Bangun Karawang Jadi Kota Industri, Pemerintah Kabupaten Gandeng Pengembang Properti

Salah satu hal yang perlu dilakukan dalam mendukung transformasi Kabupaten Karawang menjadi Kota Industri adalah membangun Central Business District (CBD).

Dari kiri ke kanan: Adhitya Noviardi (Moderator/Jurnalis Senior), Yayat Supriatna (Pengamat Tata Kota), Eka Sanatha (Kepala Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu Kabupaten Karawang), Joko Suranto (Ketua DPD REI Jawa Barat), dan Ferry Salanto (Pengamat Properti Colliers Indonesia) saat acara FGD di Hotel Resinda, Karawang, Rabu (3/8/2022).
Dari kiri ke kanan: Adhitya Noviardi (Moderator/Jurnalis Senior), Yayat Supriatna (Pengamat Tata Kota), Eka Sanatha (Kepala Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu Kabupaten Karawang), Joko Suranto (Ketua DPD REI Jawa Barat), dan Ferry Salanto (Pengamat Properti Colliers Indonesia) saat acara FGD di Hotel Resinda, Karawang, Rabu (3/8/2022).

RealEstat.id (Karawang) - Sebagai kawasan industri terbesar di Asia Tenggara, Karawang memiliki daya tarik investasi yang kuat di sektor properti. Belum lagi pembangunan infrastruktur masif yang merambah Karawang membuatnya makin mudah diakses dengan beragam moda transportasi.

Untuk itu, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Karawang mengajak pengembang properti untuk berkolaborasi membangun kawasan yang berada di Koridor Timur Jakarta tersebut dan bertransformasi menjadi Kota Industri—lengkap dengan kawasan bisnis dan komersial, serta permukiman yang layak huni.

Guna mendukung rencana besar tersebut, Pemerintah Kabupaten Karawang telah menyiapkan berbagai kemudahan perizinan dan pengembangan infrastruktur pendukung yang terintegrasi.

Demikian penuturan Eka Sanatha, Kepala Dinas Penanaman Modal Terpadu Satu Pintu Kabupaten Karawang dalam acara Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Menakar Prospek Properti Karawang Seiring Meningkatnya Realisasi Investasi di Kawasan Industri Terbesar di Asia Tenggara” yang digelar Bisnis Indonesia di Hotel Resinda, Karawang (3/8/2022).

Baca Juga: Mengapa Lahan Kawasan Industri di Bekasi dan Karawang Jadi Incaran?

”Kami sedang berupaya menjadikan Karawang ini bukan lagi sekadar Kawasan Industri akan tetapi Kota Industri. Jadi, Kawasan Industri dengan fasilitas pendukung lain, seperti hunian dan kawasan bisnis, terintegrasi,” terang Eka Sanatha, mewakili Bupati Karawang, Cellica Nurrachadiana, yang berhalangan hadir.

Hal tersebut, menurutnya, sangat realistis, mengingat saat ini Karawang memiliki konektivitas yang tinggi, lantaran didukung fasilitas serta infrastruktur kelas dunia yang membuatnya semakin mudah akses.

Karawang dapat akses melalui Tol Jakarta - Cikampek, Jakarta - Cikampek-Elevated (MBZ), Jalan Tol Jakarta - Cikampek II, dan Jalan Tol Lingkar Luar II Sentul - Karawang Barat yang progres pembangunannya terus berjalan.

Selain itu, Karawang juga dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Patimban dengan jarak masing-masing 70 kilometer. Lalu, akses Bandara Soekarno-Hatta dengan jarak 90 kilometer dan Bandara Kertajati 122 kilometer. Berdasarkan PP 13 Tahun 2017 dan Permenhub 69 Tahun 2013, rencananya, akan dibangun Bandara Soekarno-Hatta II di Karawang.

Akses transportasi lainnya adalah rel kereta yakni Stasiun Karawang, Stasiun Cikampek, dan Transit Oriented Development (TOD) Kereta Cepat Jakarta - Bandung.

Baca Juga: Summarecon Emerald Karawang Luncurkan Harumi Homes: Japanese Home Quality

"Keunikan lainnya dari Karawang yang mungkin belum banyak diketahui, adalah transportasi masal berupa kereta peninggalan Belanda yang menghubungkan antar-Kecamatan di Karawang ke Rengas Dengklok – Rawa Merta – Cikampek – Cilamaya," ungkap Eka.

Dia menegaskan, Kabupaten Karawang sangat prospektif untuk kawasan bisnis dan komersial. Atas dasar itu, pihaknya mengundang lebih banyak pengembang properti untuk berkolaborasi membangun Karawang yang lebih modern dan lebih layak huni.

”APBD Karawang saat ini hanya Rp4,8 triliun. Tergolong kecil jika dibandingkan dengan investasi yang masuk ke Karawang. Maka tidak mungkin kami membangun sendiri. Harus sama-sama dengan sektor swasta,” tuturnya.

Sejauh ini, kata Eka, Pemkab Karawang sebenarnya sudah menjalankan pola kolaborasi dengan beberapa perusahaan pengembang properti besar seperti Summarecon dan Agung Podomoro Land.

”Sebagai contoh, Agung Podomoro di salah satu proyek propertinya di Karawang, mereka menyediakan lahan untuk Fasum (Fasilitas Umum) dan Fasos (Fasilitas Sosial) yang kemudian digunakan untuk SPAM (Sistem Pengelolaan Air Minum). Nah, itu kita belum bisa siapkan (lahannya) tapi pengembang yang membantu sediakan lebih dulu. Hal seperti itulah yang memang kita butuhkan,” ucap Eka.

Baca Juga: Gelontorkan Rp1 Triliun, KIIC Tambah Lahan Baru Seluas 105 Hektar

Sementara itu, Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, mendorong Kabupaten Karawang dari Kawasan Industri menjadi Kota Industri. Salah satunya dengan membangun Central Business District (CBD).

”Lahan di Karawang masih luas, untuk membuat CBD, setidaknya diperlukan lahan seluas 500 hektar. Saya yakin Pemkab Karawang, bekerja sama dengan pengembang properti akan mampu membangun CBD di Karawang,” kata Yayat Supriatna.

Keberadaan CBD, menurut Yayat, sangat penting untuk mendukung transformasi Karawang menjadi Kota Industri. Terlebih kehadirannya akan mendorong pertumbuhan perekonomian yang lebih kuat secara jangka panjang.

”Perlu diingat bahwa Ibu Kota Negara akan pindah ke Kalimantan. Tidak tertutup kemungkinan pemilik pabrik di Karawang yang saat ini berkantor pusat di Jakarta, akan pindah ke Karawang, ketika di Karawang sudah siap dengan CBD-nya,” papar Yayat meyakinkan.

Setelah hal tersebut terjadi maka profil pekerja di Karawang semakin meningkat. Semakin banyak juga tenaga kerja asing yang berkantor di Karawang untuk kemudian mendorong peningkatan demand properti dan Kawasan bisnis.

Baca Juga: Timur Jakarta: Teori Telur Ceplok dan Momentum Pengembangan Kota

Pada kesempatan yang sama, Pengamat Properti dari Colliers Indonesia, Ferry Salanto, meyakini bahwa prospek properti di Karawang sangat positif dan berlangsung secara jangka panjang. Apalagi investasi yang terjadi baru-baru ini adalah dari industri High Tech seperti Data Center dan Kendaraan Listrik.

"Hal ini akan meningkatkan profil pasar serta sustainabilitas industri di Karawang karena banyak yang berkaitan dengan teknologi masa depan,” ungkap Ferry Salanto.

Saat ini Karawang memiliki kawasan industri terbanyak di Indonesia dengan 11 kawasan industri, lebih banyak daerah lain, seperti Bekasi (8 kawasan industri), Tangerang (6 kawasan industri), Serang (3 kawasan industri), dan Bogor (2 kawasan industri).

"Bekasi saat ini masih memiliki lahan industri eksisting terbanyak, namun potensi pengembangan lahan industri terbanyak ada di Karawang. Selain itu, kawasan industri di Karawang umumnya bergerak di bidang otomotif, manufaktur, makanan, plastik, dan building material yang notabene bukan termasuk industri berat yang polutif," katanya.

Baca Juga: Rolling Hills Karawang Lakukan Serah Terima Unit Lebih Cepat Dari Target

Sementara itu, Ketua DPD Real Estat Indonesia (REI) Jawa Barat, Joko Suranto mengatakan, Kawasan Industri memang harus disertai Kawasan Hunian. Hal ini sejalan dengan cita-cita Pemkab Karawang untuk menjadi Kota Industri.

”Kenapa Kawasan Industri harus disertai Kawasan Hunian? Karena untuk mengurangi traffic (kemacetan), menciptakan kenyamanan kerja, dan menciptakan efisiensi sehingga menciptakan multiplier effect yang luas dan positif,” kata Joko.

Lebih lanjut dia mengungkapkan, saat ini pangsa properti hunian di Karawang masih didominasi rumah tapak, terutama rumah subsidi, dengan kisaran harga Rp150 jutaan per unit. Segmen ini menguasai sekitar 60% - 70% pangsa pasar rumah di Karawang.

"Segmen kedua adalah rumah di bawah Rp500 juta per unit yang pangsanya sekitar 20%. Sedangkan sisanya adalah segmen rumah di atas Rp500 juta per unit. Untuk mempertebal segmen menengah ke atas ini, Pemerintah Kabupaten Karawang mesti menggandeng pengembang properti untuk menciptakan hunian yang nyaman bagi pekerja di level manajer hingga direktur," katanya.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)