Bebani Industri Properti Tanah Air, DPP REI Minta UU HKPD Dikaji Ulang

UU HKPD dinilai merupakan disinsentif terhadap sektor properti Tanah Air, lantaran mengatur kenaikan tarif PBB dari 0,3% menjadi 0,5% atau meningkat sekitar 66,67%.

Joko Suranto, Ketua Umum DPP REI 2023 - 2027 (Foto: Dok. Pribadi/FB)
Joko Suranto, Ketua Umum DPP REI 2023 - 2027 (Foto: Dok. Pribadi/FB)

RealEstat.id (Jakarta) – Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia (DPP REI) menilai, beberapa poin kebijakan yang termaktub di dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) dinilai akan semakin membebani masyarakat, pelaku usaha dan berpotensi menurunkan minat investasi baru, termasuk di sektor properti.

Sebagai contoh, kenaikan tarif Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta pajak hiburan untuk aktivitas pariwisata. Sementara, kebijakan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dengan tarif maksimal 5% diperkirakan juga dapat memberatkan dunia usaha, terutama dalam jual beli properti.

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan, meski ditujukan untuk mengharmonisasi pengelolaan desentralisasi fiskal pusat dan daerah, namun UU HKPD dinilai akan menambah beban ekonomi masyarakat yang sedang dalam proses pemulihan pasca pandemi Covid-19. Untuk itu, DPP REI pun mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang kenaikan tarif pajak tersebut.

Baca Juga: Kementerian PUPR Pangkas Sejumlah Peraturan Guna Permudah Penyaluran Bantuan Perumahan

“Kami berbicara atas pertimbangan kepentingan umum yang luas bahwa saat ini perekonomian masyarakat dan aktivitas di sektor pariwisata belum pulih sepenuhnya setelah pandemi lalu. REI menilai penerapan kebijakan tarif PBB dan pajak hiburan di UU HKPD harus ditunda. Untuk selanjutnya dilakukan kajian ulang yang lebih mendalam dengan melibatkan seluruh stakeholder termasuk menyusun formula insentifnya,” tegas Joko Suranto kepada awak media di Jakarta, Kamis (25/1/2024).

Selain ekonomi masyarakat yang masih sulit, imbuhnya, penundaan kenaikan tarif kedua pajak tersebut juga didasari oleh kendala sumber daya manusia (SDM).

Menurut Joko, tidak semua daerah bisa segera membuat peraturan daerah (Perda) dan peraturan kepala daerah (Perkada) sebagai aturan teknis dari UU HKPD. Apalagi tahun ini ada pemilihan umum (Pemilu), sehingga kepala daerah dan DPRD dipastikan fokus untuk menyambut perhelatan politik tersebut.

UU HKPD Bebani Sektor Properti

Sebelumnya, Pemerintah telah mengesahkan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) pada 5 Januari 2022.

Undang-undang HKPD diterbitkan untuk memperkuat desentralisasi fiskal guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Terdapat empat pilar yang menjadi latar belakang terbitnya UU HKPD antara lain: (a) mengurangi ketimpangan vertikal dan horizontal, (b) Penguatan Local Taxing Power, (c) Peningkatan Kualitas Belanja Daerah, dan (d) Harmonisasi Belanja antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.

Baca Juga: Kementerian PUPR Lakukan Review dan Percepatan Program Perumahan, Ini Hasilnya!

Namun ternyata, regulasi ini menghasilkan disinsentif terhadap sektor properti Tanah Air, seperti kenaikan tarif PBB yang diatur dalam Pasal 41 UU HKPD. Disebutkan, tarif baru PBB ditetapkan sebesar paling tinggi 0,5% atau naik dari sebelumnya paling tinggi 0,3%.

Besaran pajak selanjutnya akan ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah. PBB adalah pajak terhadap lahan bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan.

Joko Suranto Ikang Fawzi DPP REI UU HKPD realestat.id dok
Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto (kiri) didampingi Wakil Ketua DPP REI, Ikang Fawzi saat memaparkan persoalan di industri properti terkait UU HKPD di Jakarta, Kamis, 25 Januari 2024. (Foto: Dok. realestat.id)

Sementara itu, pajak hiburan ditetapkan paling rendah 40% - 75%. Ketentuan ini mengacu kepada Pasal 58 UU HKPD terkait Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT).

Tarif PBJT ini diberlakukan untuk diskotek, karaoke, kelab malam, bar, pijat refleksi dan mandi uap/spa. Besaran tarif pajak selanjutnya ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah.

Baca Juga: Kompetisikan 12 Kategori, FIABCI Indonesia-REI Excellence Award 2023 Apresiasi Proyek Perumahan Subsidi

Lebih lanjut, Joko Suranto menambahkan, kenaikan tarif tertinggi PBB dari 0,3% menjadi 0,5% atau meningkat sekitar 66,67% akan membuat banyak masyarakat khususnya di kelompok tertentu seperti masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), masyarakat berpenghasilan tidak tetap, pensiunan dan orang lanjut usia di perkotaan kesulitan untuk membayar PBB.

Dia mengkhawatirkan, banyak di antara mereka yang akhirnya terpaksa menjual rumah atau tanahnya dan pindah ke pinggiran kota. Terlebih, tarif PBB baru itu belum membedakan antara tarif untuk perseorangan (non-bisnis) dan bisnis.

“Bahkan untuk dunia usaha, kenaikan tarif pajak lebih dari 66% itu sulit ditolerir. Karena saat ini kenaikan di atas 10% saja sudah meresahkan pelaku usaha properti, karena tanah tersebut dibeli dengan dana sendiri untuk dikembangkan dan kemudian diserahkan kepada pemilik rumah dan pemerintah daerah terkait fasos/fasum,” jelas Crazy Rich Grobogan ini.

Apalagi, mayoritas pengembang saat ini masih kesulitan untuk menyelesaikan restrukturisasi utang mereka di bank akibat dampak pandemi.

Baca Juga: Pengurus 2023 - 2027 Dikukuhkan, Ini Tiga Prioritas dan Enam Badan Strategis DPP REI

Oleh karena itu, DPP REI mengusulkan agar diterapkan kebijakan tarif PBB untuk pengembang yang mempertimbangkan antara lain luas lahan, periode pengembangan, serta pengembangan infrastruktur kawasan.

“Kami mengusulkan agar kebijakan PBB untuk pengembang dengan kebijakan DPP NJOP 20% dan tarif 0,1% hanya untuk lahan yang masih belum dikembangkan dan belum diserahkan kepada pemiliknya. Sedangkan untuk lahan yang sudah diserahkan, maka pemerintah daerah dapat menerapkan tarif normal,” tutur CEO Buana Kassiti Group ini.

Joko Suranto meyakini, dengan kebijakan tersebut sektor properti mampu memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap perekonomian daerah termasuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) dan penyerapan tenaga kerja.

UU HKPD menyebutkan bahwa penyesuaian tarif PBB dilakukan tiga tahun sekali oleh pemerintah daerah. Dasar Pengenaan Pajak Nilai Jual Objek Pajak (DPP NJOP) dihitung berkisar 20% sampai dengan 100%.

Sementara penetapan NJOP ditetapkan berdasarkan harga rata-rata transaksi yang terjadi atau nilai NJOP sekitar jika di kawasan itu belum terjadi transaksi jual beli oleh Penilai Pajak sesuai PMK No. 234/Tahun 2022.

Baca Juga: Resmi Jadi Ketua DPP REI, Ini Program Kerja Joko Suranto, Sang 'Crazy Rich Grobogan'

Perlu Stimulus dan Insentif Dari Pemerintah

Di samping UU HKPD, Joko Suranto juga menyoroti kebijakan ekonomi pemerintah di 2024 yang belum menawarkan insentif di sektor properti. Padahal, program pemulihan ekonomi yang telah dicapai selama 2023 perlu terus dilanjutkan secara berkesinambungan agar memenuhi proyeksi pertumbuhan ekonomi sekitar 5% di tahun 2024.

“Kami belum mendengar pernyataan menteri-menteri di bidang perekonomian mengenai apa saja stimulus dan insentif yang disiapkan pemerintah di 2024 untuk sektor properti. Justru di awal tahun, sektor properti mendapat disinsentif seperti kenaikan tarif PBB dan pajak hiburan dengan dikeluarkannya UU HKPD ini,” ujarnya.

Pernyataan resmi dari pemerintah mengenai stimulus dan insentif untuk dunia usaha di 2024 sangat ditunggu, karena diyakini akan menjadi sentimen positif untuk memacu semangat pelaku usaha bergerak meskipun di tahun politik.

“Menteri-menteri ekonomi ayo kembali fokus bekerja mengurusi ekonomi. Kami berharap mereka memperlihat etos kerja dan keseriusan untuk mendukung pertumbuhan dunia usaha, memacu investasi dan pada akhirnya nanti dapat membuka lebih banyak lapangan kerja bagi masyarakat. Salah satunya melalui sektor properti yang sudah teruji sebagai backbone bagi 185 industri lainnya termasuk industri manufaktur padat karya,” ungkap Joko Suranto.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Foto: Realestat.id
Foto: Realestat.id
Perumahan Subsidi (Foto: Dok. BP Tapera)
Perumahan Subsidi (Foto: Dok. BP Tapera)