RealEstat.id (Jakarta) - Sebagaimana arsitektur daerah lain di Tanah Air, arsitektur Minangkabau memiliki keunikan dan kekhasan tersendiri. Rumah tradisional Minang, yang dikenal dengan nama rumah gadang atau rumah bagonjong, dikenal sarat makna dan filosofi.
Untuk membahas keindahan arsitektur khas Minangkabau, sekaligus memperingati HUT ke-76 Republik Indonesia, Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Sumatera Barat bersama Kenari Djaja dan Majalah Asrinesia, menggelar seminar virtual bertema "Arsitektur Beradat di Ranah Minang", Rabu (18/8/2021).
Ketua Umum IAI, I Ketut Rana Wiarcha mengatakan, semangat heroik Bung Hatta dalam memajukan bangsa, selalu menginspirasi kita termasuk dalam memelihara karya arsitektur nusantara di seluruh Indonesia.
Baca Juga: Arsitektur Tradisional Bali: Antara Seni, Filosofi, dan Modernisasi
"Sosok arsitektur Rumah Gadang sendiri, direncanakan dengan penuh pertimbangan adat istiadat yang memperlihatkan tata cara dan struktur masyarakat sebagai budaya yang adiluhung," imbuh I Ketut Rana Wiarcha saat memberi sambutan.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Sumatera Barat, Ivo Fridina mengungkapkan harapannya untuk melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai arsitektur khas arsitektur Minangkabau.
"Hal ini perlu dilakukan, mengingat pariwisata berbasis arsitektur merupakan potensi besar di Sumatera Barat," kata Ivo Fridina.
Baca Juga: Arsitektur Instalasi Bambu: Beragam Gaya, Ramah Lingkungan, dan Tahan Lama
Dipimpin moderator arsitek kawakan Budi Adelar Sukada, webinar 'Arsitektur Beradat Di Ranah Minang' memperlihatkan pentingnya peran arsitek dan arsitektur dalam ikut mengisi Kemerdekaan Indonesia. Tiga narasumber dihadirkan pada kesempatan ini, yakni Dhasmayzal, mantan Ketua IAI Sumatera Barat; Nadia Purwestri dari Pusat Dokumentasi Arsitektur; dan Rizal Muslimin, perancang Masjid Raya Sumatera Barat.
Lebih dari 400 peserta mengikuti webinar kali ini, yang terdiri dari pemerhati budaya dan arsitektural seperti arsitek, interior desainer, arsitek lanskap, dan mahasiswa serta pelaku pembangunan.
"Kami berharap para peserta mendapat tambahan informasi dan pengalaman menatap masa depan arsitektur tradisional Nusantara menghadapi tantangan teknologi modern," kata Budi Sukada.
Filosofi Arsitektur Minangkabau
Dalam pemaparannya, Arsitek Dhasmayzal menjelaskan mengenai filosofi dasar arsitektur Minangkabau yang sangat membumi dan terkenal sampai ke negeri seberang. Menurutnya, Orang Minangkabau menyebut kawasannya sebagai Alam Minangkabau yang meliputi darat, pesisir, dan rantau, yakni kawasan kolonisasi yang mencapai Meulaboh, Bengkulu, Jambi, hingga Negeri Sembilan Malaysia.
"Dalam menggunakan tanah/lahan, masyarakat Minangkabau memiliki panduan dalam bentuk pepatah agar tetap harmonis dengan alam. Misalnya, tanah datar untuk perumahan, tanah miring untuk menanam tebu, tanah curam untuk menanam bambu, tanah gurun untuk kebun, tanah basah untuk sawah, tanah berbukit untuk makam, tanah rawa untuk itik berenang, tanah yang ada lubuknya untuk kolam ikan, tanah lapang untuk menggembala ternak, tanah berlumpur untuk kerbau berkubang," urai Dhasmayzal.
Baca Juga: Arsitektur Resort & Leisure: Perkawinan Harmonis Desain dan Alam
Nama rumah gadang (rumah besar) bukan hanya mewakili bentuk yang luas, tetapi karena fungsinya yang besar terkait adat istiadat. Rumah gadang dimiliki satu kaum dan merupakan eksistensi mereka sebagai ‘urang babangso’ di suatu nagari.
Proses membangun rumah gadang dilakukan secara gotong royong melalui musyawarah tingkat kaum, suku, dan nagari. Setelah menentukan lokasi, arsitek (tukang tuo) ditunjuk, kemudian proses maurak rabo (meratakan tanah). Proses dilanjutkan dengan batabo atau menebang kayu hutan untuk bahan baku rumah gadang, selanjutnya proses menduaso atau memahat lubang pada tiang.
Uniknya, ukuran yang digunakan untuk rumah gadang berbeda, karena bersifat antropometris, yakni berdasarkan ukuran tubuh manusia. Biasanya, yang digunakan adalah ukuran tubuh ibu tertua atau dituakan dari calon penghuni rumah gadang.
Baca Juga: Seperti Apa Desain Handle Pintu yang Cocok untuk Rumah Anda?
Sementara itu, Nadia Purwestri dari Pusat Dokumentasi Arsitektur, memperlihatkan betapa indahnya desain dan konstruksi tradisional Rumah Gadang serta rumah adat Minang lainnya yang mampu mendukung bangunannya sekian lama.
Dalam presentasinya yang bertajuk 'Upaya Pelestarian Rumah Gadang - Pusaka Tinggi Masyarakat Minang', Nadia Purwestri mengatakan, Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (KemenPUPR) melakukan melakukan revitalisasi rumah gadang di kawasan Saribu Rumah Gadang di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat. Menurutnya, program tersebut dimulai pada 2018 dan saat ini sudah selesai.
"Penampilan indah arsitektur tradisional Sumatera Barat sangat memukau wisatawan saat berkunjung ke ranah Minang. Kehidupan masyarakat dengan adat istiadatnya, masih terlihat pada beberapa peninggalan bersejarah rumah adat di kawasan Solok Selatan yang berhasil dipugar dan direvitalisasi oleh Pemerintah Daerah bersama para arsitek berpengalaman," jelasnya.
Filosofi Arsitektur Masjid Raya Sumatera Barat
Di sisi lain, masyarakat di kota Padang dapat menerima sosok ‘arsitektur Minangkabau modern’ melalui kehadiran Masjid Raya Sumatera Barat. Arsitektur Masjid Sumatera Barat yang modern menjadi salah satu bukti, bahwa arsitektur Minang tetap dapat beradaptasi dengan kehidupan baru yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat.
Masjid Raya Sumatera Barat dirancang oleh Arsitek Rizal Muslimin, yang menjadi pemenang sayembara desain Masjid Raya tersebut pada 2006 silam. Dalam presentasinya, Rizal Muslimin mengatakan masjid raya didesain berdasarkan filosofi dan kearifan lokal.
Dalam hal ini, filosofi masyarakat Minangkabau adalah: adaik basandi syarak, syarak basandi kitabullah, alam takambang jadi guru. Artinya: adat yang bersendi syara (agama Islam), syara bersendi Al Quran, dan alam terkembang jadikan guru.
Baca Juga: Arsitektur Masjid: Filosofi, Desain, dan Kemegahan Zaman
"Saya mendapat inspirasi bentuk masjid raya ini dari kisah di mana pemuda Muhammad (sebelum diangkat menjadi Rasul) memecahkan masalah pemindahan hajar aswat dengan bentangan turbannya," jelas Rizal.
Bentuk struktur busur beton sebagai penopang atap dipakai untuk mengurangi jumlah kolom di dalam masjid yang mengurangi space dan kerap mengganggu jamaah masjid.
"Di dinding luar masjid, motif pucuk rebung dipakai sebagai ornamen hiasan. Filosofinya seperti bambu, yakni bagaimana seorang Muslim bisa berguna semenjak muda hingga tua," kata Rizal.