Kasus The Golden Stone: GNA Group Diminta Transparan dan Lakukan Audit Independen

Pihak PT MAS sudah beberapa kali meminta dilakukan special audit proyek The Golden Stone untuk mengetahui secara detail posisi keuangan, penjualan, laba rugi dari proyek ini.

The Golden Stone Serpong (Foto: istimewa)
The Golden Stone Serpong (Foto: istimewa)

RealEstat.id (Tangerang) – Sidang perkara perdata kasus proyek The Golden Stone masih berlanjut. Sidang yang mempertemukan PT Mentari Abadi Sentosa (PT MAS) selaku Penggugat, dengan PT Griya Natura Alam (member of GNA Group) sebagai Tergugat I, Gregorius Gun Ho sebagai Tergugat II, dan Bernadetta Ratna Niken sebagai Tergugat III kembali digelar di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, Rabu (19/10/2022).

Agenda sidang tersebut meminta keterangan dari saksi yang dihadirkan oleh pengugat, yaitu Albert dan Rapin. Dalam kesaksiannya di hadapan Majelis Hakim, Albert mengakui bahwa dirinya menjadi salah satu pembuka jalan kerja sama antara PT MAS dengan GNA Group, di mana dirinyalah yang mengenalkan Penggugat dan Para Tergugat.

Baca Juga: GNA Group Bantah Lakukan Wanprestasi Pengembangan The Golden Stone, Ini Buktinya

Albert bersama beberapa orang, termasuk Gregorius Gun Ho mendirikan PT Griya Natura Alam yang akhirnya sepakat untuk bekerja sama dengan PT Mentari Abadi Sentosa, perusahaan pemilik lahan yang digawangi oleh Indrawan Soemarko dan Ariyanto Jaya Kusuma.

Sinergi kedua perusahaan ini melahirkan KSO GNA Marko untuk mengembangkan proyek The Golden Stone, Serpong, Legok, Tangerang seluas 24 hektar. Dalam KSO GNA Marko ini PT Griya Natura Alam dan PT Mentari Abadi Sentosa memiliki perwakilan.

Dalam kesaksiannya, Albert mengaku bahwa dirinya saat awal pendirian KSO GNA-Marko ditunjuk sebagai wakil dari PT Griya Natura Alam di dalam Badan Pengembang KSO GNA Marko.

“Belum lama ini saya baru mengetahui, bahwa ternyata ada perubahan wakil dari PT Griya Natura Alam di KSO GNA Marko, di mana tidak terdapat nama saya lagi,” jelas Albert selepas persidangan kepada awak media, Rabu (19/10/2022).

Baca Juga: Pemda yang Menunda Layanan PBG, Bisa Kena Risiko Hukum!

Albert menyatakan bahwa dirinya terkejut terkait adanya permasalahan di dalam KSO GNA-Marko. Adapun yang dipersoalkan dalam gugatan PT MAS ini adalah Tindakan Gun Ho yang mengatasnamakan PT Griya Natura Alam (GNA Group) dalam melakukan penarikan pengembalian uang muka pembayaran Harga Pokok Tanah sejumlah Rp10 miliar, penarikan modal kerja KSO GNA-Marko sejumlah Rp4 miliar, pengambilan kasbon/pinjaman profit sharing (bagi hasil) dari kas KSO GNA-Marko sejumlah total Rp20.625.000.000.

“Saya baru mengetahui setelah adanya gugatan perdata ini. Saya sebagai salah satu pemegang saham dan direksi dari PT Griya Natura Alam tidak pernah mendapatkan laporan atas hal tersebut dari Gun Ho,” tegasnya.

Lebih lanjut Albert menyatakan bahwa dirinya pernah meminta laporan keuangan proyek The Golden Stone kepada Gun Ho tapi hanya diberikan rangkuman saja yang tidak lengkap informasinya. Pada saat itu dirinya tidak mau menerima rangkuman keuangan tersebut.

“Saya ingin laporan keuangan (audit) dari tim independen seperti yang diminta oleh PT Mentari Abadi Sentosa. Namun hingga kini permintaan tersebut belum diberikan,” ujar Albert.

Baca Juga: Pemerintah Sosialisasikan Perlindungan Konsumen Bidang Perumahan

Sementara itu Afandy Ilmar, Kuasa Hukuam PT Mentari Abadi Sentosa  selepas persidangan mengatakan bahwa keterangan saksi yang Penggugat hadirkan hari ini telah membuat segalanya menjadi terang benderang.

Dari fakta persidangan, terangnya, terdapat informasi bahwa di dalam internal PT Griya Natura Alam sendiri ternyata tidak ada transparansi. Khususnya terkait pokok-pokok gugatan terkait tindakan-tindakan penarikan uang dari kas KSO GNA Marko yang justru tidak diketahui internal PT Griya Natura Alam yang lain.

"Apakah ini Tindakan Gun Ho sendiri atau bagaimana, itu kami serahkan kepada Majelis Hakim yang menilai dan mempertimbangkan dalam memeriksa dan memutus perkara ini,” ujar Afandy.

Adapun ketentuan pokok yang menjadi akar masalah gugatan wanprestasi ini adalah terkait dengan Modal Kerja pelaksanaan proyek The Golden Stone, ketentuan mengenai laporan-laporan pelaksanaan proyek The Golden Stone, ketentuan mengenai pembagian bagi hasil keuntungan KSO, dan ketentuan mengenai wewenang penandatanganan rekening KSO.

Baca Juga: Waspada! Ini Modus Andalan Sindikat Mafia Tanah

Lebih lanjut, dia mengatakan, sejalan dengan pokok-pokok gugatan PT MAS yang salah satunya meminta dilakukannya audit keuangan secara komprehensif terhadap KSO GNA Marko, maka keterangan saksi Albert yang dihadirkan hari ini semakin membuktikan bahwa memang tidak ada transparansi dari pihak PT Griya Natura Alam yang dikomandani oleh Gun Ho dalam menjalankan KSO GNA Marko.

“Sebelum klien kami mengajukan gugatan ini, pihak PT MAS sudah beberapa kali meminta pihak GNA Group untuk melakukan special audit terhadap Proyek The Golden Stone yang tujuannya untuk benar-benar mengetahui secara detail posisi keuangan, penjualan, laba rugi dari proyek ini. Namun, sampai dengan saat ini pelaksanaan special audit tersebut tidak pernah terlaksana karena tidak pernah ada persetujuan dari pihak GNA. Hal ini Kembali terbukti dari persidangan hari ini, bahwa di internal GNA sendiri terlihat tidak ada transparansi, di mana salah satu direktur dan pemegang saham selain Gun Ho telah meminta audit keuangan namun ternyata tidak pernah direalisasikan,” jelas Afandy.

Selanjutnya Afandy menambahkan, transparansi itu sangatlah penting dalam menjalankan Kerjasama khususnya terhadap KSO GNA Marko.

“Kalau dari internal GNA sendiri ternyata tidak ada transparansi, apalagi dengan mitra kerjasamanya dalam hal ini klien kami PT Mentari Abadi Sentosa? Oleh karena itu  wajar saja jika klien kami merasa sudah tidak ada lagi rasa aman dan nyaman dalam melanjutkan kerja sama proyek The Golden Stone dengan pihak GNA Group dan meminta pengakhiran perjanjian ini,” katanya.

Baca Juga: Rilis Golden Flower, GNA Group Tawarkan Rumah Seharga Rp299 Juta

Afandy juga memberikan keterangan bahwa PT Griya Natura Alam seakan tidak menghargai proses hukum yang saat ini sedang berlangsung dimana ternyata PT Griya Natura Alam kembali mengambil kasbon dari kas KSO GNA Marko.

“Klien kami sangat terkejut mengetahui adanya pengambilan kasbon lagi oleh pihak GNA, sehingga total kasbon yang sudah diambil oleh GNA dari kas KSO GNA Marko pada saat ini telah bertambah menjadi sejumlah Rp22.625.000.000 dari sebelumnya yang kami ungkap dalam gugatan sejumlah Rp20.625.000.000. Hal ini jelas-jelas menegaskan dari pihak GNA tidak menghargai dan menjunjung tinggi proses persidangan yang saat ini sedang berjalan,” terang Afandy.

Afandy juga menyatakan bahwa PT MAS yang telah memiliki hak untuk menerima pembayaran Harga Pokok Tanah (HPT) tidak mengambil pembayaran tersebut dari kas KSO GNA Marko karena menghormati proses hukum yang saat ini sedang berlangsung di Pengadilan Negeri Tangerang.

“Pembayaran HPT untuk klien kami, PT MAS, seharusnya sudah dapat diambil dari kas KSO GNA Marko, namun klien kami sangat-sangat menjunjung tinggi dan sangat menghormati proses persidangan yang saat ini sedang berjalan sehingga klien kami memutuskan untuk menunda pengambilan pembayaran HPT tersebut. Kami juga menyerahkan semua keputusan kepada majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara ini,” tutup Afandy. 

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

SKYE Suites Hotel Green Square, Sydney (Foto: Dok. Crown Group)
SKYE Suites Hotel Green Square, Sydney (Foto: Dok. Crown Group)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) dan Satu Kahkonen, Country Director World Bank Indonesia dan Timor Leste, saat pertemuan di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) dan Satu Kahkonen, Country Director World Bank Indonesia dan Timor Leste, saat pertemuan di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. (Foto: Dok. ATR/BPN)