RealEstat.id (Jakarta) - Dunia desain interior dan industri kreatif yang erat kaitannya dengan bidang arsitektural mengalami perubahan signifikan seiring dengan kemajuan teknologi dan sistem teknologi digital. Di sisi lain, anak-anak muda yang merupakan generasi milenial terlihat sangat antusias berkiprah di bidang desain interior dan industri kreatif.
Demikian poin-poin yang dikupas dalam Seminar Interior bertema "Desain dan Industri Kreatif di Mata Anak Muda" yang diselenggarakan oleh Kenari Djaja dan Majalah Asrinesia bersama Himpunan Desainer Interior Indonesi (HDII) dan Prodi Desain Interior Universitas Mercu Buana (UMB).
Seminar interior yang dipandu Chandrarezky Permatasari, pengajar Desain Interior Universitas Mercu Buana ini menghadirkan enam desainer generasi milenial yang menyampaikan pendapat dan pikirannya kepada sekitar 400 peserta seminar seputar dunia desain interior berdasarkan pengalaman berprofesi dan menemukan berbagai tantangan baru.
Baca Juga: Arsitektur Masjid: Filosofi, Desain, dan Kemegahan Zaman
Sebagian dari mereka adalah pemilik perusahaan Konsultan Desain Interior. Pemikiran yang berkembang dengan berbagai contoh kemajuan interior disampaikan para pembicara secara menarik, dengan gaya bahasa anak muda yang mudah sekali dipahami.
Untuk melengkapi pemaparan, hadir pula Desainer Yudhistira AP Harahap, yang merupakan Ketua IAI Jawa Barat, yang menyampaikan hal-hal yang perlu diperhatikan, dipertahankan, dan bisa dikembangkan tanpa menghalangi kreativitas dan inovasi para desainer muda.
"Industri kreatif akan menjadi tumpuan perekonomian Indonesia di masa depan. Untuk itu dibutuhkan dukungan dari para stakeholder terkait, mulai dari akademisi, pelaku bisnis, komunitas masyarakat, pemerintah, serta media,” tutur Direktur PT Kenari Djaja Prima, Hendry Sjarifudin, saat membuka webinar.
Baca Juga: Arsitektur Resort & Leisure: Perkawinan Harmonis Desain dan Alam
Dalam pemaparannya, Gracia Veronica, Desainer Interior dari Universitas Gunadarma menjelaskan proses kreatifnya. Pertama adalah pertemuan yang bisa dihasilkan dari kreativitas kita di industri kreatif. Bentuknya beragam, mulai kerajinan kriya, furnitur, konsep desain, hingga produk dekorasi atau kain.
Kedua adalah proses. Dunia industri kreatif dan desain memerlukan proses yang berhubungan dengan waktu. Proses ini tidak selalu mulus dan tidak selalu cepat.
"Ketiga, mengekspolasi ide dengan berbagai cara, misalnya membedah konsep. Setiap orang berbeda cara dalam mengeksplorasi dan mengolah ide. Bisa dari tren yang terjadi maupun hal-hal di sekitarnya," tutur Gracia Veronica.
Baca Juga: Arsitektur Instalasi Bambu: Beragam Gaya, Ramah Lingkungan, dan Tahan Lama
Sementara itu, Thufeil Gumilar, Desainer Interior Institut Teknologi Nasional (Itenas) Bandung memaparkan pengembangan potensi dirinya di dunia kreatif, sehingga bisa berkembang ke beberapa bidang industri lain.
Menurut Thufeil, untuk memulai, harus fokus pada proses, berani mengambil risiko, dan mencari media. Kemudian, hal yang terpenting adalah mencari role model atau belajar kepada orang lain, terutama yang dianggap lebih hebat. Setelah itu, mencari identitas karakter lewat proses berkarya.
"Kita tidak boleh takut jelek atau ragu-ragu saat berkarya. Kerjakan saja dulu dan beranilah mencoba. Seeing with your eyes, not your brain," katanya.
Baca Juga: Arsitektur Tradisional Bali: Antara Seni, Filosofi, dan Modernisasi
Pada kesempatan yang sama, Rio Setia Monata, Dosen desain interior Universitas Gunadarma, menjelaskan seputar proses kreatif dan kolaborasi, yang dia bagi menjadi tiga hal: experience, good design, dan creative thinking.
Lulusan ISI Yogyakarta ini juga menjelaskan 10 prinsip desain yang baik menurut Dieter Rams, desainer legendaris asal Jerman, yakni: innovative (inovatif), useful (bermanfaat), understandable (bisa dipahami), aesthetic (estetis), unobstrusive (rendah hati), honest (jujur), long-lasting (awet), thorough down to the last detail (teliti sampai ke detail terakhir), environmentally friendly (ramah lingkungan), dan as little design as possible (desain sesedikit mungkin).
"Konsep desain milik Dieter Rams ini yang banyak dipakai para desainer, termasuk Steve Jobs yang menggunakannya dalam mendesain produk-produk Apple," ujar Rio.
Baca Juga: Seperti Apa Rumah dan Lingkungan Ideal di Mata Para Arsitek?
Dalam sepuluh tahun terakhir, ada tiga hal besar yang terjadi di industri kreatif. Semuanya menawarkan kemudahan. Demikian penjelaskan Nydia Orlatta, Co-Founder dan Creative Director Ioor Studio. Menurutnya, internet memudahkan para desainer dalam mencari data, mencari referensi desain, dan menggunakan aplikasi menggambar (drawing tools).
Kendati demikian, imbuh Nydia, kemudahan teknologi dan informasi berakibat pada munculnya banyak kasus plagiat (penjiplakan). Hal ini, disebabkan banyak proses desain yang hilang atau tidak dilalui desainer.
"Untuk itu, dalam proses mendesain, kami selalu menggunakan kaidah yang diberikan HDII (Himpunan Desainer Interior Indonesia). Pertama, tahap pra desain, yakni pembuatan konsep dan sketsa. Kedua, pengembangan desain berupa gambar teknik, Ketiga, dokumen lelang berisi RAB dan lain-lain, Keempat, pengawasan berkala," terangnya.
Baca Juga: Adaptasi Arsitektur Hijau Pada Bangunan dan Lingkungan Perkotaan
Sementara, artpreneur muda, Gie Sanjaya menjelaskan seputar mengembangkan diri agar siap menghadapi era globalisasi. Dia mengatakan, saat ini dan ke depannya, kita berada pada era volatile, uncertain, complex, dan ambigue (VUCA) yang penuh gejolak, tidak pasti, kompleks, dan memiliki banyak penafsiran.
Semua hal ini, dikarenakan perubahan yang teramat cepat di dunia ini. Untuk menghadapi kondisi tersebut, tambah Founder Tavisha Home and Decoration ini, diperlukan cara berpikir ala HOTS (higher order thinking skills).
"Cara berpikir seperti ini bukan biasa-biasa saja, tetapi berpikir secara komplkes, berjenjang, dan sistematis," kata Gie Sanjaya.
Baca Juga: Kampung Pecinan: Keindahan yang Tergerus Roda Ekonomi
Pemateri terakhir di webinar ini, Monica Louis, mengungkapkan pengalamannya berkarya. Founder Monlou Design Studio ini mengatakan, modal nekad saja tidak cukup untuk berkarya. Diperlukan juga semangat bekerja untuk menghasilkan karya terbaik, sehingga memunculkan energi positif.
Menurut Monica Louis, semangat yang tinggi dan energi positif sesuai passion itulah yang diimplementasikannya sehingga bisa menjadi creativepreneur seperti saat ini. Hal itu juga melalui proses pengalaman yang sebanyak-banyaknya
"Pengalaman menjadi guru yang terbaik agar kita tidak mengulangi kesalahan yang sama. Sementara, kesempatan akan datang dari kepercayaan yang dipupuk dari peluang sebelumnya yang dikerjakan dengan tanggung jawab," pungkasnya.