Arsitektur Tradisional Bali: Antara Seni, Filosofi, dan Modernisasi

Arsitektur tradisional Bali tak lepas dari pengaruh budaya Hindu, di mana bentuk, elemen, dan ukuran bangunan memiliki filosofi, makna, dan peran masing-masing.

Webinar "Arsitektur Bali Tradisi dan Kekinian" yang diselenggarakan Kenari Djaja dan Asrinesia.
Webinar "Arsitektur Bali Tradisi dan Kekinian" yang diselenggarakan Kenari Djaja dan Asrinesia.

RealEstat.id (Jakarta) - Arsitektur tradisional Bali memiliki ciri khas unik yang membuatnya dikenal di mancanegara. Keindahan arsitektur Bali juga memiliki nilai jual di sisi pariwisata dan sangat menarik untuk diterapkan pada berbagai fungsi bangunan modern.

Arsitektur Bali tak lepas dari pengaruh tradisi dan budaya Agama Hindu, di mana bentuk, elemen, dan ukuran bangunan memiliki filosofi, makna, dan peran masing-masing. Namun, di era modern—di mana perkembangan sosial budaya lebih global akibat pengaruh dari luar—penggunaan bentuk arsitektur dan ornamen khas Bali hanya berfungsi sebagai penghias wajah bangunan.

Baca Juga: Catat: Arsitektur dan Desain Tradisional Indonesia Berkelas Dunia!

Semua realita ini tersaji utuh dalam seminar daring bertajuk "Arsitektur Bali - Tradisi & Kekinian" yang diselenggarakan Kenari Djaja bersama Majalah Asrinesia, Kamis (18/2/2021).

Seminar dengan moderator Ni Ketut Ayu Siwalatri, Dosen Arsitektur Universitas Udayana ini terasa spesial, lantaran dihelat untuk memperingati Ulang Tahun Majalah Asrinesia ke-38  dan Ulang Tahun Kenari Djaja ke-56 di Februari 2021 ini.

Sebanyak 400-an peserta yang terdiri dari masyarakat pemerhati budaya dan arsitektur mendapatkan informasi dari narasumber yang kompeten, seperti I Gusti Lanang Ngurah Wiantara, Arsitek Profesional dan Budayawan Seni Tradisional Bali; I Nyoman Nuri Arthana, Arsitek Ahli Sejarah Arsitektur di Bali; dan I Putu Edy Semara, Arsitek Bangunan Bali Modern.

Baca Juga: Kampung Pecinan: Keindahan yang Tergerus Roda Ekonomi

Ketiga arsitek asal Bali ini memaparkan keistimewaan arsitektur tradisional, pakem yang harus diikuti, dan aturan tentang desain arsitektur yang telah menjadi kebanggaan masyarakat Pulau Dewata ini.

Dalam kata sambutannya, Ketua Umum Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) I Ketut Rana Wiarcha mengingatkan berbagai pihak yang terlibat dalam proses pembangunan agar dapat mempertahankan ciri khas arsitektur Bali dan menjaga kelestariannya agar tetap terpelihara.

"Arsitektur Bali dipengaruhi tiga hal yakni stakeholder (arsitek, pemilik, penentu pebijakan, dan masyarakat), niat (kebutuhan, keinginan, obsesi, dan tuntutan), serta pranata (perundang-undangan dan norma yang berlaku)," katanya.

Landasan Asta Kosala Kosali
Dalam pemaparannya, I Nyoman Nuri Arthana arsitek dari Universitas Warmadewa, Denpasar, terlebih dahulu mengajak peserta mengenali perjalanan dan sejarah arsitektur Bali. Menurutnya, arsitektur tradisional Bali adalah karya arsitektur yang sudah berabad-abad digunakan masyarakat Hindu Bali dalam mengatur kehidupan dan lingkungan di sekitarnya.

Perencanaan bangunan dilandasi oleh Kitab Lontar Asta Kosala Kosali yang sarat filosofi indah dan memiliki kekhasan, sehingga memikat jutaan wisatawan dalam dan luar negeri berkunjung ke Bali. Arsitektur Bali menjadi aset penting dan daya tarik bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat Bali, karena sejatinya bukan merupakan hiasan arsitektur tanpa makna.

Baca Juga: Adaptasi Arsitektur Hijau Pada Bangunan dan Lingkungan Perkotaan

"Asta Kosala Kosali mengatur tata cara pembangunan rumah tinggal, rumah ibadah, dan bangunan upakara, yang dilihat dari sisi filsafat, etika, dan teknis," katanya.

Keindahan  dan filosofi bangunan arsitektur Bali membuat orang  masih terus ingin mengetahui konsep dasar penggunaan elemen tradisional yang diatur oleh adat istiadat lokal dan ajaran agama Hindu Bali.

"Kita tidak bisa asal meniru bentuk bangunan dan penggunaan elemen arsitektur Bali dengan ukuran sesukanya, karena satuan ukuran (sukat) menggunakan anggota tubuh seperti tangan, jari, dan kaki. Ini yang membuat bangunan tradisional Bali terasa lebih personal," tuturnya.

Modernisasi Arsitektur Bali
Sementara itu, Arsitek I Gusti Lanang Wiantara dari Universitas Udayana, menyampaikan presentasi Asta Kosala Kosali dan Pengaruh Modernisme dalam Arsitektur Bali. Secara spesifik dia menerangkan latar belakang Asta Kosala Kosali yang menjadi pakem bagi pelaku pembangunan bangunan tradisional Bali sejak dulu hingga kini.

Dia tidak menutup mata bila banyak terjadi "modernisasi" dalam bentuk arsitektur Bali, seperti perkembangan bentuk gerbang "kori agung". Akan tetapi ketentuan-ketentuan yang mengikat pemilik dan bangunannya masih tetap terasa.

Baca Juga: Pandemi Membuat Hunian di Perkotaan Lebih Humanis

“Masuknya arsitek asing seperti Geofrey Bawa, Peter Muller, Made Wijaya, dan arsitek luar lainnya, seakan memberi oase kembalinya arsitektur tradisional sebagai inspirasi desain arsitektur bangunan modern di Bali,” kata I Gusti Lanang Wiantara.

Dalam gaya kekinian, karya arsitektur banyak menampilkan style Bali, namun hanya di kulit saja. Hal ini merupakan adaptasi terhadap perubahan karena industri parisiwata, teknologi, budaya, dan gaya hidup masyarakat Bali.

“Kita tidak bisa menngatakan sepenuhnya apakah aturan Asta Kosala Kosali diterapkan atau tidak. Bisa saja aturan tersebut tetap dipakai sebagai pedoman meski tidak utuh," terangnya. 

Dua Aliran Karya Arsitektur Bali
Pada kesempatan yang sama, Arsitek I Putu Edy Semara, alumni Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN) Jakarta menjelaskan bagaimana bangunan arsitektur Bali pada era modern dilakukan oleh para arsitek. Dalam hal ini, dia membagi karya arsitektur Bali dibagi dua. Pertama, arsitektur tradisional Bali, yakni arsitektur yang murni menggunakan dasar teks tradisi (Asta Kosala Kosali, Tri Angga, dan filosofi Hindu Bali).

Kedua, arsitektur Bali modern, yakni karya arsitektur yang mengambil konsepsi atau sebagian dari tradisi arsitektur Bali. Namun, bisa juga bangunan berupa karya arsitektur bergaya bebas dan universal.  

Baca Juga: Arsitektur dan Desain di Era 4.0, Peluang atau Tantangan?

"Arsitektur tradisonal murni berbentuk pura, bale banjar, dan rumah adat tradisional Bali. Arsitektur Bali modern merupakan bangunan yang menggunakan filosofi tradisional, baik bentuk maupun pengolahan material agar memperoleh nuansa khas Bali," jelasnya.

Sementara itu, karya arsitektur universal merupakan bangunan yang mengikuti kaidah bangunan tropis (seperti atap limasan dengan material batu alam dan lain-lain) yang secara tipologi bentuk umum memiliki kesesuaian dengan konsep Tri Angga dam arsitektur tradisional Bali. Bangunan mengambil bentukan asing (di luar konsepsi arsitektur tradisional Bali atau arsitektur tropis umum).

Redaksi@realestat.id