Minimalkan Dampak Lingkungan, Industri Data Center Mesti Perhatikan 3 Hal Ini

Operator data center secara bertahap beradaptasi untuk mengakomodasi standar lingkungan yang semakin ketat dari para investor dan pengguna.

Data center elektrikal (Foto: Pixabay.com)
Data center elektrikal (Foto: Pixabay.com)

RealEstat.id (Jakarta) – Meningkatnya permintaan data center, turut mengangkat isu seputar lingkungan. Beberapa pelaku industri data center ini menyerukan agar pedoman pelaporan dilakukan lebih ketat untuk membantu meminimalkan jejak lingkungan (environmental footprint).

Laporan terbaru yang dirilis Cushman & Wakefield mengenai Energy, Water, Carbon: A New 'Trinity' for Measuring Data Centre Sustainability, menyerukan agar penggunaan air, emisi karbon, dan penggunaan energi ("trinitas") juga diukur untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai dampak lingkungan dari industri data center yang sebenarnya.

Power Usage Efficiency (PUE)—pengukuran tradisional atas keberlanjutan data center—dihitung dengan membagi total daya dari fasilitas dengan energi yang digunakan oleh peralatan IT. Carbon Usage Effectiveness (CUE) mengukur karbon emisi dari data center saat efisiensi penggunaan air atau Water Usage Efficiency (WUE) melacak berapa banyak air yang digunakan untuk pendinginan dan kebutuhan operasional lainnya.

Baca Juga: Data Center Dominasi Serapan Lahan Industri Jakarta di Semester I 2022

Industri data center telah membuat kemajuan signifikan untuk PUE selama beberapa tahun terakhir; rata rata industri telah turun sekitar 2,5 pada tahun 2007 menjadi 1,5 saat ini.

Tetapi keterbatasan dalam mengukur hanya daya, menjadi semakin jelas seiring dengan perkembangan industri, kata moderator webinar dan Managing Director, Data Center & New Initiatives Cushman & Wakefield India, Vivek Dahiya.

“Mencapai PUE yang lebih rendah sangat bergantung terhadap geografi dan iklim dari lokasi data center. Hal tersebut mudah untuk dicapai di bagian atas belahan bumi utara namun sangat sulit di dekat khatulistiwa di mana lebih banyak daya yang diperlukan untuk pendinginan.”

Baca Juga: Asia Pasifik Akan Jadi Kawasan Data Center Terbesar Dunia, Dekade Mendatang

Dahiya mengatakan bahwa operator data center secara bertahap beradaptasi untuk mengakomodasi standar lingkungan yang semakin ketat dari investor dan penghuni.

“Investor, operator dan penghuni data center masing-masing memiliki ambisi Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola (LST) mereka sendiri. Tantangan bagi industri ini sekarang adalah untuk terus meningkatkan standar dasar untuk memastikan bahwa semua persyaratan dapat diakomodasi di bawah satu atap. Daya tahan dari sebuah kolokasi data center hanya sama dengan daya tahan dari klien nya yang paling rentan.”

Sementara itu, Co-head of Sustainability Services dari Cushman & Wakefield China, Alton Wong mengatakan bahwa sementara beberapa operator mengetahui standar pengukuran CUE dan WUE, hanya sedikit yang mengadopsinya.

Baca Juga: Indonesia Jadi Pasar Incaran Operator Data Center Dunia

“Selama kita melihat peningkatan digitalisasi dari semua hal, mulai dari perbankan, manufaktur hingga komunikasi dan media, permintaan akan data center akan terus bertumbuh. Satu-satunya cara untuk menjamin masa depan dari sektor ini adalah dengan memastikan standar peraturan berjalan dengan kecepatan yang sama. Trinitas adalah langkah ke arah yang benar.”

Wong mengatakan bahwa perusahaan yang telah menetapkan target LST yang ambisius sekarang mencari cara praktis untuk mencapainya. Menurutnya, langkah pertama untuk mengurangi emisi karbon adalah dengan mengukurnya. Trinitas pengukuran karbon, air, dan listrik dapat memberikan dasar yang jauh lebih terinformasi dari mana perbaikan
dapat dilakukan.

“Pada akhirnya, keberlanjutan bukan hanya tentang satu metrik, tapi mengenai peningkatan dampak data center terhadap lingkungan secara keseluruhan,” pungkas Alton Wong.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)