RealEstat.id (Jakarta) - Adalah Eko Purnomo warga Kampung Sukagalih, Desa Pasir Jati, Kecamatan Ujung Berung, Kota Bandung, Jawa Barat. Eko memiliki sebuah rumah yang terkepung oleh bangunan milik para tetangganya. Lahan tanah yang tidak memiliki akses seperti ini disebut tanah helikopter—karena cuma helikopter yang bisa mengakses lokasi tanah tersebut.
Denagn kondisi seperti ini, praktis Eko tidak bisa keluar dan masuk rumah, akibat dari pembangunan rumah di depan dan samping rumahnya. Padahal, biasanya Eko menggunakan tanah itu untuk jalan keluar masuk rumah.
Baca Juga: Metode SCAMPER: Agar Proyek Perumahan Laris Manis
Tanah helikopter milik Eko yang memiliki luas 76 meter persegi itu merupakan warisan dari orang tuanya dan sudah bersertifikat sejak 1998. Setahun kemudian, tanah tersebut dia bangun dan tidak ada masalah jalan, karena depan rumah masih tanah kosong.
Namun tahun 2016 mulai timbul masalah, ketika di depan dan samping tanah Eko dibangun secara hampir bersamaan. Dengan demikian rumahnya terjepit oleh dua bangunan tersebut.
Sebelum pembangunan rumah dua tetangga itu, sebenarnya sudah ada mediasi dari RT tetapi tidak ada kesepakatan. Eko sempat menawar tanah untuk jalan sebesar Rp10 juta namun pihak tetangga menolak karena nilainya terlalu kecil. Sementara uang Eko sebesar itu pun dari hasil meminjam.
Di lain pihak, dia juga berniat menjual rumah miliknya kepada dua tetangga itu, tetapi lagi-lagi tidak ada kesepakatan harga, karena menurut Eko, penawaran terlalu rendah. Menurut Eko sesuai dengan denah yang ada, tanah helikopter miliknya mempunyai akses jalan di sebelah kanan menuju gang yang sudah terlanjur dibangun oleh tetangga yang lain.
Baca Juga: Ini Dia, Lima Kelemahan Bangunan di Indonesia
Pada 19 September 2018 ada titik terang dari permasalahan Eko, karena tetangga yang di bagian belakang memberikan dengan ikhlas akses jalan sepanjang 1 x 6 meter. Kendati demikian, dia tidak puas dengan solusi itu dan berencana akan menempuh jalur hukum. Menuntut akses jalan yang sebenarnya sesuai dengan denah yang ada.
Dasar Hukum
Mencermati kasus tanah helikopter tersebut, bagaimana sih memahaminya dari sudut hukum? Berikut ini dasar hukumnya:
1. Pasal 667 KUH Perdata:
"Pemilik sebidang tanah atau pekarangan, yang demikian terjepit letaknya antara tanah-tanah orang lain, sehingga ia tak mempunyai pintu keluar ke jalan atau parit umum, berhak menuntut kepada pemilik-pemilik pekarangan tetangganya supaya memberikan jalan kepadanya melalui pekarangan pemilik tetangga itu, dengan mengganti ganti rugi yang seimbang."
2. Pasal 668 KUH Perdata:
"Jalan keluar itu harus diadakan pada sisi pekarangan atau tanah yang terdekat dengan jalan atau parit umum, namun dalam suatu jurusan yang demikian sehingga menimbulkan kerugian yang sekecil-kecilnya, bagi pemilik tanah yang dilalui."
Baca Juga: 5 Langkah Penting Studi Kelayakan Proyek Perumahan
Dari dua pasal Kitab Undang-undang Hukum Perdata tersebut jelas menyebutkan bahwa pemilik tanah yang terjepit itu:
a. Berhak menuntut tetangga untuk membuka jalan
b. Memberikan ganti rugi yang seimbang
c. Tetangga yang memberikan jalan adalah yang terdekat dengan jalan/parit
Dasar hukum tersebut akan memberikan solusi bagi para pihak yang bersengketa khususnya pemilik tanah yang terjepit. Sebenarnya permasalahan tersebut dapat dihindari jika pemilik tanah mengurus IMB sebelum membangun rumah dan berfungsinya petugas Wasbang (Pengawas Bangunan).
Baca Juga: Penting: Penerapan Marketing Mix 7P untuk Properti
IMB
IMB (Izin Mendirikan Bangunan) akan di keluarkan pihak pemerintah daerah setelah pemohon melengkapi sayat-syarat pengajuan IMB. Salah satu syaratnya adalah surat persetujuan tetangga, untuk bangunan berhimpit dengan batas persil.
Dalam kasus taah helikopter milik Eko Purnomo di atas, apakah tetangga yang menyerobot tanah fasos/fasum tersebut sudah memiliki IMB? Kalau sampai ada IMB berarti pihak pemerintah daerah yang mengeluarkan IMB teledor. Karena memberikan IMB di atas lahan fasos/fasum.
Wasbang
Di dalam organisasi pemerintahan daerah ada bagian Wasbang (Pengawas Bangunan), mereka ini yang bertugas untuk mengawasi pembangunan apakah memiliki IMB atau tidak.
Apabila ditemukan warga yang membangun rumah tanpa memiliki IMB maka pemerintah daerah dapat menyegel bangunan bahkan membongkar bangunan tersebut.
Kris Banarto, MM, CPM (Asia), CPHRM adalah praktisi bisnis properti, pemerhati etika bisnis dan blogger yang saat ini menjabat sebagai General Manager Sales & Marketing Gapuraprima Group. Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis.