Gerakkan Ekonomi Nasional, Sektor Properti Perlu Insentif di Masa Pandemi

Sektor properti dinilai mampu menggerakkan 175 industri terkait, sebanyak 38 sektor terkait langsung properti sementara 137 sektor tidak terkait langsung.

Dampak pandemi pada sektor properti (Foto: DPP REI)
Dampak pandemi pada sektor properti (Foto: DPP REI)

RealEstat.id (Jakarta) – Pemerintah dinilai perlu memberi perhatian serius kepada sektor properti, mengingat multiplier effect dari industri riil ini mampu menggerakkan 175 sektor terkait, sekaligus menyerap 30,3 juta tenaga kerja. Demikian penuturan Paulus Totok Lusida, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estat Indonesia (DPP REI).

“Peran strategis sektor properti di antaranya meningkatkan pertumbuhan 175 industri terkait, dimana 38 sektor terkait langsung dan 137 sektor tidak terkait langsung, dengan jumlah tenaga kerja yang diserap mencapai sekitar 30,34 juta orang,” jelas Paulus Totok Lusida, dalam diskusi virtual bertajuk "75 Tahun Indonesia Merdeka, Properti Penggerak Perekonomian Nasional", Kamis (17/9/2020).

Baca Juga: Multiplier Effect Sektor Perumahan Diyakini Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional

Kendati demikian, imbuhnya, sejumlah sub sektor properti Tanah Air ikut terpukul oleh pandemi COVID-19 saat ini. Misalnya, rumah komersial turun berkisar 50% - 80%, perkantoran turun 74,6%, mal turun 85%, sementara hotel terpukul paling keras dengan penurunan 90%.

“Hanya segmen Rumah Subsidi yang masih bertahan saat masa pandemi Covid-19. Konsumen masih terlihat antusias (terutama di daerah),” kata Totok.

Karena itu, tegas dia, REI mengusulkan sejumlah masukan kepada pemerintah guna membangkitkan sektor properti. Usulan itu di antaranya penurunan tarif PPh Final Sewa Tanah dan Bangunan sebesar 10% menjadi 5% selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12 – 18 bulan.

Baca Juga: Anggaran Program Perumahan 2021 Capai Rp8,093 Triliun, Begini Alokasinya

Selain itu, penurunan tarif PPh Final Jual Beli Tanah dan Bangunan sebesar 2,5% menjadi 1% selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12 – 18 bulan. Kemudian, penurunan tarif PPN sebesar 10% menjadi 5% selama masa pandemi atau untuk jangka waktu antara 12 – 18 bulan.

Serta perlu diberi kelonggaran waktu pembayaran PPh Final Sewa dan Jual Beli Tanah dan Bangunan, serta PPN selama masa pandemi atau sampai dengan 9 – 12 bulan dari batas maksimal pembayaran pajak.

“Di samping itu, pembelian properti, baik perorangan maupun badan usaha yang sumber dananya belum tercatat dalam SPT dikenakan pajak sebesar 5%. Dan selanjutnya dapat dimasukkan ke dalam SPT untuk pelaporan pajak tahun berikutnya,” kata Totok.

Baca Juga: Pengembang dalam PKPU, Bagaimana Nasib Konsumen Properti?

Pada kesempatan yang sama, pengamat properti Ali Tranghanda mengatakan, Pemerintah seyogianya dapat memberikan insentif lain, berupa peningkatan anggaran pada APBN untuk sektor perumahan. Pasalnya, penyerapan anggaran pada industri hunian tersebut mampu menghasilkan nilai ekonomi berkali lipat. Menurutnya, saat ini perlu adanya penyelamatan perusahaan pengembang dari kesulitan cash flow.

“Perlu ada insentif dari pemerintah termasuk pajak-pajak pembelian properti khususnya untuk investor karena mereka yang relatif siap daya beli. Selain itu, perlu relaksasi pembelian properti untuk konsumen,” tukas CEO Indonesia Property Watch ini.

Sementara itu, Adi Setianto, komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) menyatakan, penyaluran Tapera akan memberi manfaat untuk para peserta Tapera serta menggerakkan sektor perumahan.

Baca Juga: Kementerian PUPR Tanggapi Pro-Kontra Terkait Tapera

Data base yang dimiliki oleh BP Tapera menyebutkan bahwa saat ini sebagian besar peserta Tapera adalah PNS, yaitu sekitar empat juta orang. Lalu, dilengkapi dengan peserta yang sudah masuk dalam list eligible berikut lokasinya, dapat mempermudah developer untuk membangun hunian yang tepat sasaran, segera terbeli dan dihuni.

“Penyaluran manfaat pembiayaan perumahan untuk peserta Tapera diharapkan dapat ikut menggerakkan ekonomi nasional dengan memberikan efek berganda (multiplier effect) setidaknya bagi 140 industri ikutan, seperti material bahan bangunan, genteng, semen, paku, besi, kayu, dan industri lainnya,” kata dia.

Baca Juga: Saat FLPP Menjadi Dana Tapera, Bagaimana Nasib Perumahan Rakyat?

Hingga kini, Tapera pun menyatakan akan menjalin kerjasama dengan Bank BTN. Pasalnya, entitas tersebut memiliki keahlian dan infrastruktur yang kuat di sektor properti.

Apalagi, di kondisi New Normal ini, Bank BTN aktif menggelar berbagai inisiatif untuk membangkitkan sektor properti. Di antaranya dengan meningkatkan awareness terkait pentingnya hunian, meluncurkan inovasi produk dan layanan, menggelar pameran properti, hingga menjalin berbagai kemitraan.

Di tengah itu semua, sejumlah kalangan menilai bahwa kebangkitan sektor properti pada masa new normal terus diupayakan dengan berbagai stimulus dan bantuan pemerintah. Situasi pandemi covid-19 yang menghantam semua sektor termasuk perumahan memerlukan dukungan semua pihak termasuk juga perbankan.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)