Biaya Beli Rumah Tinggi, Pemerintah Harus Turunkan BPHTB!

Meski mendapat uang muka 0%, konsumen harus mengeluarkan biaya-biaya sekitar 12% dari harga rumah. Untuk itu, Pemerintah harus menurunkan BPHTB agar meringankan beban konsumen properti.

Biaya dan pajak membeli rumah.
Biaya dan pajak membeli rumah.

Realestat.id (Jakarta) - Dalam membeli rumah, konsumen akan dibebankan dengan biaya-biaya lain, termasuk BPHTB (Biaya Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan). Biaya yang dikenaan untuk BPHTB sebesar 5% dari nilai transaksi setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP).

Selain Biaya BPHTB yang menjadi biaya yang paling tinggi, terdapat biaya-biaya lain terkait pembuatan akta dan sertifikat yang mencapai 2,5%. Sehingga total biaya yang masih harus dibayarkan berkisar antara 7% – 7,5%. Demikian penuturan Ali Tranghanda, CEO Indonesia Property Watch (IPW).

Baca Juga: Pajak dan Biaya yang Dikutip dari Penjual dan Pembeli Rumah

Sebagai contoh, seorang konsumen membeli rumah dari pengembang di segmen menengah seharga Rp450 juta. Konsumen ini juga harus membayar PPN 10% atau sebesar Rp45 juta—untuk pembelian rumah second tidak dikenakan PPN.

PPN (Pajak Pertambahan Nilai) sudah menjadi keharusan sesuai penentuan besaran tarif PPN diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

"Artinya, dengan harga beli tersebut maka konsumen harus menyiapkan uang tambahan sebesar Rp33 jutaan untuk BPHTB dan biaya-biaya lain," jelasnya.

Baca Juga: ATR/BPN: Begini Cara Membuat Sertifikat Tanah Wakaf

Belum selesai sampai di sini, imbuh Ali Tranghanda, bila konsumen ingin memilih untuk menggunakan fasilitas KPR bank, maka ada biaya-biaya yang harus disiapkan juga oleh konsumen. Sebelum akad dilakukan di bank, maka konsumen harus melunasi dulu beberapa hal terkait biaya-biaya akad, antara lain biaya notaris, SKMHT/APHT, appraisal, biaya proses, sampai asuransi.

Selain itu, konsumen diharuskan untuk menyiapkan saldo mengendap lebih kurang besarannya satu kali cicilan. Total biaya akad diperkirakan antara 4,9% – 5,5%. Besaran ini juga tergantung dari usia pembeli, karena menyangkut asuransi jiwa. Dengan harga jual di atas maka konsumen harus menyiapkan uang Rp23 jutaan.

"Nah, jadi total biaya lain yang harus dikeluarkan untuk membeli rumah seharga Rp450 jutaan lebih kurang sebesar Rp56 juta lagi atau berkisar 12% hingga 13%. Jadi meskipun penghasilan konsumen memenuhi syarat untuk dapat membeli dan mendapat fasilitas DP 0%, namun mereka dituntut harus mempunyai tabungan sebesar itu terlebih dulu," terangnya.

Baca Juga: Pasar Properti 2021 Masih Tidak Stabil dan Penuh Tantangan

Masalahnya, jika mereka terlalu lama menabung, harga rumah sudah semakin naik dan tidak akan terkejar. Karenanya banyak pengembang yang menggunakan strategi harga dengan tanpa uang muka, free BPTHB, free biaya akad, dan lainnya agar konsumen dimudahkan untuk dapat membeli rumah, meskipun tetap ada biaya-biaya yang cukup besar yang diperhitungkan di dalamnya.

Mengingat hal tersebut, paparnya, Indonesia Property Watch sejak lama mengusulkan agar pemerintah segera menurunkan tarif BPHTB menjadi sebesar 2,5% karena menyangkut biaya yang cukup tinggi. Termasuk juga pengurangan PPN khusus untuk segmen menengah.

Baca Juga: Investasi Properti saat Resesi Ekonomi, Mengapa Tidak?

“Pajak pembelian rumah di Indonesia masih mahal belum lagi biaya-biaya lainnya. Khususnya biaya BPHTB seharusnya dapat dikurangi menjadi 2,5 persen dan ini dijamin pasti akan memberikan peningkatan luar biasa bagi pasar properti di tanah air khususnya pada kondisi saat ini,” jelas Ali.

Menurutnya, usulan serupa telah juga disampaikan oleh Real Estat Indonesia (REI) meskipun sampai saat ini belum ada tanggapan serius dari pemerintah. Agaknya pemerintah harus memerhatikan golongan menengah ini dan tidak hanya terpaku oleh penyediaan rumah FLPP. Karena ternyata golongan menengah ini menyimpan potensi yang tidak kalah banyaknya dengan golongan menengah bawah.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Rumah Khusus (Rusus) warga terdampak Banjir Lebak, Banten. (Foto: Kementerian PUPR)
Rumah Khusus (Rusus) warga terdampak Banjir Lebak, Banten. (Foto: Kementerian PUPR)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)
Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN (Foto: Dok. ATR/BPN)