran Nomor 3 tahun 2023 tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung Tahun 2023 sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Pengadilan.

Salah satu rumusan Pleno Kamar Perdata adalah: permohonan pernyataan pailit ataupun PKPU terhadap pengembang (developer) apartemen dan/atau rumah susun, tidak memenuhi syarat sebagai pembuktian secara sederhana sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat 4 Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Dengan dikeluarkan Surat Edaran ini, apakah penyelesaian sengketa utang pengembang apartemen dan rumah susun tidak dapat lagi diselesaikan di Pengadilan Niaga?

Baca Juga: Waspada! Ini 5 Faktor Penyebab Sengketa Tanah Dalam Bisnis Properti

Sengketa Utang

Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memberikan pengertian utang dalam arti luas.

Menurut ketentuan undang-undang ini, utang adalah kewajiban yang dinyatakan atau dapat dinyatakan dalam jumlah uang, baik secara langsung maupun yang akan timbul dikemudian hari atau kontijen, yang timbul karena perjanjian atau UU dan yang wajib dipenuhi oleh debitur dan apabila tidak dipenuhi memberi hak kepada kreditur untuk mendapatkan pemenuhannya dari harta kekayaan debitur (Pasal 1 angka 6 UU KPKPU).

Utang yang diberikan pengertian secara luas membuat karakteristik utang itu sendiri sesungguhnya menjadi tidak sederhana. Pengertian utang dalam arti luas ini berakibat kepada relatif banyaknya pengembang apartemen dan/atau rumah susun dimohonkan PKPU/Pailit oleh konsumennya dengan alasan adanya kewajiban pengembang yang belum diselesaikan.

Pengembang apartemen dan/atau rumah susun seringkali menjadi pihak Termohon PKPU/Pailit di Pengadilan Niaga. Sebagian besar permohonan itu dilakukan oleh konsumen yang membeli rumah secara tunai keras (cash) dan tunai bertahap (cash termijn).

Baca Juga: Bagaimana Status Tanah dari Rumah yang Masih Dalam Cicilan KPR?

Alasan dalam pengajuan permohonan itu adalah karena keterlambatan pembangunan, keterlambatan serah terima unit dan keterlambatan penerbitan Sertipikat Hak Milik Satuan Rumah Susun (SHMSRS).

Di samping konsumen, permohonan PKPU/Pailit kepada Pengembang Apartemen dan/atau Rumah Susun juga dilakukan oleh pihak-pihak lain. Pihak-pihak lain itu antara lain Kontraktor, Vendor, Perbankan/lembaga pembiayaan.

Dalam praktik juga terdapat permohonan PKPU yang dilakukan secara sukarela (voluntary) dan ditenggarai adapula debitur menggunakan pihak lain sebagai kreditur sebagai pemohon padahal sesungguhnya kreditur itu merupakan personifikasi kepentingan debitur untuk mengajukan PKPU/Pailit terhadap dirinya sendiri. Indikasi ini hanya dapat dilihat dan dirasakan oleh mereka yang terus berkecimpung dalam penanganan kasus-kasus PKPU/Pailit di Pengadilan Niaga.

Salah satu alternatif penyelesaian sengketa utang yang terjadi antara debitur dan kreditur adalah Pengadilan Niaga. Debitur yang dapat diajukan permohonan PKPU/Pailit kepada Pengadilan Niaga harus memenuhi beberapa syarat.

Pertama, debitur mempunyai dua atau lebih kreditur. Kedua, debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. Ketiga, terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana. (Pasal 2 ayat 1 ayat 1 juncto pasal 8 ayat 4 UUKPKPU).

Baca Juga: Cara Membebaskan Properti dari Boedel Pailit

Pembuktian Sederhana

Penerapan asas pembuktian sederhana di Pengadilan Niaga tidak semudah pengertiannya kata sederhana itu sendiri. Seyogianya pembuktian secara sederhana itu berarti mudah dan tidak berbelit-belit sehingga proses pemeriksaan sengketa utang di pengadilan Niaga dapat berjalan dengan cepat, efektif dan lancar.

Jika diperhatikan maksud dari “fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana” adanya fakta dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak dibayar. Perbedaan besarnya jumlah utang yang didalilkan oleh pemohon dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit (penjelasan pasal 8 ayat 4 UUKPKPU).

UUKPKPU tidak memberikan penjelasan secara terperinci mengenai pembuktian sederhana itu. Masing-masing Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara memberikan penafsiran sendiri dalam menyelesaikan sengketa utang atas permohonan PKPU/Pailit.

Bahkan putusan Mahkamah Agung RI Nomor 32K/N/1999 dalam perkara kepailitan antara PT Bank Internasional Indonesia Tbk melawan Abu Hermanto, Wahyu Budiono dan PT Surya Andalas Corporation menyatakan bahwa apabila pembuktian tidak sederhana, maka pokok sengketa itu harus dibuktikan di Pengadilan Negeri.

Baca Juga: Memahami Aturan Kepemilikan Properti Untuk Warga Negara Asing (WNA)

PKPU Pasca SE MA 23/2023

Oleh karena utang apartemen atau rumah susun tidak memenuhi syarat sebagai pembuktian secara sederhana maka ranah penyelesaian sengketa utang seyogianya tidak lagi dapat dilakukan di Pengadilan Niaga.

Namun setelah dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 3 tahun 2023, masih saja terdapat pengembang apartemen dan/atau rumah susun yang diajukan permohonan PKPU di Pengadilan Niaga dan Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara tidak mengacu pada pedoman pelaksanaan tugas bagi pengadilan yang dimuat dalam surat edaran itu.

Perhatikan saja putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 51/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mdn tanggal 5 Januari 2024. PT KR sebuah pengembang apartemen di Batam ditetapkan dalam PKPU atas permohonan yang diajukan oleh PT SPU pada tanggal 19 Desember 2023.

Permohonan itu diajukan oleh kreditur PT SPU yang memberikan pinjaman kepada PT KR untuk keperluan modal kerja. Sampai batas waktu yang telah disepakati pinjaman itu belum dibayarkan PT KR kepada PT SPU. Kreditur yang mengajukan permohonan PKPU dapat membuktikan adanya pinjaman lain PT KR kepada Komisaris PT SPU yang juga telah jatuh tempo.

Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili sengketa utang menilai Pemohon PKPU telah dapat membuktikan secara sederhana adanya 2 (dua) utang Termohon PKPU yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih. PT KR juga memiliki Perjanjian Pinjam Meminjam lainnya dengan Komisaris PT SPU dalam bentuk uang tunai yang juga telah jatuh tempo.

Baca Juga: Kiat Kerja Sama Pemanfaatan Tanah HPL Agar Tidak Tersandung Masalah

Munculnya putusan PKPU 51/Pdt.Sus-PKPU/2023/PN.Niaga.Mdn bisa jadi karena belum tersosialisasinya SE MA Nomor 23 tahun 2023 itu secara luas pada para Hakim di Pengadilan Niaga karena baru saja dikeluarkan. Namun bisa juga disebabkan adanya kemandirian Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara.

Surat Edaran Mahkamah Agung itu bersifat internal yang ditujukan kepada badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung untuk memberikan petunjuk dan arahan kepada semua unsur penyelenggara peradilan dalam melaksanakan tugasnya.

Meskipun demikian, harus disadari bahwa Surat Edaran yang dikeluarkan Mahkamah Agung tidak dapat mengenyampingkan berlakunya norma suatu undang-undang.

Kendati disebutkan dalam SE MA RI Nomor 3/2023 bahwa permohonan pernyataan pailit ataupun PKPU terhadap pengembang (developer) apartemen dan/atau rumah susun, tidak memenuhi syarat sebagai pembuktian secara sederhana belum menjamin bebasnya pengembang apartemen dan/atau rumah susun ditetapkan dalam keadaan PKPU/Pailit.

Baca Juga: Penting Disimak! Konsekuensi Hukum Kerja Sama BOT (Build, Operate and Transfer)

Penutup

Putusan atas suatu permohonan PKPU/Pailit pengembang apartemen dan/atau rumah susun masih belum dapat diprediksi (unpredictable). Dengan dikeluarkannya Surat Edaran Mahkamah Agung RI Nomor 3/2023 maka seyogianya putusan terhadap permohonan PKPU/Pailit pengembang apartemen dan/atau rumah susun tidak memenuhi syarat sebagai pembuktian secara sederhana.

Dalam perspektif Surat Edaran Mahkamah Agung RI di atas, penyelesaian sengketa utang pengembang apartemen dan/atau rumah susun tidak lagi menjadi ranah Pengadilan Niaga.

Artikel ini ditulis oleh: Dzaky Wananda Mumtaz Kamil, SH.

Penulis adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan berdomisili di Jakarta. Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini tengah mengikuti Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada. Korespondensi dapat dilakukan melalui email: dzakywanandamumtazk@gmail.com

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)