RealEstat.id (Jakarta) – Jakarta, Bali, dan Batam merupakan kota-kota favorit menjadi destinasi kunjungan dan wisata yang diminati menjadi tempat tinggal bagi warga negara asing (WNA). Potensi ini diakomodasi pemerintah dengan memberikan kemudahan bagi warga negara asing dalam memiliki properti di Indonesia.
Kemudahan ini dituangkan dalam berbagai regulasi yang diterbitkan pemerintah terlebih sejak berlakunya Undang-undang Cipta Kerja (UUCK). Regulasi ini, diyakini dapat memacu pertumbuhan ekonomi, karena terdapat terobosan penerapan konsep hak atas tanah, jangka waktu hak atas tanah serta kriteria properti yang dapat dimiliki oleh warga negara asing.
Hak Atas Tanah
Sejak 24 September 1960 pemerintah RI sebenarnya sudah menerbitkan aturan tentang kepemilikan properti oleh warga negara asing melalui UU No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agaria.
Pemberlakuan Undang-undang Cipta Kerja beserta peraturan organik yang menyertainya semakin mendorong transformasi ekonomi dan pemulihan ekonomi nasional melalui reformasi regulasi.
Baca Juga: Mudahkan Kepemilikan Asing, Kementerian ATR/BPN: Tingkatan Investasi dan Ekonomi Nasional
Warga negara asing yang diberikan kemudahan dalam memiliki properti adalah orang yang bukan Warga Negara Indonesia tetapi keberadaannya memberikan manfaat, melakukan usaha, bekerja, atau berinvestasi di Indonesia.
Mereka dapat memiliki Hak Pakai atas tanah dengan jangka waktu tertentu untuk pemanfaatannya. Selain itu mereka juga dapat memiliki hak sewa namun masih terdapat banyak kelemahan dibandingkan dengan hak pakai.
Untuk memperoleh Hak Pakai, warga negara asing dapat mengajukan permohonan atas tanah negara, tanah Hak Milik atau atas tanah Hak Pengelolaan (HPL). Di atas tanah Hak Pakai itu warga negara asing dapat memiliki tempat tinggal atau hunian rumah tapak.
Permohonan Hak Pakai di atas tanah Hak Milik dilakukan berdasarkan perjanjian pemberian Hak Pakai di atas tanah Hak Milik dengan Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Permohonan Hak Pakai di atas tanah HPL dilakukan berdasarkan perjanjian pemanfaatan tanah dengan pemegang HPL.
Baca Juga: Pengembang Dinyatakan Pailit, Cicilan KPR Otomatis Lunas?
Permohonan Hak Pakai dapat diajukan oleh warga negara asing dengan melampirkan identitas pemohon dan/atau kuasanya apabila dikuasakan. Pemohon melampirkan dokumen keimigrasian berupa visa, paspor atau izin tinggal yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai keimigrasian.
Warga negara asing dapat pula memiliki rumah susun yang dibangun di atas bidang tanah Hak Pakai atau tanah Hak Guna Bangunan (HGB). Hak Pakai dan HGB dapat berasal dari tanah negara, tanah HPL atau tanah Hak Milik.
Adanya kemungkinan bagi warga negara asing untuk memiliki sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS) di atas tanah bersama dengan status HGB merupakan terobosan dalam penerapan asas pemisahan horizontal dalam hukum agraria.
HMSRS merupakan hak kepemilikan atas satuan rumah susun yang bersifat perseorangan yang terpisah dengan hak bersama atas bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.
Baca Juga: Kiat Kerja Sama Pemanfaatan Tanah HPL Agar Tidak Tersandung Masalah
Jangka Waktu
Hak Pakai yang berasal dari atas tanah negara dan tanah HPL diberikan dengan jangka waktu paling lama 30 tahun, diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun, dan diperbarui untuk jangka waktu paling lama 30 tahun.
Setelah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan berakhir, tanah Hak pakai kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara atau tanah HPL.
Hak pakai dengan jangka waktu di atas tanah Hak Milik, diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian Hak Pakai di atas tanah Hak Milik.
Atas kesepakatan antara pemegang hak pakai dengan pemegang Hak Milik, Hak Pakai di atas tanah Hak Milik dapat diperbarui dengan pemberian Hak Pakai baru dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan hak tersebut harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Pemegang Hak Pakai berhak melakukan perbuatan hukum melepaskan, mengalihkan dan mengubah penggunaannya serta membebankan dengan hak tanggungan.
Baca Juga: Penting Disimak! Konsekuensi Hukum Kerja Sama BOT (Build, Operate and Transfer)
Hak Pakai dengan jangka waktu dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan. Hak Pakai dengan jangka waktu dapat beralih, dialihkan, dilepaskan kepada pihak lain atau diubah haknya.
Hak Pakai di atas tanah negara, tanah Hak Milik dan tanah HPL dapat diperpanjang atau diperbaharui haknya atas dasar permohonan pemegang hak. Hak Pakai di atas tanah Hak Pengelolaan dapat diajukan permohonan Perpanjangan dan Pembaruan dapat diajukan sekaligus.
Untuk tanah non pertanian harus memenuhi ketentuan bangunan dan/atau fasilitas pendukungnya telah dibangun, digunakan dan dimanfaatkan secara efektif.
Ketentuan perpanjangan jangka waktu ini memberikan kepastian hukum bagi kelangsungan penguasaan tanah dengan Hak Pakai yang pada umumnya dipergunakan untuk tempat tinggal dan keperluan pribadi pemegang hak pakai.
Perpanjangan dan pembaruan Hak Pakai diberikan atas permohonan pemegang hak. Dalam pemberian perpanjangan atau pembaruan hak terlebih dahulu dilakukan penilaian apakah pemegang Hak Pakai tersebut masih menggunakan tanahnya sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan dalam keputusan pemberian hak pakai yang pertama kali.
Baca Juga: Kredit Bermasalah Bikin Bank Resah, Saatnya Legal Action!
Kriteria Properti
Kepemilikan rumah tempat tinggal warga negara asing diatur adanya batasan-batasan yang menjadi kriteria properti yang dapat dimiliki. Batasan-batasan itu terkait adanya ketentuan minimal harga yang dapat dibeli, luas bidang tanah yang dapat dimiliki, jumlah bidang tanah atau unit Satuan Rumah Susun (sarusun) dan peruntukan untuk rumah tinggal atau hunian.
Rumah tapak harus dengan kategori rumah mewah, 1 (satu) bidang tanah per orang/keluarga dan/atau tanahnya paling luas 2.000 m². Regulasi saat ini mengatur minimal harga rumah tapak yang dapat dimiliki oleh warga negara asing Rp5 miliar untuk daerah Jakarta sama halnya dengan daerah Bali serta harga minimal Rp2 miliar untuk daerah Batam.
Dalam hal memberikan dampak positif terhadap ekonomi dan sosial maka rumah tapak dapat diberikan lebih dari 1 (satu) bidang tanah atau luasannya lebih dari 2.000 m² sepanjang terdapat izin dari Menteri.
Untuk rumah susun, warga negara asing hanya dapat memiliki kategori rumah susun komersial. Rumah susun komersial adalah ruman susun yang dibangun oleh pengembang untuk mendapatkan keuntungan.
Jenis rumah susun ini berbeda dengan rumah susun umum yang dibangun pengembang untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Harga jual satuan rumah susun yang dapat dimiliki oleh warga negara asing di Jakarta harga jualnya minimal Rp3 miliar, Bali harga jual minimal Rp2 miliar dan Batam dengan harga jual minimal Rp1 miliar.
Baca Juga: WNA Makin Mudah Punya Properti, Elevee Condominium Bidik Market Ekspatriat
Rumah susun yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atau HGB di atas tanah negara, tanah HPL dan tanah Hak Milik berlokasi di kawasan ekonomi khusus, kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, kawasan industri dan kawasan ekonomi lainnya. Sarusun yang dimiliki oleh warga negara asing yang dibangun di atas tanah Hak Pakai atau HGB diberikan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HMSRS).
Dalam hal Sarusun yang dimiliki oleh warga negara asing dibangun di atas tanah HGB maka hak bersama atas kepemilikan sarusun dihitung berdasarkan Nilai Perbandingan Proporsional (NPP) yang terdiri atas bagian bersama, benda bersama, dan tidak termasuk tanah bersama. Kewajiban atas tanah bersama kepemilikan sarusun tetap melekat pada Orang Asing selaku pemegang HMSRS.
Penutup
Regulasi yang memberikan kemudahan kepemilikan properti oleh warga negara asing memerlukan kepastian hukum dalam penerapannya. Pasar properti diyakini akan semakin bergairah melalui regulasi ini.
Untuk memberikan kepastian hukum maka perlu kesamaan pandangan dari para stakeholder dalam penerapannya serta tidak terdapat ego sektoral dari masing-masing instansi terkait.
Pemerintah bersama-sama dengan pelaku usaha dan pemberi jasa hukum dalam layanan transaksi perlu melalui masing-masing asosiasi profesi penting untuk meningkatkan sosialisasi dalam pemahamannya.
Artikel ini ditulis oleh: Dzaky Wananda Mumtaz Kamil, SH.
Penulis adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan berdomisili di Jakarta. Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini tengah mengikuti Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada. Korespondensi dapat dilakukan melalui email: dzakywanandamumtazk@gmail.com
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News