RealEstat.id (Jakarta) - Pandemi berdampak pada penyelesaian proyek properti ritel, baik di Jakarta maupun di wilayah Jabodetabek. Hal ini tergambar dari terbatasnya tambahan pasokan ruang ritel, khususnya di Jakarta. Diperkirakan hanya dua pusat perbelanjaan baru yang akan rampung sebelum 2023.
"Tanpa mal baru yang beroperasi, pasokan ritel kumulatif di Jabodetabek tetap berada di angka 4,89 juta m2, dan kemungkinan akan berlanjut hingga pertengahan 2022," tutur Ferry Salanto, Senior Associate Director Research Colliers Indonesia dalam acara Colliers Virtual Media Briefing Kuartal I 2022, belum lama ini.
Baca Juga: Pulih Lebih Cepat, 7 Mal Baru Akan Masuk Pasar Jakarta Hingga 2024
Menurutnya, tidak informasi terkait peluncuran proyek properti ritel baru di Jabodetabek selama Kuartal I 2022. Oleh karena itu, pasokan kumulatif di Jakarta tidak akan berubah dan kemungkinan akan tumbuh kurang dari 1% selama 2022 - 2025.
Di Kuartal I 2022, Paradise Walk Serpong menambah ruang ritel baru di wilayah Jabodetabek seluas sekitar 2,89 juta m2. Menyusul Paradise Walk Serpong, Embarcadero Bintaro diperkirakan akan selesai dalam waktu dekat.
"Wilayah Jabodetabek terus berkembang sebagai kawasan perumahan. Dampak dari hal ini adalah kebutuhan akan fasilitas hiburan dan rekreasi yang lebih banyak, termasuk mal, terutama mal berkonsep lifestyle," imbuh Ferry Salanto.
Baca Juga: Pusat Ritel Jakarta Jadi Incaran Brand F&B Internasional
Dia mengungkapkan, beberapa proyek mal besar sedang atau akan segera dibangun. Colliers Indonesia memperkirakan pasokan kumulatif di Bodetabek meningkat dua kali lipat dari Jakarta dan tumbuh sekitar 2,5% per tahun pada rentang 2022 - 2025.
Tingkat hunian (okupansi) ruang ritel saat ini stagnan. Dengan penambahan mal-mal baru, rata-rata okupansi ruang ritel di Jakarta dan Jabodetabek masih akan berada di bawah tekanan. Namun, karena lebih banyak pembatasan terkait pandemi dicabut, traffic pengunjung di pusat-pusat ritel diperkirakan akan meningkat pada tahun 2022.
Di Jakarta, tingkat hunian rata-rata sebesar 70% di enam bulan terakhir. Pandemi yang berkepanjangan menyebabkan tingkat hunian rata-rata turun sekitar 10% dibandingkan 2019 (sebelum pandemi). Asosiasi Pengelola Pusat Belanjaan Indonesia (APPBI) berharap, bisnis ritel bisa kembali normal mulai paruh kedua 2022. Keyakinan ini didasarkan pada tingkat vaksinasi yang tinggi, protokol kesehatan yang lebih terkendali, dan perkiraan ekonomi yang lebih baik.
Baca Juga: Hingga Awal 2022, Harga Ritel di Bodetabek Masih Bergeming
Selain itu, banyak tenant yang berharap untuk memulai bisnis kembali karena tren peningkatan kunjungan ke pusat perbelanjaan. Situasi optimis ini membuat peritel percaya diri untuk berekspansi dan membuka/membuka kembali tokonya.
Uniqlo, misalnya, akan membuka cabang ke-47 di Indonesia di Ciputra Mall Jakarta. Setelah meninggalkan Mall Taman Anggrek kurang lebih empat tahun lalu, Matahari Department Store akan dibuka kembali di mal yang sama.
Di sisi lain, rata-rata tingkat hunian di kawasan Bodetabek masih di bawah 70% selama enam bulan terakhir. Namun, kondisi pasar diperkirakan akan membaik, karena penyewa menjadi lebih percaya diri untuk membuka toko.
Dengan lebih banyak penyewa yang berkomitmen untuk membuka gerai, secara keseluruhan penyerapan ritel akan jauh lebih baik pada 2022. Akibatnya, tingkat hunian rata-rata kemungkinan akan menjadi sekitar 72% pada akhir tahun ini, atau meningkat hampir 2% dibandingkan 2021 lalu.
Baca Juga: Ini Sektor yang Dominasi Tingkat Hunian Ritel Jakarta di Masa Pandemi
Sementara itu, Bulan Ramadhan dan Idul Fitri diperkirakan akan semakin menggairahkan pasar ritel. Lebih banyak toko diharapkan untuk dibuka, meskipun hanya pop-up store atau toko sementara. Jika pasar merespon positif dan kepercayaan pengecer meningkat, tidak menutup kemungkinan penyewa akan memperpanjang masa sewa atau bahkan membuka toko permanen. Pada gilirannya, hal ini akan meningkatkan tingkat hunian rata-rata.
"Kami berharap penyerapan ruang ritel pada 2022 akan jauh lebih baik dibandingkan dengan lima tahun terakhir. Namun, pasokan baru dapat membuat tingkat hunian rata-rata hanya tumbuh perlahan, baik di Jakarta maupun Jabodetabek pada rentang 2022 - 2023," tutur Ferry.
Pemulihan yang melambat telah memperpanjang kondisi pasar yang menguntungkan bagi penyewa dan terus membuat pemilik gedung lebih fleksibel dalam berurusan dengan penyewa. Berbagai penawaran dilakukan untuk menarik tenant, seperti memanfaatkan dan menyediakan fasilitas yang ada pada outlet-outlet yang ditinggalkan oleh tenant sebelumnya dan langsung dapat digunakan oleh calon tenant baru untuk meminimalkan biaya fit-out.
Baca Juga: Sektor Ritel Jakarta Diprediksi Normal di 2023, Apa Indikatornya?
Selain itu, ada beberapa pemilik gedung yang menawarkan masa sewa yang lebih pendek, yakni di bawah tiga tahun. Namun demikian, jangka waktu yang lebih pendek ini harus dipertimbangkan dengan cermat oleh calon penyewa, agar dalam jangka waktu tersebut mereka dapat melewati titik impas usahanya.
Di lain pihak, pemilik gedung terus fokus pada peningkatan hunian dan lebih memilih untuk mempertahankan tarif sewa yang sama dalam situasi yang tidak pasti saat ini. Pada Kuartal I 2022, sewa rata-rata adalah Rp566.095 di Jakarta Pusat, dan Rp384.121 di Jabodetabek. Keduanya relatif stagnan selama 12 bulan terakhir.
Meski demikian, masih ada peluang bagi pemilik gedung untuk meningkatkan harga sewa, mengingat tingkat kepercayaan yang membaik, yang tercermin dari beberapa transaksi yang terjadi selama tiga bulan terakhir. Selain itu, beberapa mal yang memiliki tingkat hunian lebih tinggi, kemungkinan akan menetapkan tarif sewa baru di tahun 2022.
Baca Juga: Inovasi Pengembangan Jadi Kunci Industri Ritel Bisa Bertahan Hidup
Di samping itu, perubahan service charge akan tergantung pada pengoperasian mal baru, meskipun beberapa pemilik mempertimbangkan untuk meningkatkan biaya layanan yang tidak berubah selama dua tahun masa pandemi. Di Jakarta, service charge rata-rata sebesar Rp149.166 sedangkan di Bodetabek Rp116.594.
"Kendati demikian, kenaikan PPN bisa menghambat pertumbuhan bisnis ritel karena akan dibebankan ke barang yang dijual di tengah kondisi daya beli yang belum pulih," pungkas Ferry.