RealEstat.id (Jakarta) - Kiprah desainer dan arsitek wanita Tanah Air sudah tidak diragukan lagi di sektor konstruksi, arsitektur, desain interior, dan arsitektur lanskap. Bahkan di beberapa sisi, Kaum Hawa memiliki kelebihan dibanding Kaum Adam, misalnya dalam penyelesaian detail pekerjaan, pemilihan bahan, atau pengaturan kombinasi warna.
Hal ini yang coba diangkat Kenari Djaja dan Majalah Asrinesia dalam webinar bertema "Desainer & Karyanya, Menuju Tren Desain 2022" yang dihelat, Kamis (16/12/2021). Seminar daring yang mendapuk Mira Prihatini sebagai moderator ini menampilkan empat desainer/arsitek wanita Indonesia untuk berbagi pengalaman.
Baca Juga: Mengupas Inovasi Bahan Bangunan di Era Arsitektur Digital
Dalam sambutannya, Direktur PT Kenari Djaja Prima, Hendry Sjarifudin mengatakan potensi desainer wanita telah banyak berperan di negeri ini dalam menghasilkan berbagai karya masterpiece.
"Indonesia, memang memiliki banyak sekali orang-orang dengan bakat dan prestasi yang bisa membanggakan termasuk peran wanitanya," ujarnya.
Menjelang tahun 2022, Hendry Sjarifudin juga berharap webinar ini dapat memberi arahan dan petunjuk bagi masyarakat terkait perkembangan desain ke depan, di samping memberi pengalaman tambahan bagi profesional desainer dan pemerhati arsitektur, desain interior, arsitektur lanskap yang mengikuti acara ini.
Baca Juga: Arsitektur Minangkabau: Kearifan Lokal dan Keharmonisan dengan Alam
Hal senada juga dikatakan oleh Desainer Interior Senior, Naning S. Adiningsih Adiwoso, di mana sekarang ini sudah tidak diragukan lagi potensi desainer wanita. Padahal, di tahun 1980-an—saat dia mulai berkarir—masalah gender menjadi kendala bagi desainer wanita yang dianggap kurang mampu. Belum lagi kendala senioritas dan koneksi.
"Berbahagialah para desainer wanita generasi muda, karena semua telah lebih terbuka (fasilitas) tersedia, namun jangan lupa, hal terpenting sebagai desainer adalah membangun relasi dengan industri," kata Naning saat membawakan presentasi bertajuk 'Tantangan ke Depan Desainer'.
Dunia desain berubah makin cepat yang disebabkan oleh perubahan sosial, bisnis, teknologi, lingkungan, dan kesehatan. Dulu, tren warna dan desain bisa bertahan 10 tahun. Di tahun 1980-an bertahan hanya lima tahun, kemudian berubah setiap tahun, hingga saat ini.
"Desainer dituntut untuk menghasilkan karya yang diterima pasar—untuk itu harus mengikuti selera pasar. Saat ini, desainer dituntut untuk membuat desain dengan konsep green yang ramah lingkungan," jelas mantan Ketua Umum Green Building Council Indonesia (GBCI) ini.
Baca Juga: Seperti Apa Desain Handle Pintu yang Cocok untuk Rumah Anda?
Sementara itu, Arsitek Shanty Widiyana, Direktur PT Manthra Cipta Adhisaka memaparkan presentasi berjudul "Arsitek Wanita dan Karyanya". Pada kesempatan ini, arsitek yang memiliki pengalaman merancang berbagai macam bangunan—mulai dari rumah tinggal, bangunan umum, dan gedung bertingkat—ini, menjelaskan beberapa fungsi arsitek profesional.
"Arsitek profesional memiliki beberapa fungsi, pertama, menerapkan seni dan ilmu desain rancang bangunan dan teknik pelaksanaannya. Kedua, mengerti proses pembangunan dalam proyek dan koordinasi dengan ilmu terkait. Ketiga, melakukan konsultasi dengan klien, memahami kebutuhan dan keinginan klien untuk mewujudkannya dalam desain yang baik," tuturnya.
Keterlibatannya dalam suatu proyek arsitektur, imbuhnya, diikuti sejak awal pekerjaan sampai dengan selesai, hingga dapat menguasai lingkup pekerjaan yang dihadapi di lapangan. Pengalamannya berkolaborasi dengan berbagai disiplin ilmu dalam menyelesaikan pekerjaan, menjadi hal yang mengasyikan karena dapat saling bertukar informasi.
Baca Juga: Arsitektur Masjid: Filosofi, Desain, dan Kemegahan Zaman
Dalam presentasi "Mengalami Ruang dalam Gaya Hidup Minimalis", pasangan desainer interior dari Akodhyat & Partner, Andira Murwani dan Tania A. Lestiani, menjelaskan terjadinya perubahan sangat cepat, terutama setelah masa pandemi, yang mengerucut pada gaya hidup minimalis.
"Pandemi Covid-19 menyebabkan terjadinya gaya hidup “slowness” yang bermuara pada keinginan untuk mencari ketenangan jiwa dan mengutamakan mindfulness atau meningkatkan kualitas hidup. Hal ini terlihat dari keinginan banyak orang untuk menata rumah dengan desain yang baik, sleek, simple, dan fungsional," tutur Andira Murwani menerangkan.
Di sisi lain, pendekatan minimalisme (minimalism approach) dilakukan karena terjadi kepadatan hunian di perkotaan. Hal ini disebabkan lahan untuk perumahan semakin terbatas yang menyebabkan harga lahan makin tinggi dan berujung pada penerapan pembangunan small- houses.
Baca Juga: Arsitektur Resort & Leisure: Perkawinan Harmonis Desain dan Alam
Menemukan tema dan gaya arsitektur lanskap ini disampaikan oleh Muzia Evalisa, pimpinan sekaligus arsitek lanskap dari Bougenvillea Cipta. Dia mengatakan, pekerjaan terkait lanskap identik dengan hobi kaum ibu yang kerap memiliki kegiatan di taman dan eksterior bangunan.
"Profesi desainer lanskap ini bukan merancang ruang terbuka sisa dari suatu pembangunan. Pekerjaan arsitektur lanskap prinsipnya harus dilakukan bersamaan dengan perencanan arsitekturnya untuk mendapatkan karakter eksterior yang senafas," tutur Mutia Evaliza.
Secara definisi, imbuhnya, arsitek lanskap adalah individu yang melakukan penelitian dan arahan/rekomendasi pada perencanaan perancangan, pengelolaan lingkungan dan ruang di luar bangunan, baik di dalam area lingkungan binaan atau pun di lingkungan alami, untuk konservasi dan keberlanjutan pembangunan.
"Arsitek lanskap juga merencanakan dan merancang lanskap ruang terbuka, seperti taman/kebun, sekolah, perkantoran, jalan, ruang luar dari area komersial Industri, dan pemukiman serta merencana dan mengawasi konstruksi, pengelolaan dan rehabilitasinya," terang Mutia.