RealEstat.id (Jakarta) - Kendati pandemi COVID-19 belum lagi usai, namun harga sewa properti ritel, terutama pusat perbelanjaan tidak mengalami penurunan drastis.
Pasokan ruang pusat perbelanjaan yang terbatas, disinyalir membantu para pemilik gedung untuk menjaga kestabilan harga sewa properti ritel hingga akhir tahun. Demikian hasil riset konsultan properti Cushman & Wakefield yang diterima redaksi RealEstat.id.
Baca Juga: Ruang Perkantoran Jakarta: Pasokan Tertunda, Permintaan Terhenti
"Beberapa brand ritel kemungkinan akan dapat mengambil kesempatan ini untuk mencari lokasi yang unggul untuk rencana ekspansi ritel pasca-pandemi," tutur Lini Djafar, Executive Director Retail Cushman & Wakefield Indonesia.
Menurutnya, para peritel perlu meningkatkan strategi penjualan omni channel—di mana pelanggan bisa menggunakan lebih dari satu channel penjualan seperti toko fisik, e-commerce, m-commerce, social commerce, dan lain lain—dengan memberdayakan teknologi termasuk penjualan virtual untuk menarik konsumen. Pasalnya, sarana ini terus berkembang sebagai transaksi utama bagi konsumen, terutama para konsumen muda yang terbiasa dengan teknologi.
Tidak Ada Pasokan Ruang Ritel Baru
Di awal Juni, pemerintah mulai melonggarkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang diterapkan untuk mencegah penyebaran COVID-19. Dalam masa “PSBB Transisi” ini, pusat perbelanjaan di Jakarta diizinkan beroperasi secara bertahap mulai 15 Juni 2020 dengan tetap menjalankan protokol kesehatan yang ketat, termasuk membatasi jumlah pengunjung secara umum.
Properti ritel sektor rekreasi seperti bioskop, pusat kebugaran, karaoke, tempat bermain anak, dan tipe operator lain yang dianggap berisiko tinggi dalam penyebaran COVID-19, masih dalam tahap peninjauan untuk pembukaan kembali di fase relaksasi PSBB selanjutnya.
Baca Juga: Pasar Apartemen Sewa Jakarta: Permintaan Turun, Harga Stagnan
Pasokan baru dari beberapa proyek seperti Green Sedayu Mall dan Senayan Park (yang awalnya dijadwalkan buka pada kuartal I-2020) kini diproyeksikan untuk masuk ke pasar pusat perbelanjaan Jakarta pada kuartal ketiga.
"Tidak ada pasokan baru yang tercatat di enam bulan pertama 2020 dan beberapa proyek yang direncanakan dibuka di 2020 telah ditunda hingga 2021," kata Lini Djafar.
Permintaan Ruang Ritel Terjun Bebas
Sesuai prediksi Cushman & Wakefield, penutupan mal selama tiga bulan menimbulkan dampak pada para penyewa, terutama peritel kecil, yang tidak dapat bertahan dan memutuskan tutup secara permanen. Hal ini menyebabkan penurunan tingkat okupansi pusat perbelanjaan sebesar 1,3% menjadi 79,5% dibanding kuartal sebelumnya.
Keadaan ini dipersulit dengan jumlah pengunjung yang terbatas di mal, sehingga beberapa peritel memutuskan untuk memperpanjang masa fit-out atau menunda aktivitas fit-out hingga waktu yang belum ditetapkan, yang menambah tantangan pada tingkat hunian di kuartal II-2020.
Baca Juga: Usaha Parkir Butuh Relaksasi Pajak Demi Bertahan Di Tengah Covid-19
Sejak awal masa pandemi, permintaan untuk ruang ritel telah menurun secara signifikan. Walau demikian, beberapa penyewa tetap optimistis bahwa bisnis mereka akan pulih pada 2021 dan terus mencari lokasi baru untuk ekspansi bisnis di tahun depan.
"Penyewa diproyeksikan akan lebih berfokus untuk mengakselerasikan integrasi penjualan online dan offline mereka untuk menjaga dan meningkatkan bisnis selama kondisi pandemi ini," jelas Lini.
Harga Sewa dan Service Charge Stagnan
Cushman & Wakefield mencatat, rata-rata biaya sewa dan service charge di pusat perbelanjaan Jakarta tidak mengalami perubahan jika dibandingkan dengan kuartal sebelumnya, meski jumlah permintaan berkurang.
Harga sewa rata-rata berada di Rp807.700,00 per meter persegi per bulan untuk toko khusus (specialty store) di lantai dasar, sementara service charge rata-rata berada di Rp190.400,00 per meter persegi per bulan.
Baca Juga: New Normal, Agung Podomoro Terapkan Protokol Kesehatan di Semua Pusat Perbelanjaan
Beberapa pemilik mal bersiap untuk meninjau kondisi bisnis penyewa secara individu terkait pandemi dalam basis case-by-case, dengan peritel ‘esensial’ (peritel dengan bisnis yang tetap kuat di saat pandemi) diharapkan untuk tetap membayar sewa sesuai dengan kontrak yang telah disetujui, sementara penyewa yang terkena dampak terbesar dapat diberikan keringanan biaya sewa atau penundaan pembayaran yang disepakati.
"Kondisi ini diproyeksikan untuk tetap bertahan hingga akhir tahun 2020 selagi pandemi tetap berjalan," pungkas Lini Djafar.