RealEstat.id (Jakarta) – Dewan Pengurus Daerah (DPD) Realestat Indonesia (REI) DKI Jakarta kembali merilis hasil riset tentang Perkembangan Industri Realestat di 2023.
Sebanyak 83% responden dari 360 perusahaan pengembang anggota DPD REI DKI Jakarta menyatakan, kemudahan perizinan membangun menjadi kunci membaiknya kondisi sektor realestat di masa yang akan datang.
Arvin F. Iskandar, Ketua DPD REI DKI Jakarta mengatakan, meski tahun depan adalah tahun politik, sebagian pengembang yakin sektor realestat tidak terpengaruh. Pengembang pun berharap, sektor realestat tahun depan akan jauh lebih baik.
Baca Juga: Dampak Pandemi Pada Pasar Properti Jabodetabek: Riset DPD REI DKI Jakarta
"Dorongan optimistis itu lantaran adanya kemudahan perizinan/ persyaratan dalam mengembangkan proyek, serta stabilitas suku bunga perbankan,” papar Arvin F. Iskandar saat press conference hasil riset 'Perkembangan Industri Realestat 2023' di Kantor Sekretariat DPD REI DKI Jakarta, Rasuna Office Park, Jakarta, Jumat (1/9/2023). Acara ini juga dihadiri oleh Augusman Turnip, Sekretaris DPD REI DKI Jakarta.
Berdasarkan hasil riset tersebut, Arvin mengatakan, sebanyak 43,4% Anggota DPD REI DKI Jakarta berharap industri properti tahun 2024 jauh lebih baik dari tahun sebelumnya dan menyatakan kemudahan perizinan/persyaratan menjadi harapan di tahun 2024.
Dalam kurun waktu 2023, sebanyak 94,31% responden membangun proyek hunian, berupa perumahan dan apartemen. Dengan rincian, 55,52% mengembangkan perumahan menengah dan atas, 28,47% mengembangkan perumahan bawah dan sebanyak 10,32% mengembangkan apartemen jual.
Baca Juga: REI DKI Jakarta: KPR Makin Susah Diakses Masyarakat, Ini Sebabnya!
Menurut Arvin, anggota REI DKI Jakarta menyatakan produk properti yang memberikan kinerja terbaik di tahun 2023 adalah jenis hunian berupa perumahan dan apartemen. Dengan rincian: 60,1% perumahan menengah atas, 28,1% perumahan bawah/RST dan 5,7% apartemen strata.
Hal ini berbeda dengan hasil riset sebelumnya di tahun 2020, yakni sebanyak 65,5% Anggota DPD REI DKI Jakarta menyatakan perumahan bawah/RST/FLPP adalah produk yang memberikan kinerja terbaik,” ujar Arvin.
Sementara itu dari sisi pembiayaan, baik untuk konsumen maupun kredit konstruksi bagi pengembang. Mayoritas sama-sama membutuhkan pendanaan perbankan. 63,7% menyatakan tidak ada alternatif pembiayaan lain yang sedang/akan diambil selain perbankan.
Dibandingkan dengan persyaratan kredit, pengurangan pajak, LTV/DP, pengurangan NJOP maka pengembang menilai bahwa Kebijakan pemerintah yang mampu memberikan dampak yang lebih baik pada perkembangan sektor realestat adalah kebijakan terhadap suku bunga kredit.
Baca Juga: Dibuka Wagub, Rakerda REI DKI Jakarta 2022 Bahas Potensi Properti Jelang Perpindahan IKN
“Hasil survei itu juga memberikan gambaran bahwa pendanan dari obligasi, sukuk, Dire, MTN, pembiayaan start up properti, IPO, KSO, dll, masih minim dimanfaatkan dalam membangun proyek. Sebanyak 63,7% anggota REI DKI menyatakan tidak ada alternatif pembiayaan lain yang sedang/akan diambil selain perbankan,” tambahnya.
Sedangkan dari kebutuhan ekpansi, sebanyak 39,5% dari pengembang membutuhkan capital expenditure (capex) sekitar Rp 50 milyar, lebih tinggi 20,9% dibanding kebutuhan capex pada tahun 2020. Dan sebanyak 17,5% pengembang membutuhkan capex di atas Rp 900 milyar di tahun 2020, sedangkan di tahun 2023 hanya 4,3% yang membutuhkan capex di atas 900 milyar.
Adapun sarana promosi yang paling banyak digunakan oleh pengembang Anggota REI DKI Jakarta dalam menjual produknya adalah lewat media sosial. Sebanyak 92,5% pengembang menyatakan bahwa media sosial merupakan sarana promosi yang efektif.
Baca Juga: Permintaan Perumahan Kelas Atas Meningkat di Semester I 2023: Survei Cushman & Wakefield
Sisanya (64,1%) lewat pameran, (52,57%) lewat billboard/papan iklan dan 37,7% melalui marketplace. Sedangkan media cetak/tv dan elektronik menjadi media promosi yang paling sedikit dipilih.
Pada kesempatan yang sama, Chandra Rambey, Wakil Ketua DPD REI DKI Jakarta Bidang Riset dan Hubungan Luar Negeri, selaku penangung jawab riset mengungkapkan, riset yang dilakukan oleh DPD REI DKI Jakarta ini adalah yang ketiga kali dan dilakukan secara berkala.
Riset dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode pengumpulan data primer berupa survei melalui penyebaran kuesioner atau wawancara.
Responden yang dituju adalah para pengembang anggota REI DKI Jakarta, dengan kurun waktu survei sekitar tiga bulan dari April - Juli 2023. Tujuannya memberikan informasi sekaligus memudahkan pelaku usaha dan konsumen dalam mengambil keputusan.
Baca Juga: Kementerian Perumahan Rakyat: Layakkah Dihidupkan Kembali?
“Riset dan survei ini kami lakukan sendiri. Dari hasil riset, kami selaku pelaku usaha bisa mendapatkan gambaran dan mengetahui persepsi para pengembang anggota. Sekaligus menjadi pedoman untuk merancang strategi pengembangan produk, sesuai profil industri,” ungkap Chandra Rambey.
Sedangkan untuk pemerintah maupun stakeholder terkait lainnya, imbuh Chandra, mereka bisa membuat kebijakan atau evaluasi tindakan untuk bisa menggerakkan roda ekonomi.
“Riset ketiga ini tentu sudah lebih baik dari sebelumnya karena indikator persepsi yang kami survei lebih lengkap. Kami mewancarai responden terkait persepsi mereka soal kondisi makro dan mikro, tantangan dalam menjalankan usaha serta persepsi RTRW DKI 2014-2023. Dan tentu saja soal produk-produk realestat yang dibangun pengembang,” pungkas Chandra Rambey.
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News