Tren Investasi Properti di Indonesia Saat Ekonomi Global Melambat

Colliers memperkirakan target kelas aset utama selama 12 hingga 18 bulan ke depan antara lain adalah: rumah tapak, township, logistik, dan data center.

Steve Atherton, Director Capital Markets & Investment Services Colliers Indonesia (Foto: realestat.id/Colliers)
Steve Atherton, Director Capital Markets & Investment Services Colliers Indonesia (Foto: realestat.id/Colliers)

RealEstat.id (Jakarta) - Ekonomi global telah menunjukkan tanda-tanda perlambatan pada sebagian besar pasar global di Amerika Utara dan juga Eropa. Hal ini ditengarai bakal berimbas pada tren investasi properti di mancanegara termasuk Indonesia.

Selama "periode anomali" pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Kuartal I 2020, ekonomi global mengalami gangguan rantai pasok dan tenaga kerja yang menciptakan kendala pada pasokan serta distribusi yang mengarah pada kenaikan tingkat inflasi disebagian besar pasar dan produk. Selain itu, konflik Ukraina dan Rusia juga memperburuk inflasi pada sektor energi dan makanan.

Di sisi lain, inflasi di Amerika Serikat baru-baru ini menyentuh level tertinggi dalam kurun waktu 40 tahun, yakni di atas 9% (secara tahunan/YoY). Pada 27 Juli 2022, Federal Open Market Committee (FOMC) mengumumkan bahwa mereka menaikkan suku bunga dana federal sebesar 75 basis poin, sehingga kisaran target menjadi 2,25% - 2,5%. Hal ini menandakan kenaikan suku bunga keempat pada tahun ini.

Baca Juga: Tuntaskan Backlog Perumahan, Pemerintah Lakukan 6 Strategi Ini

Tingkat dana federal yang meningkat pesat mempengaruhi suku bunga hipotek rumah pada pasar domestik AS, suku bunga kartu kredit, serta pinjaman bisnis dan konsumen lainnya. Sementara itu, suku bunga KPR rumah 30 tahun di AS pun meningkat dari sekitar 3% dalam waktu lima hingga enam bulan sebelumnya, menjadi sekitar 6%.

Meningkatnya ekspektasi resesi dan kemungkinan perlambatan yang dihasilkan dalam pengeluaran bisnis, diperkirakan akan berdampak pada peningkatan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di AS. Ekonomi AS secara efektif sudah dalam resesi berdasarkan adanya penurunan PDB pada dua kuartal berturut-turut. Hal ini semakin diperkuat dengan penurunan transaksi rumah keluarga tunggal pada sebagian besar pasar di AS.

Tujuan dari update tren investasi ini adalah untuk membahas konsekuensi bagi pasar properti Indonesia di tengah perlambatan ekonomi global.

Baca Juga: Green Building Berkonsep ESG Mulai Jadi Tren di Pasar Perkantoran Jakarta

Efek Kondisi Ekonomi Global Terhadap Tren Investasi Properti di Indonesia
Indonesia diuntungkan oleh pasar tambang dan komoditas yang baik, sehingga sejumlah ekspor yang besar dapat bertahan, serta menopang nilai mata uang Indonesia meskipun adanya kenaikan suku bunga yang cepat di AS dan pasar global utama lainnya.

Suku Bunga Bank Indonesia (BI) baru saja mengalami kenaikan menjadi 3,75% dari 3,5%. Hal ini menandakan peningkatan pertama sejak November 2018, ketika tolok ukur berada pada 6%. Di saat Federal Reserve dan Bank Sentral lain dalam usaha untuk melawan inflasi dan kenaikan Dollar terus meningkatkan suku bunga, akan berimbas pada semakin banyaknya tekanan pada BI untuk mengikuti serta meningkatkan suku bunga. Pada akhirnya, hal ini akan mempengaruhi biaya pendanaan bagi pengembang, investor, dan end-user di Indonesia.

Baca Juga: Inilah Kendala Utama Pemenuhan Rumah Bagi MBR, Pemerintah Harus Lakukan Apa?

Inflasi di Indonesia juga meningkat pada level 4,94% (tahun ke tahun) dengan kenaikan harga bahan bangunan tertentu mencapai hingga 20% - 30%. Sementara pengembang properti berusaha menahan harga mereka untuk mempertahankan penjualan dan penyerapan yang baik, pada titik tertentu pengembang harus membiarkan biaya konstruksi lebih tinggi yang kemudian berpengaruh kepada harga jual yang menjadi lebih tinggi.

Pada akhirnya, harga yang lebih tinggi bagi konsumen dan kenaikan suku bunga akan menjadikan pasar properti lokal kurang bergairah. Selain itu, jika perekrutan pada perusahaan rintisan serta e-commerce, dan juga keadaan ekonomi secara umum mulai melambat, dan adanya peningkatan PHK, akan menjadikan pembeli lebih berhati-hati dalam berkomitmen untuk melakukan investasi, pengeluaran jangka menengah, hingga panjang.

Baca Juga: Bangun Karawang Jadi Kota Industri, Pemerintah Kabupaten Gandeng Pengembang Properti

Investor asing telah kembali, namun lebih berhati-hati dalam mengambil langkah, sebab mereka berupaya untuk memberi komitmen pendanaan sebagai strategi baru di Indonesia. Sebagian besar investor asing, termasuk pengembang, dana ekuitas swasta, dana berdaulat, dana institusional, dan investor swasta, biasanya akan memprioritaskan pilihan terhadap mitra lokal sebagai langkah pertama dalam proses investasi.

Langkah selanjutnya yaitu memilih jenis aset, serta memvalidasi jenis aset yang ketersediaannya tidak berlebih dengan margin keuntungan yang dapat dicapai untuk memenuhi target minimum mereka. Colliers memperkirakan target kelas aset utama selama 12 hingga 18 bulan ke depan antara lain adalah: rumah tapak, township, logistik, dan data center.

Pemilik tanah dan pengembang lokal yang memiliki bank tanah pada kelompok aset tersebut akan berada dalam posisi terbaik untuk menarik investasi baru baik asing maupun lokal. Selain itu, pengembang dengan portofolio pendapatan yang stabil pada kelas aset ini, dapat menemukan pasar investasi yang lebih reseptif. Colliers memperhitungkan akan lebih banyak aktivitas investasi dan pengembangan dalam proyek mixed-use di dekat stasiun transit, seperti MRT dan LRT. Penyewa dan pemilik dapat lebih dekat dengan lokasi pekerjaan, berbelanja, serta lifestyle yang lebih nyaman.

Baca Juga: Pengembang Rumah Tapak Aktif Luncurkan Produk Baru, Pengembang Apartemen Hati-hati

Investor kontrarian (lokal dan asing) dapat menjadi faktor karena pasar properti lokal mengalami lebih banyak keterbatasan dalam hal permintaan jangka pendek dan beberapa bentuk kesulitan lain seperti pinjaman bank yang gagal dibayar, dan meningkatnya tekanan untuk membayar kembali bunga dan pinjaman yang ditangguhkan.

Bahkan dengan kinerja pasar kantor dan apartemen yang sedang melemah saat ini, Colliers memandang adanya beberapa peluang investasi. Ini dikarenakan investor kontrarian berharap dapat memperoleh properti dengan harga terjangkau bahkan di bawah biaya penggantian, serta dapat mengatur waktu investasi mereka dengan sempurna sesuai dengan siklus properti berikutnya. Colliers melihat adanya pengaturan ulang dalam permintaan, penyerapan, serta penetapan harga kantor dan apartemen.

Baca Juga: Transparansi Sektor Properti Asia Pasifik Meningkat, Indonesia Masuk Kategori Semi-Transparan

Secara menyeluruh, diharapkan bahwa ekonomi Indonesia dapat berada dalam posisi yang relatif kuat untuk menghadapi resesi global yang tertunda, dikarenakan ekonomi konsumen domestik kita yang kuat dan sektor pertambangan dan komoditas yang baik.

Namun, dengan adanya pemilihan presiden Indonesia yang akan berlangsung pada tahun 2024, dan cepatnya kenaikan suku bunga global untuk memerangi inflasi, serta keadaan ekonomi global yang mengalami turbulensi dalam kurun waktu (minimal) enam hingga dua belas bulan, hal tersebut tidak terlihat cukup menguntungkan bagi sektor yang kurang diunggulkan dari pasar properti lokal dalam jangka pendek hingga menengah.

Redaksi@realestat.id

Artikel ini ditulis oleh: Steve Atherton, Director Capital Markets & Investment Services Colliers Indonesia dengan judul 'Market Insights: Tren Investasi Indonesia di Saat Melambatnya Ekonomi Global'.

Berita Terkait

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)