Dampak Pandemi Pada Pasar Properti Jabodetabek: Riset REI DKI Jakarta

Akibat pandemi, kondisi sebagian besar anggota DPD REI DKI Jakarta semakin melemah lantaran penurunan aktivitas ekonomi.

Perumahan Jakarta Garden City (Foto: Dok. Modernland)
Perumahan Jakarta Garden City (Foto: Dok. Modernland)

RealEstat.id (Jakarta) - Untuk memberikan gambaran, sekaligus memudahkan pelaku usaha dan konsumen properti dalam mengambil keputusan, Dewan Pengurus Daerah Real Estat Indonesia (DPD REI) DKI Jakarta kembali melakukan Riset Realestat. Riset yang dilakukan kepada para pengembang yang terdaftar sebagai anggota DPD REI DKI Jakarta, kali ini juga menyasar lokasi proyek yang tersebar di sekitar Jakarta, yakni Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). 

Menurut Arvin F. Iskandar, Ketua DPD REI DKI Jakarta menjelaskan, riset dan survei yang dilakukan berkala setiap tahun tersebut merupakan salah satu program kerja strategis REI DKI Jakarta. 

“Riset dan survei ini dilakukan sendiri oleh REI DKI Jakarta. Dari hasil riset, kami khususnya sebagai pelaku usaha bisa mendapatkan gambaran dan mengetahui persepsi para pengembang anggota. Sekaligus menjadi pedoman untuk merancang strategi pengembangan produk, sesuai profil industri. Sedangkan untuk pemerintah maupun stakeholder terkait lainnya, mereka bisa membuat kebijakan atau evaluasi tindakan untuk bisa menggerakkan roda ekonomi,” tutur Arvin F. Iskandar.

Baca Juga: Pasokan Apartemen di Jakarta Tidak Bergerak Akibat Pandemi COVID-19

Terkait hasil riset dan survei, Arvin mengatakan, hampir semua pengembang di Jabodetabek dalam kurun waktu beberapa tahun belakangan ini mengalami penurunan penjualan. Namun pada akhir tahun 2019 sudah mulai membaik.

“Tahun lalu sebetulnya berat. Tetapi kami masih optimistis dan itu tercermin dari hasil riset REI DKI Jakarta, di mana 73% menyatakan bahwa kondisi properti sama atau bahkan lebih baik dari tahun sebelumnya. Sebanyak 61% menyatakan penjualan produk tahun 2019 sama atau bahkan lebih baik dari  tahun sebelumnya. Dari sisi regulasi dan dukungan pembiayaan demikian juga,” terang Arvin.

Sebanyak 86,5% menyatakan bahwa suku bunga kredit memberikan dampak lebih baik bagi iklim usaha. 79,3% menyatakan pemerintah sudah cukup baik, bahkan sangat baik dalam menyediakan infrastruktur. 

Baca Juga: Strategi Penjualan Omni Channel Perlu Dimanfaatkan di Sektor Properti Ritel

Kendati awal 2020 industri realestat/properti digempur pandemi Covid-19, Arvin berharap berbagai stimulus yang diberikan pemerintah bisa dieksekusi pelaku usaha.

“Hampir semua subsektor realestat terdampak. Okupansi hotel maksimum tinggal 15% - 20%. Demikian juga dengan ritel. Beberapa anggota kami yang kesulitan sudah meminta rescheduling utang ke perbankan. Namun, tidak gampang,” keluhnya. 

Untuk jenis residensial, Arvin mendapat banyak laporan dari anggota REI jika semakin banyak pengembang yang susah melakukan akad kredit terkait persyaratan perbankan. Beragam strategi untuk bertahan dilakukan. Di antaranya menekan biaya operasional semaksimal mungkin, gimmix marketing, serta pemberian subsidi bunga oleh pengembang.

Baca Juga: Pasar Perumahan Primer Jakarta Meningkat, Ini Penyebabnya!

“Gerak cepat pemerintah sangat diperlukan. Permudah perizinan. Kita tentu tidak berharap terjadi resesi. Pengembang harus kerja sangat keras untuk bisa bertahan. Akibat pandemi, kondisi sebagian besar anggota terutama di DKI Jakarta semakin melemah akibat penurunan aktivitas ekonomi. Tingkat penjualan drop, sementara biaya yang harus dikeluarkan tetap,” ujar Arvin.

Kepada Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Arvin tetap berharap untuk menggairahkan bisnis properti dengan memberikan keringanan pajak hotel dan restoran dalam menghadapi pandemi virus corona. Beberapa permintaan REI DKI Jakarta di antaranya adalah: pemberian diskon 50% Pajak Bumi dan Bangunan untuk tahun 2019, penundaan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) 2020-2021, tanpa denda, potongan pajak reklame 50%, dan PPh + pajak hotel tidak diberlakukan karena selama 5 bulan banyak hotel dan bisnis ritel yang tutup tidak operasional. Tidak hanya itu, Arvin juga minta Tarif PLN dan Gas diberikan diskon.

“Kami meminta otoritas berwenang mempertimbangkan stimulus agar jangan sampai pengembang mengalami kesulitan untuk membayar kredit. Beri kami ruang gerak dulu, minimum sampai akhir tahun,” harap Arvin.

Hasil Riset REI DKI Jakarta
Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Riset dan Hubungan Luar Negeri DPD REI DKI Jakarta, Chandra Rambey mengungkapkan bahwa riset dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif dengan metode pengumpulan data primer berupa survei melalui penyebaran kuesioner atau wawancara. Tujuannya, untuk mengetahui siapa responden, apa yang difikirkan dan dirasakan atau kecenderungan suatu tindakan.

Persepsi Anggota REI DKI Jakarta terkait dengan perkembangan industri realestat terakhir dan kinerja produk yang dikembangkan oleh anggota REI DKI Jakarta.

Baca Juga: Kinerja Pasar Perumahan Banten Naik Dua Kali Lipat

Survei dilakukan kuartal pertama tahun 2020 untuk memotret perkembangan industri properti pada tahun sebelumnya. Riset kedua ini tentu sudah lebih baik dari sebelumnya karena indikator persepsi yang kami survei lebih lengkap dari yang pertama, namun belum menangkap secara utuh dampak covid-19 terhadap industri realestat,” ujar Rambey yang menjadi penanggungjawab riset.

Berdasarkan survei yang dilakukan, menurunnya daya beli masyarakat menjadi pemicu penurunan kinerja penjulan untuk semua sektor produk realestat yang dikembangkan. Sebanyak 62,7% berpendapat faktor yang paling mempengaruhi penjualan realestat tahun 2019 adalah menurunnya daya beli masyarakat. 

Data ini agak berbeda dengan riset REI DKI Jakarta sebelumnya di mana tingginya persaingan menjadi faktor utama penurunan penjualan, namun pada riset REI DKI Jakarta 2020 hanya 34,7% berpendapat tingginya persaingan di antara pengembang menjadi faktor penyebab turunnya penjualan.  Di sisi pembiayaan, Pembiayaan melalui Perbankan masih menjadi yang paling banyak digunakan baik untuk Kredit Investasi dan Kepemilikan Rumah.

Baca Juga: 6 Wajah Bisnis Properti Tanah Air di Era “New Normal”

Dari hasil survei yang dilakukan semester I-2020 lalu ini, di antara beberapa indikator memperlihatkan bahwa menurut pengembang, Perizinan (82%), Pajak dan Restribusi (81%) serta Kondisi Makro Ekonomi (81%) sangat mempengaruhi iklim investasi di bidang realestat. Sedangkan kemudahan pembiayaan dari perbankan/pasar modal (76,6%), harga lahan (62,3%) dan biaya konstruksi (52,8%).

Dalam hal jenis produk, maka sebanyak 52% menyatakan bahwa realestat yang paling menarik untuk dikembangkan adalah Perumahan Menengah dan Atas. Namun  Perumahan Menengah Bawah khususnya Rumah Sederhana Bersubsidi merupakan produk yang paling memberikan kinerja terbaik sepanjang 2019. 

Sebanyak 34,1% anggota REI DKI Jakarta adalah pengembang perumahan menengah dan atas. Sebanyak 29,4% sedang tidak menjalankan proyek tahun lalu serta sebanyak 21% mengembangkan apartemen jual.

Baca Juga: Multiplier Effect Sektor Perumahan Diyakini Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional

REI DKI Jakarta juga melakukan survei terkait Persepsi RTRW DKI Jakarta 2014 - 2019 menjawab tantangan pengembangan kota Jakarta yang berbasis mass transport dan pedestrian friendly serta kemudahan untuk mendapatkan perizinan dalam membangun realestat yang dikembangkan.

“Sebanyak 29% menyatakan RTRW DKI 2014-2019 menjawab tantangan pengembangan kota. Dan 45% menyatakan sangat mudah atau mudah atau cukup mudah mendapatkan perizinan membangun realestat. Tentu sebagai wadah para pengembang, DPD REI DKI akan melakukan riset-riset untuk membantu anggotanya dan masyarakat seperti dampak Pandemi COVID 19 terhadap industri realestat ke depan," pungkas Rambey.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Johannes Weissenbaeck, Founder & CEO OXO Group Indonesia
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)
Praktisi Perkotaan dan Properti, Soelaeman Soemawinata (kanan) dan Pengamat Tata Kota, Yayat Supriatna dalam Diskusi Forwapera bertajuk "Tantangan Perkotaan dan Permukiman Menuju Indonesia Emas 2045" (Foto: realestat.id)