Pintu Internasional Dibuka, Pasar Apartemen di Australia Hadapi Masalah Serius

Harga sewa unit apartemen naik sebesar AUD30 dalam setahun, atau 6,4%, menjadi rata-rata AUD500—peningkatan tahunan paling tajam dalam delapan tahun terakhir.

Sydney, Australia (Foto: RealEstat.id)
Sydney, Australia (Foto: RealEstat.id)

RealEstat.id (Jakarta) – Dibukanya "pintu gerbang" internasional oleh pemerintah Australia sejak 21 Februari 2022 ternyata mengundang masalah baru bagi para calon penyewa apartemen, khususnya para siswa dari mancanegara yang kembali ke kota-kota besar, seperti Sydney dan Melbourne.

Menurut Nicola Powell, Kepala Bidang Penelitian dan Ekonomi Domain, pasar apartemen Australia berada di ambang “krisis sewa”. Pasalnya, permintaan sewa akan terus meningkat tajam pasca-pembukaan kembali perbatasan internasional secara penuh bagi para turis—pemegang visa dan telah divaksinasi dua kali—setelah dua tahun penutupan.

Baca Juga: Pandemi, Harga Properti Australia Justru Naik Melebihi Prediksi

Pasar sewa apartemen di Sydney telah digambarkan sebagai "kegagalan kronis", dengan tingkat kekosongan kota turun ke level terendah sejak November 2017. Pembukaan gerbang internasional telah menambah tekanan pada pasar sewa yang sudah tegang, di mana tingkat kekosongan di kota Sydney turun menjadi 1,4% pada Februari (turun dari 1,9% pada Januari), menurut Rental Vacancy Rate Report termutakhir oleh Domain.

Harga sewa unit apartemen naik sebesar AUD30 dalam setahun, atau 6,4%, menjadi rata-rata AUD500—peningkatan tahunan paling tajam dalam delapan tahun terakhir. Dalam tiga bulan terakhir saja, biaya sewa naik 2%, menggandakan pertumbuhan kuartalan sebelumnya dan melampaui biaya sewa rumah tapak untuk pertama kalinya sejak pandemi dimulai.

Baca Juga: Iwan Sunito: Pandemi Ubah Persepsi Desain Rumah dan Apartemen

“Pasar sewa apartemen Sydney terutama di pusat kota telah mengalami pemulihan yang cepat setelah mengalami penurunan permintaan di awal pandemi. Permintaan unit rental meroket, sementara harga properti terus naik mengakibatkan para calon pembeli menahan keinginannya dan terus menyewa,” kata Nicola Powell.

Vacancy Rate atau Tingkat Kekosongan didefinisikan oleh SQM Research, sebuah lembaga penelitian properti independen, sebagai persentase dari keseluruhan properti sewaan yang merupakan 'daftar yang telah diiklankan selama lebih dari tiga pekan (dan saat ini masih diiklankan)'.

Tingkat kekosongan 3% dianggap 'sehat' karena dianggap sebagai titik ekuilibrium di mana pasar seimbang secara merata antara pemilik dan penyewa. Tingkat kekosongan yang sangat rendah di bawah 2% menandakan permintaan sewa yang tinggi, membutuhkan properti baru di pasar untuk memenuhi kebutuhan penyewa ini.

Baca Juga: Crown Group: Terkait Kredit Properti, Perbankan Indonesia Bisa Tiru Australia

Menanggapi krisis tingkat kekosongan hunian yang terjadi di Sydney, Direktur Penjualan dan Pemasaran Crown Group Indonesia, Tyas Sudaryomo, mengungkapkan bahwa krisis ini sudah bisa diprediksi sebelumnya.

Menurutnya, banyak pembangunan hunian baru terutama apartemen yang terhambat selama dua tahun terakhir, hal ini mengakibatkan berkurangnya pasokan di pasar, terutama di kawasan  inner city  seperti Waterloo dan Eastlakes.

“Selama periode 2020 – 2021, Sydney mengalami penurunan permintaan sewa dikarenakan pandemi COVID-19 dan dapat dilihat melalui tingkat kekosongan rata-rata yang menyentuh 4% atau di atas 3%,” ungkap Tyas Sudaryomo.

Baca Juga: Crown Group: Pemilik Apartemen di Australia Tetap Pegang Sertifikat Fisik

Menurut data dari KBRI Australia, imbuhnya, pada 29 Maret 2020, jumlah mahasiswa asing pemegang visa Australia adalah sebanyak 694.038 mahasiswa. Sementara, berdasarkan data tanggal 28 Juni 2021, jumlah mahasiswa asing pemegang visa Australia menurun sebesar 31,9% dalam rentang waktu 15 bulan. Sebanyak 85% mahasiswa yang sudah memiliki visa studi masih berada di luar negeri karena kebijakan penutupan perbatasan akibat Covid-19.

Namun ketika Australia membuka pintu internasional, permintaan sewa melonjak tajam hanya dalam beberapa bulan saja hingga vacancy rate menyentuh angka 1,4% atau terendah semenjak tahun 2017. Tentu saja ini adalah situasi yang sangat positif bagi para pemilik unit properti.

“Sebagai contoh nyata, saat ini tingginya jumlah permintaan sewa tidak sebanding dengan unit yang siap disewakan di Waterfall by Crown Group, sehingga kami juga kesulitan untuk bisa memenuhi setiap permintaan yang muncul, terutama dari siswa luar negeri, khususnya Indonesia, yang baru kembali lagi ke Australia,” tutur Tyas.

Baca Juga: Lockdown, Harga Properti di Sydney dan Melbourne Diprediksi Tumbuh Signifikan

Jumlah mahasiswa Indonesia di Australia yang tercatat per tanggal 28 Juni 2021 yakni sebanyak 12.645 orang. Ini menempatkan Indonesia di peringkat keenam jumlah mahasiswa asing terbanyak di Australia setelah China, India, Nepal, Vietnam, dan Malaysia. Tercatat sebanyak 31% atau sekitar 3.905 mahasiswa masih berada di Indonesia.

“Kami selalu menyarankan kepada para calon pembeli kami di Indonesia, apabila memiliki anak yang akan melanjutkan studinya ke Australia, lebih baik untuk melakukan investasi melalui pembelian properti dibandingkan hanya dengan menyewa unit properti selama beberapa tahun,” tambah Tyas.

Apabila dikalkulasikan, membeli properti masih jauh lebih menguntungkan dibandingkan menyewa. Berdasarkan hitungan konservatif, nilai properti bisa naik sebesar 7% – 8% setiap tahunnya dibandingkan dengan biaya sewa yang setiap bulannya bisa mencapai kisaran Rp20 juta.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

SKYE Suites Hotel Green Square, Sydney (Foto: Dok. Crown Group)
SKYE Suites Hotel Green Square, Sydney (Foto: Dok. Crown Group)
ONE Macquarie Park (Foto: Dok. ONE Global Capital)
ONE Macquarie Park (Foto: Dok. ONE Global Capital)
Shanghai, China (Foto: Dok. Pixabay.com)
Shanghai, China (Foto: Dok. Pixabay.com)
Apartemen MUZE di Penang International Commercial City. (Foto: Dok. Hunza Properties)
Apartemen MUZE di Penang International Commercial City. (Foto: Dok. Hunza Properties)