Crown Group: Terkait Kredit Properti, Perbankan Indonesia Bisa Tiru Australia

Pembeli properti di Australia hanya perlu membayar 10% uang muka, sementara sisa pembayaran dilakukan ketika proyek rampung, menggunakan kredit perbankan.

Reiza Arief Juremi, Manajer Penjualan Crown Group Indonesia.
Reiza Arief Juremi, Manajer Penjualan Crown Group Indonesia.

RealEstat.id (Jakarta) – Sistem perbankan di Australia memungkinkan konsumen yang ingin memiliki properti kedua untuk mengajukan refinancing dari kredit kepemilikan apartemen pertamanya, meski cicilan belum selesai.

Biasanya, cara ini dilakukan konsumen saat KPA mereka sudah berjalan lima tahun, dengan asumsi capital gain unit apartemen pertama telah meningkat 50%. Demikian penjelasan Reiza Arief Juremi, Manajer Penjualan Crown Group Indonesia—pengembang properti yang bermarkas di Sydney, Australia.

“Perbankan di Australia bisa memberikan pinjaman KPA kedua kepada konsumen hingga 80% dari harga unit yang ditawarkan,” jelas Reiza Arief Juremi dalam siaran pers yang diterima RealEstat.id.

Baca Juga: 2021, Transaksi Properti di Asia Pasifik Naik 20%

Alumni Monash University Melbourne yang berkecimpung di dunia properti Australia selama lebih dari satu dekade ini menjelaskan, perbankan di Australia bisa memberikan pinjaman kedua mengingat nasabah akan membayar cicilan KPA dari pendapatan sewa.

“Kondisi ini memang agak berbeda dengan Indonesia di mana rata-rata tingkat kekosongan unit apartemen mencapai 40% - 50%, sementara bunga KPA terutama untuk refinancing lebih tinggi di kisaran 5% (fixed rate) hingga 10% (floating rate),” jelasnya.

Menurutnya, di kondisi pasar saat ini, akan sangat membantu apabila perbankan Indonesia mengikuti langkah perbankan Australia yang menurunkan suku bunga hingga dua kali pada tahun 2020 kemarin untuk memberikan stimulus pada pasar properti.

Baca Juga: Di Masa Pandemi, Harga Rumah Secara Global Justru Meroket!

Hal yang menjadi pertanyaan adalah: mengapa tingkat kekosongan unit apartemen di Australia bisa begitu rendah? Ternyata, imbuhnya, lantaran pemerintah Australia betul-betul menjaga titik ekulibrium antara pasokan dengan permintaan.

Pemerintah Australia menjaga ketat pasokan dan kebutuhan properti melalui beberapa mekanisme regulasi, seperti izin membangun yang ketat, pembatasan zona pembangunan, dan regulasi perbankan.

Sementara, pihak pengembang pun harus memiliki pondasi keuangan internal yang sehat karena pihak perbankan hanya akan memberikan pinjaman untuk pembangunan proyek hunian sebesar 50% dari nilai proyek.

Baca Juga: Crown Group Indonesia Bidik Tiga Segmen Pembeli Properti

Dana tersebut hanya akan diberikan kepada pihak pengembang apabila proyek hunian sudah terjual secara off the plan (inden) sebanyak 50% dari total unit apartemen yang ditawarkan kepada publik. Belum lagi valuasi nilai apartemen ditentukan oleh perbankan di Australia, sehingga jarang ada apartemen yang dijual secara over priced.

“Sehingga kami selaku pengembang tidak bisa seenaknya memberikan harga untuk konsumen. Semua ini dimungkinkan karena hampir 90% warga Australia membeli unit apartemen dengan menggunakan kredit properti dari perbankan. Inilah salah satu sebab mengapa banyak pembeli asing menjadikan Australia sebagai tujuan utama untuk investasi properti—para investor selalu menyebutnya sebagai cara berternak properti,” papar Reiza.

Dia juga menyoroti status kepemilikan properti di Australia yang bersifat free hold (SHM) kepada setiap pemilik unit, termasuk warga negara asing. Di Australia, pengembang dilarang keras menerima uang konsumen bila proyek belum selesai dibangun.

Baca Juga: Crown Group: Pemilik Apartemen di Australia Tetap Pegang Sertifikat Fisik

Cara pembayaran pun sangat ringan jika dibandingkan di Indonesia, yakni hanya 10% dari nilai properti. Itu pun dana tidak ditransfer kepada pengembang, melainkan ke pihak ketiga atau Trust Account.

Sisa pembayaran dilakukan ketika hunian sudah selesai dibangun. Pembeli baru mulai membayar cicilan KPA setelah unit di serah terimakan. Berbeda dengan kondisi di Indonesia dimana cicilan sudah dimulai bahkan sebelum properti selesai dibangun.

“Tentu saja skema pembayaran ini akan berbeda jika unit apartemen yang mau dimiliki sudah tersedia atau sudah selesai dibangun,” tutup Reiza.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Junaido Kholis, Deputy Division Head Divisi Distribution Network & Sales Bank BNI (kiri) dan Christine Natasha Tanjungan, Vice President of Commercial National Sinar Mas Land menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) kerja sama strategis antara Aerium Residence dengan Bank BNI untuk memberikan kemudahan cara bayar bagi para calon konsumen, Selasa, 20 Februari 2024. (Foto: Dok. Sinar Mas Land)
Junaido Kholis, Deputy Division Head Divisi Distribution Network & Sales Bank BNI (kiri) dan Christine Natasha Tanjungan, Vice President of Commercial National Sinar Mas Land menandatangani Memorandum of Understanding (MoU) kerja sama strategis antara Aerium Residence dengan Bank BNI untuk memberikan kemudahan cara bayar bagi para calon konsumen, Selasa, 20 Februari 2024. (Foto: Dok. Sinar Mas Land)
Junaidi Abdillah Ketua Umum DPP Apersi (Foto: realestat.id)
Junaidi Abdillah Ketua Umum DPP Apersi (Foto: realestat.id)
Dari kiri ke kanan: Direktur PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, (BPAM) Priyatmo Hari Mulyanto;  Deputi Komisioner Bidang Pemupukan Dana BP Tapera, Gatut Subadio; pengamat properti Anton Sitorus; dan wartawan senior Edo Rusyanto sebagai moderator dalam acara talkshow Kinerja BP Tapera Tahun 2023: Pengelolaan Dana dan Peran Manajer Investasi, Kamis, 21 Desember 2023.
(Foto: Realestat.id)
Dari kiri ke kanan: Direktur PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen, (BPAM) Priyatmo Hari Mulyanto; Deputi Komisioner Bidang Pemupukan Dana BP Tapera, Gatut Subadio; pengamat properti Anton Sitorus; dan wartawan senior Edo Rusyanto sebagai moderator dalam acara talkshow Kinerja BP Tapera Tahun 2023: Pengelolaan Dana dan Peran Manajer Investasi, Kamis, 21 Desember 2023. (Foto: Realestat.id)