RealEstat.id (Jakarta) - Arsitektur hijau (green architecture) menjadi tren baru di masa pandemi seperti saat ini. Gaya hidup sehat yang mengedepankan tata ruang terbuka dan lanskap hijau mulai banyak diadaptasi.
Hal ini tentu saja menjadi tantangan dan peluang bagi para arsitek dan perencana lingkungan. Mereka berlomba mengembangkan kreasi arsitektur hijau untuk diterapkan di bangunan hunian, lingkungan permukiman, ruang terbuka hijau di perkotaan, serta ruang terbuka publik dalam usaha beradaptasi dengan perubahan perilaku baru di masyarakat.
Baca Juga: Kampung Pecinan: Keindahan yang Tergerus Roda Ekonomi
Jika arsitek melakukan adaptasi desain pada karya arsitekturnya untuk memenuhi persyaratan kesehatan di era new normal, maka para arsitek lanskap harus menangkap peluang perubahan konsep arsitektur yang terdapat di ruang terbuka hijau, sesuai tuntutan environmental quality improvement.
"Untuk menciptakan rumah dan lingkungan hunian yang sehat diperlukan tiga hal penting, yakni cahaya alami, sirkulasi udara, dan media," kata Ketua Umum IALI (Ikatan Ahli Lanskap Indonesia), Dian Heri Sofian, saat menjadi keynote speech pada seminar online bertajuk "Arsitektur Hijau – inspirasi & Adaptasi", Kamis (17/12/2020). Acara menarik yang diikuti 354 peserta ini dipandu oleh Quintarina Uniaty, Arsitek Lanskap dari Univesitas Trisakti.
Baca Juga: Kiat Arsitek dan Dunia Arsitektur di Masa Pandemi
Pada kesempatan tersebut, Dian Heri Sofian mengapresiasi seminar yang diselenggarakan Majalah Asrinesia dan Kenari Djaja tersebut. Menurutnya, seminar kali ini mengangkat peran arsitek lanskap dalam berkontribusi bagi kebutuhan masyarakat dan lingkungannya di era pandemi. Peran ini sangat penting menjadikan ruang terbuka hijau untuk memberi pengaruh sehat, menambah fungsi aktivitas baru, disamping aspek keindahan sebagai taman.
"Arsitektur lanskap tidak hanya terkait dengan pohon. Jadi, arsitek lanskap bukan tukang pohon, dan desain lanskap bukan memilih pohon," katanya.
Kota Selaras Alam
Dalam pemaparannya, Nirwono Joga, Arsitek Lanskap yang juga seorang pengamat lingkungan mengangkat tema ‘Strategi Kota Selaras Alam’. Dia menjelaskan, potensi arsitek lanskap dalam mengolah ruang terbuka hijau (RTH) bisa menghasilkan karya yang dominan dan memiliki daya tarik timbal balik terhadap lingkungan sekitar.
"Saat ini, kota harus dikembangkan agar lebih hijau, lebih layak huni, dan berkelanjutan. Untuk itu, seyogianya setiap wilayah memiliki kebijakan program penghijauan yang berkontribusi terhadap perencanaan tata ruang wilayah," kata Yudi—sapaan akrab Nirwono Joga.
Baca Juga: Pandemi Membuat Hunian di Perkotaan Lebih Humanis
Dia juga menyoroti pentingnya taman di kehidupan perkotaan saat ini. Menurutnya, taman dapat menjadi lokasi untuk berolah raga, bersantai, dan melepas stres di masa krisis. Taman juga dapat menjadi identitas sebuah kawasan, salah satunya dengan menanam pohon-pohon endemik yang menjadi ciri khas suatu daerah.
"Namun, hal yang paling penting diperhatikan adalah regulasi dan perundang-udangan terkait taman dan ruang terbuka hijau, mulai tingkat pusat hingga daerah," imbuhnya.
Kota Hijau, Kota Sehat
Sementara itu, Budi Faisal, Ketua Program Magister Arsitektur Lanskap ITB menjelaskan manfaat arsitektur hijau yang ramah terhadap lingkungan dalam materi berjudul "Beyond Green Architecture'.
Founder Urban Landscape Hub (ULH) ini menuturkan bagaimana adaptasi arsitektur lanskap terhadap arsitektur di sekitarnya yang meningkatkan sistem nilai keruangan sebagai sebuah konsepsi perwujudan rancangan arsitektur yang terbuka, komunikatif, ramah lingkungan dan sehat.
Baca Juga: Arsitektur dan Desain di Era 4.0, Peluang atau Tantangan?
"There is no green architecture without green city, and there is no green city without green region—tidak ada arsitektur hijau tanpa kota hijau, dan tidak ada kota hijau tanpa kawasan hijau," kata Budi.
Lebih lanjut dia menjelaskan, sebuah kota sehat adalah kota yang secara terus menerus menciptakan dan meningkatkan lingkungan fisik dan sosial serta memperluas sumber daya komunitas yang membuat masyarakat mensuport satu sama lain dalam mengejawantahkan fungsi kehidupan dan mengembangkan potensi maksimal mereka. Jadi sebuah kota sehat adalah sebuah proses, bukan sebuah hasil. Kota sehat adalah kesadaran akan kesehatan dan udaha untuk memperbaikinya.
Tanaman "Memeluk" Rumah
Pada acara tersebut, ahli pertamanan Heri Syaefudin, pendiri Gonku Nursery melengkapi materi arsitektur lanskap dan penataan taman pada lingkungan bangunan, dengan menjelaskan material lanskap dan vegetasi tumbuhan lokal yang memiliki kekayaan karakteristik.
Heri Gonku—demikian dia akrab disapa—memperlihatkan beberapa contoh karya desain taman yang memiliki pertimbangan konsep fungsi ekologis dan estetika disampaikan dalam topik ‘Vegetasi Memeluk Massa Bangunan’.
"Manusia sering kali merusak tanaman dan vegetasi yang ada di lokasi pembangunan hunian. Padahal manusia bisa beradaptasi dengan pohon-pohon yang sudah ada sebelumnya. Misalnya dengan membuat vegetasi yang memeluk massa bangunan, di mana pohon 'menembus' lantai rumah," jelasnya.
Baca Juga: Catat: Arsitektur dan Desain Tradisional Indonesia Berkelas Dunia!
Pada kesempatan yang sama, Hendry Sjarifudin, Direktur PT Kenari Djaja Prima mengatakan, pembahasan seputar dunia arsitektur lansekap merupakan hal baru bagi Kenari Djaja.
"Meski demikian, kami tetap mendukung seminar ini yang erat kaitannya dengan dunia arsitektur bangunan dan gedung yang menjadi kebutuhan hidup manusia termasuk di Indonesia," ujar Hendry Sjarifudin.
Berbeda dengan Sri Murdiningsih, CEO Majalah Asrinesia, yang sejak awal lahirnya sudah mengusung pentingnya kehadiran arsitektur lanskap dalam kehidupan manusia dan lingkungan yang semakin modern.
"Peran Arsitek Lansekap sangat dibutuhkan dalam membangun Indonesia yang ramah dengan alamnya sebagai tujuan wisatawan dunia," pungkasnya.