Sertifikat Tanah Elektronik, Amankah?

Secara garis besar terdapat enam perbedaan antara sertifikat tanah elektronik (sertifikat-el) dengan sertifikat fisik. Lantas, bagaimana keamanannya?

Miftahul Ulum (Foto: Dok. Pribadi)
Miftahul Ulum (Foto: Dok. Pribadi)

RealEstat.id (Jakarta) - Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kembali mengeluarkan terobosan baru berupa produk Sertifikat Tanah Elektronik (Sertifikat-el). Pada tahun sebelumnya, ATR/BPN juga telah meluncurkan empat layanan pertanahan elektronik lainnya, yaitu layanan zona nilai tanah, hak tanggungan, surat keterangan pendaftaran tanah, dan pengecekan sertifikat tanah.

Produk Sertifikat Tanah Elektronik atau Sertifikat-el merupakan bagian dari roadmap reformasi digital Kementerian ATR/BPN yang masuk dalam program DILAN (digital melayani) yang telah dicanangkan oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo. Akan tetapi, amankah penerapan digitalisasi sertifikat tanah ini dilakukan?

Pendaftaran Tanah dan Penerbitan Sertifikat-el
Menurut Menteri ATR/BPN, Sofyan A. Djalil, dalam keterangannya di Bincang Editor bahwa layanan pertanahan berbasis elektronik telah mengurangi layanan antrean di Kantor Pertanahan kota-kota besar sampai dengan 30% - 40% dan khusus untuk layanan hak tanggungan dan roya saat ini telah sukses sepenuhnya berbasis elektronik.

Baca Juga: ATR/BPN Rilis Layanan Sertifikat Hak Atas Tanah (SHAT) Elektronik

Uji coba Sertifikat-el akan dilakukan secara bertahap yang akan dimulai dari 5 (lima) Kantor Pertanahan di Jakarta dan 2 (dua) Kantor Pertanahan di Surabaya dengan terbatas pada objek tanah milik Pemerintah Daerah seperti taman, jalan dan fasilitas umum, hal ini dilakukan untuk mengedukasi masyarakat.

Terobosan Sertifikat-el dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN dengan menerbitkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Sertifikat Elektronik (Permen No. 1 Tahun 2021). Dalam Permen yang terdiri 7 (tujuh) bab tersebut mengatur tanah yang dapat dilakukan pendaftaran tanah secara elektronik adalah tanah yang belum terdaftar atau belum bersertifikat dan tanah yang telah terdaftar atau telah bersertifikat. Begitu juga dengan penerbitan Sertifikat-el untuk pertama kali dapat diberikan untuk tanah yang belum terdaftar sedangkan untuk tanah yang telah terdaftar diberikan penggantian dari Sertifikat fisik menjadi Sertifikat-el.

Secara umum, pendaftaran tanah pertama kali secara elektronik untuk tanah yang belum terdaftar masih sama dengan tahapan kegiatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah (PP No. 24 Tahun 1997) yang meliputi pengumpulan dan pengolahan data fisik, pembuktian hak dan pembukuannya, penerbitan Sertifikat, penyajian data fisik dan data yuridis, serta penyimpanan daftar umum dan dokumen namun yang membedakan terhadap kegiatan tersebut hanya dilaksanakan secara elektronik saja.

Baca Juga: ATR/BPN Klarifikasi Isu Penarikan Sertifikat Tanah untuk Diganti Sertifikat Elektronik

Sedangkan, Penggantian Sertifikat fisik menjadi Sertifikat-el untuk tanah yang sudah terdaftar hanya dapat dilakukan atas bidang tanah yang telah diterbitkan Sertifikat Hak Atas Tanah, Hak Pengelolaan, Hak Milik atas Satuan Rumah Susun atau Tanah Wakaf oleh Kantor Pertanahan. Penggantian sertifikat tersebut dilaksanakan melalui permohonan pelayanan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Permohonan penggantian Sertifikat fisik menjadi Sertifikat-el di atas hanya dapat dilakukan terhadap tanah yang clear and clean, artinya tanah yang dimohonkan Sertifikat-el tersebut tidak dalam sengketa sedangkan tanah yang bersengketa dapat dimohonkan penggantian dengan Sertifikat-el setelah adanya perdamaian antara para pihak atau adanya putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkracht van Gewijsde).    

Pembuktian Pada Sertifikat-el
Demikian juga dalam pembuktian suatu perkara tertentu, Sertifikat-el tetap dapat diajukan sebagai bukti tertulis dengan mem-print out melalui sistem elektronik berupa dokumen elektronik dan/atau dokumen fisik yang dilakukan alih media menjadi dokumen elektronik.

Dokumen elektronik di atas terdiri dari gambar ukur, peta bidang tanah atau peta ruang, surat ukur, gambar denah satuan rumah susun atau surat ukur ruang dan/atau dokumen lainnya yang merupakan hasil pengumpulan dan pengolahan data fisik sedangkan yang dimaksud dengan dokumen fisik yang dilakukan alih media menjadi dokumen elektronik adalah warkah yang terdiri dari sertifikat tanah dan buku tanah fisik di scan dan disimpan dalam pangkalan data.

Perbedaan Sertifikat-el dan Sertifikat Fisik
Secara garis besar terdapat 6 (enam) perbedaan tampilan Sertifikat-el dengan Sertifikat fisik yaitu: Pertama, kode dokumen dalam Sertifikat-el menggunakan hash code berupa kode unik dokumen elektronik yang di generate oleh sistem, sedangkan Sertifikat fisik menggunakan kode blanko dengan nomor seri unik gabungan huruf dan angka.

Baca Juga: ATR/BPN: Begini Cara Membuat Sertifikat Tanah Wakaf

Kedua, Sertifikat-el menggunakan scan QR code sedangkan Sertifikat fisik tidak menggunakannya. Ketiga, nomor identitas Sertifikat-el hanya menggunakan satu nomor saja yaitu nomor identifikasi bidang (NIB), sedangkan Sertifikat fisik menggunakan banyak nomor yang terdiri nomor hak, nomor surat ukur, NIB dan nomor peta bidang.

Keempat, dicantumkannya ketentuan kewajiban dan larangan dalam Sertifikat-el yang seragam sedangkan dalam Sertifikat fisik pencantuman ketentuan tersebut tidak seragam tergantung Kantor Pertanahan masing-masing. Kelima, Sertifikat-el menggunakan tanda tangan elektronik yang tidak dapat dipalsukan sedangkan Sertifikat fisik menggunakan tanda tangan manual yang mudah dipalsukan. Keenam, bentuk dokumen Sertifikat-el berupa dokumen elektronik sedangkan Sertifikat fisik berbasis kertas.

Penutup
Digitalisasi merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindarkan, misalnya seperti rapat online dan webinar akibat pandemi Covid-19 yang pada awalnya terasa aneh, canggung dan tidak terbiasa namun dengan berjalannya waktu justru lebih terasa efisien.

Sama halnya dengan Sertifikat-el pada awal launching tidak sedikit pihak yang meresponnya dengan sikap skeptis dan bahkan salah satu guru besar UI mempertanyakan keamanan dari penyimpanan dokumen elektronik yang membandingkannya dengan kasus yang terjadi pada e-KTP. Di belahan negara lainnya, India telah terlebih dahulu melaksanakan program yang sama namun penggantian sertifikat tersebut tidak berjalan dengan baik.  

Baca Juga: Sertifikat Tanah Tak Bisa Terbit di Zona Rawan Bencana

Pendapat Penulis hal yang perlu dilakukan oleh Kementerian ATR/BPN saat ini adalah pembuktian bahwa infrastruktur IT pada Sertifikat-el memiliki keamanan yang terjamin termasuk juga dengan kesiapan dari SDMnya.

Penggantian Sertifikat fisik menjadi Sertifikat-el biarkan berjalan secara alamiah tanpa perlu Kementerian ATR/BPN memasang target. Apabila hal tersebut dirasa aman pasti masyarakat dengan sendirinya merasa butuh dan akan melakukan penggantian kepada sertifikat-el untuk melindungi asetnya dengan cara yang lebih aman.

Miftahul Ulum, S.H., C.L.A., C.R.A. adalah Advokat dan Praktisi Hukum Perbankan. Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis. Untuk berkorespondensi, dapat disampaikan melalui email: miftahul.ulum_30@yahoo.co.id

Berita Terkait

Pembangunan rumah tahan gempa di Cianjur (Foto: Dok. Kementerian PUPR)
Pembangunan rumah tahan gempa di Cianjur (Foto: Dok. Kementerian PUPR)
Prototipe (purwarupa) rumah sederhana (Foto: Dok. Kementerian PUPR)
Prototipe (purwarupa) rumah sederhana (Foto: Dok. Kementerian PUPR)
SKYE Suites Hotel Green Square, Sydney (Foto: Dok. Crown Group)
SKYE Suites Hotel Green Square, Sydney (Foto: Dok. Crown Group)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)