Timur Jakarta: Teori Telur Ceplok dan Momentum Pengembangan Kota

Sebagaimana halnya Barat Jakarta, perkembangan koridor Timur Jakarta terjadi dengan memanfaatkan momentum pembangunan infrastruktur yang masif.

Andreas Nawawi, Senior Advisor PT Lippo Karawaci, Tbk. (Foto: istimewa)
Andreas Nawawi, Senior Advisor PT Lippo Karawaci, Tbk. (Foto: istimewa)

RealEstat.id (Bekasi) - Kawasan Timur Jakarta diprediksi bakal menyalip Barat Jakarta yang terlebih dahulu berkembang. Hal ini dipicu pembangunan infrastruktur dan sarana transportasi publik yang masif di kawasan tersebut.

Menjelaskan fenomena ini, Andreas Nawawi, Senior Advisor PT Lippo Karawaci, Tbk (LPKR) mengemukakan “teori telur ceplok” dengan menyitir pendapat pengamat properti, Ali Tranghanda. 

Baca Juga: Meikarta Mulai Lakukan Serah Terima Unit Secara Bertahap

“Jika Jakarta diibaratkan kuning telur, maka putih telurnya akan merambat ke sekeliling. Dan ini tergantung perkembangan infrastruktur. Kawasan di sekeliling Jakarta yang naik paling awal adalah Barat Jakarta, di mana di sana ada Bandara, tol JORR (Jakarta Outer Ring Road), dan jalur kereta ke arah Banten. Bahkan, di 2013 Serpong masuk Majalah Times sebagai ‘The Fastest Growing City in The World’. Nah, sementara Barat Jakarta masih berkembang, kawasan Timur Jakarta mulai terbuka,” urai Andreas Nawawi.

Menurut Andreas—yang pernah menjabat sebagai Direktur di Lippo Cikarang pada era 1990-an—kawasan Bekasi sebenarnya telah lebih dulu berkembang sebelum Barat Jakarta. Bekasi mulai marak sebagai lokasi permukiman dengan banyaknya proyek perumahan subsidi milik Perumnas. Sayangnya, saat itu penataan kawasan di sini belum sebaik di Barat Jakarta. 

Baca Juga: Jababeka Residence: Dari TOD City Menuju “Silicon Valley”

“Dengan masuknya infrastruktur yang masif, Bekasi dan Timur Jakarta kembali naik daun. Sekarang ini, perkembangan kawasan Timur Jakarta  belajar dari Barat Jakarta, karena banyak pengembang yang beroperasi di Timur Jakarta adalah pemain lama di Barat Jakarta, seperti Summarecon, Lippo, dan Sinar Mas Land,” papar Andreas.

Infrastruktur di Timur Jakarta, imbuh Andreas, tidak berhenti di Bekasi sebagai bagian Jabodetabek, tetapi juga sampai ke kawasan Bekapur (Bekasi - Karawang - Purwakarta). 

“Infrastruktur di Timur Jakarta ini terlalu hebat. Bayangkan saja, jika semua sarana sudah jadi, ke Surabaya cuma 12 jam, ke Cirebon cuma tiga jam,” ujarnya.

Baca Juga: LRT City Bekasi – Eastern Green Tingkatkan Digital Marketing di Masa Pandemi

Andreas menyebutkan beberapa infrastruktur yang tengah dan akan dikembangkan, seperti tol Cikampek elevated, tol Cikampek 2 yang sejajar dengan tol Cikampek existing, kereta api cepat Jakarta - Bandung, Bandara Karawang (Soekarno - Hatta II), dan Pelabuhan Patimban. Ini semua akan membuat perkembangan Timur Jakarta lebih cepat.

“Hal yang membuat luar biasa adalah kereta api cepat Jakarta - Bandung (yang hanya ditempuh sekitar 35 menit). Kereta api cepat ini berangkat dari Halim, Jakarta; kemudian berhenti di Karawang. Jadi orang Karawang cuma perlu 15 menit ke Bandung atau Jakarta. Dengan kemudahan transportasi, orang tak perlu lagi tinggal di Jakarta, sehingga Ibukota tidak terlalu penuh penduduk,” jelasnya.

Kiprah Lippo di Timur Jakarta
Lebih lanjut, Andreas menerangkan, Lippo sebenarnya sudah sejak dekade 1990-an bermain di Karawang dengan mengembangkan PT Karawang Jabar Industrial Estate (KJIE). Bedanya, dulu mempromosikan Lippo Cikarang dan KJIE berat, karena penghubung Jakarta dengan Timur Jakarta cuma tol Cikampek, itu pun baru dua jalur dan sering macet jika ada truk mogok.

“Saat ini, kota-kota baru di sekitar Jakarta beruntung memiliki infrastruktur yang baik, apalagi di era WFH (work from home) seperti sekarang. Ini membuat banyak orang memilih hunian yang hijau dan aman. Kawasan yang cukup jauh dari Jakarta jadi pilihan, karena masih hijau,” katanya. 

Baca Juga: KJIE Luncurkan Perumahan Rolling Hills Seharga Rp499 Juta di Karawang

Mengenai produk perumahan besutan Lippo di Karawang, Rolling Hills, Andreas mengungkapkan pembelinya berasal dari beragam latar belakang. Pertama penduduk Karawang, karena di Karawang masih sedikit developer besar yang masuk. Kedua, pendatang yang berkerja di Karawang, yang sebelumnya pulang-pergi. Ketiga, tenaga kerja asing yang bekerja di sekitar Karawang, yang jumlahnya ribuan. Sebagian dari konsumen tersebut adalah mereka yang punya uang dan ingin investasi rumah.

“Karawang juga mulai banyak fasilitas, sehingg makin nyaman sebagai tempat tinggal. Lippo sendiri memiliki Lippo Mall, Rumah Sakit Siloam, dan Sekolah Dian Harapan,” katanya.

Momentum dan Manajemen
Menurut Andreas, rumusan lokasi, lokasi, lokasi di bisnis properti sudah kurang relevan, karena banyak proyek di lokasi yang bagus tetapi tidak sukses. 

“Lokasi saja tidak cukup. Perlu dibantu momentum yang sayangnya tidak bisa kita ciptakan. Momentum ini terjadi karena banyak faktor, salah satunya perkembangan infrastruktur. Nah bila momentum itu terjadi, kita harus ikut. Seperti di Barat Jakarta, siapa yang bikin proyek di sana pasti sukses, termasuk developer-developer kecil,” tuturnya. 

Baca Juga: Rilis Cluster Rotterdam, Jababeka Tawarkan Rumah Rp300 Jutaan

Tapi, momentum juga harus dibarengin dengan faktor kedua, yakni manajemen. Tanpa manajemen yang bagus, proyek tak akan berjalan baik. Andreas memberi contoh, saat ini banyak proyek di sekitaran Serpong yang mangkrak, sepi penghuni, bahkan terjerat sengketa. Hal ini menurutnya disebabkan manajemen pengembang yang buruk.

Saat ditanya, apakah perkembangan Timur Jakarta bakal melampaui Barat Jakarta, Andreas optimistis membenarkan. Pasalnya, kawasan Timur Jakarta masih berkembang sementara infrastruktur sudah jadi. Sementara Barat Jakarta berkembang seiring dengan perkembangan infrastruktur. Jadi, saat infrastruktur selesai, kawasan Barat sudah penuh.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)