SKBG Sarusun Jawab Kebutuhan Hunian MBR di Perkotaan

Kehadiran SKBG Sarusun dipercaya akan menggairahkan bisnis properti dan menjadi kabar baik bagi MBR. Mengapa demikian?

Juneidi D. Kamil, Pakar Hukum Properti (Foto: RealEstat.id)
Juneidi D. Kamil, Pakar Hukum Properti (Foto: RealEstat.id)

RealEstat.id (Jakarta) - Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung (SKBG) sudah lama hadir dalam tataran normatif. Ketentuan ini sudah ada sejak berlakunya UU No. 20/2002 tentang Bangunan Gedung yang diundangkan pada 16 Desember 2002. Meskipun sudah lama diatur, namun sampai saat ini masih belum ada realisasinya. Pemerintah kembali memberikan penguatan dalam tataran substansi hukum terutama terkait SKBG Sarusun.

Kehadiran Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun (SKBG Sarusun) akan menggairahkan bisnis properti. Warga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) akan bergembira menyambut kehadirannya. Mengapa demikian?

Baca Juga: Menakar Kebijakan Masa Transisi Penerbitan Persetujuan Bangunan Gedung (PBG)

Mengatasi Kelangkaan
SKBG Sarusun mendorong skema baru penyediaan tanah untuk pembangunan rumah susun. Kehadiran SKBG Sarusun menjadi solusi atas kelangkaan lahan di tengah perkotaan dalam rangka pembangunan rumah susun MBR.

Meskipun terdapat lahan yang diperoleh di tengah perkotaannya, harganya pasti relatif mahal sehingga tidak terjangkau lagi bagi MBR. Sementara pada sisi lain terdapat lahan di tengah perkotaan yang merupakan barang milik negara/barang milik daerah  atau tanah wakaf yang belum dimanfaatkan.

SKBG Sarusun merupakan tanda bukti kepemilikan atas Sarusun di atas barang milik negara/daerah berupa tanah atau tanah wakaf dengan cara sewa.  Kehadirannya diharapkan dapat mendayagunakan pemanfaatan Barang Milik Negara (BMN)/Barang Milik Daerah (BMD) dan tanah wakaf yang didahului dengan perjanjian sewa. Skema ini menjadi menarik karena relatif banyak BMN/BMD dan tanah wakaf yang belum dioptimalkan pendayagunaannya.

Baca Juga: Legal Audit, Atasi Sengkarut Sengketa Tanah

Pengaturan SKBG saat ini lebih terperinci. Perhatikan saja UU No. 11/2020 tentang Undang-undang Cipta Kerja, Peraturan Pemerintah No. 16/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No.28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah No. 13/2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun dan Peraturan Menteri PUPR No. 17 tahun 2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Penerbitan Sertifikat Kepemilikan Bangunan Gedung Satuan Rumah Susun.

SKBG Sarusun diawali dengan adanya perjanjian sewa tanah antara pelaku usaha properti dengan pemilik tanah yang berwenang bertindak untuk dan atas nama BMN/BMD dan Nazhir yang berwenang bertindak untuk dan atas atas kepentingan tanah wakaf yang disesuaikan dengan peruntukannya.

Pelaku usaha properti mengajukan permohonan persetujuan bangunan gedung  sesuai dengan perencanaan untuk pembangunan rumah susun. Selanjutnya dimohonkan pengesahan pertelaan oleh pemerintah daerah sehingga jelas mana yang merupakan bagian bersama dan manapula yang menjadi benda bersama.

Baca Juga: Lima Kiat Sukses Mendapat Kucuran Kredit Properti dari Bank

Pertelaan merupakan pernyataan dalam bentuk gambar dan uraian yang dibuat sebelum pelaksanaan pembangunan Rumah Susun. Pertelaan dibuat untuk menentukan besarnya bagian hak atas bagian bersama dan benda bersama. Di dalamnya diuraikan jenis dan jumlah bagian bersama dan benda bersama dan hasil perhitungan NPP untuk setiap penerbitan SKBG Sarusun.

Bagian rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan-satuan rumah susun disebut dengan bagian bersama. Contohnya atap, tangga, lift, saluran pipa, jaringan listrik, lantai, dinding dan bagian lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan rumah susun.

Sementara itu, benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, melainkan bagian yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama, disebut benda bersama. Contoh benda bersama antara lain kolam renang, taman, lapangan bermakin dan bagian lain yang tidak dalam kesatuan fungsi dengan rumah susun.

Baca Juga: Sengketa Lahan dengan Sentul City, Rocky Gerung Tak Perlu Murung

Dalam rumah susun dikenal istilah nilai perbandingan proporsional (NPP). NPP untuk penerbitan SKBG Sarusun menunjukkan perbandingan antara Sarusun terhadap hak atas bagian bersama dan benda bersama. NPP dihitung berdasarkan nilai sarusun yang bersangkutan terhadap jumlah nilai rumah susun secara keseluruhan. Nilai sarusun ini didasari atas biaya yang dikeluarkan pada waktu pelaku pembangunan pertama kali memperhitungkan biaya pembangunan secara keseluruhan untuk menentukan harga jual.

Pelaku usaha properti berkewajiban menyelesaikan pembangunan rumah susun, mengurus sertifikat laik fungsi dan menyelesaikan pembuatan akta pemisahan masing-masing sarusun. Sarusun kemudian dijual kepada konsumen dengan membuat Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) karena belum terbitnya SKBG atas nama pelaku usaha properti. SKBG diterbitkan oleh instansi teknis di daerah yang menangani bangunan gedung. Setelah terbit SKBG atas nama pelaku usaha properti maka dibuat Akta Jual Beli selanjutnya SKBG dibalik nama ke atas nama pembeli.   

Jaminan Bank
SKBG Sarusun memberikan kepastian bermukim bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Warga MBR memiliki sertifikat kepemilikan sarusun yang memiliki jangka waktu dan dapat dijadikan jaminan kredit.

Sarusun yang sudah terbit SKBG seyogianya dapat dibeli dengan dukungan fasilitas KPR bank dengan membebani obyek jaminan secara fidusia. Fidusia merupakan lembaga jaminan yang obyeknya merupakan barang bergerak. Sesuai dengan UU No. 42/1999, fidusia dapat memberikan kedudukan preference bagi bank selaku kreditur.

Baca Juga: Risiko Hukum Dalam Pengucuran Kredit Properti, Apa Saja?

Keadaan ini berbeda dengan sarusun yang kepemilikannya berdasarkan Sertifikat Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (SHMSRS), yang fasilitas KPR-nya dilakukan dengan membebani hak tanggungan atas SHMSRS. Hak Tanggungan merupakan lembaga jaminan yang obyeknya merupakan barang tidak bergerak. Sesuai dengan UU No. 4/1996, hak tanggungan memberikan kedudukan preference bagi bank selaku kreditur.

Dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan investasi, pelaku usaha properti dapat pula menjadikan SKBG atas namanya sebagai jaminan kredit. Berdasarkan jaminan ini, bank seyogianya dapat mempertimbangkannya untuk memberikan kredit modal kerja atau kredit investasi bagi pelaku usaha properti. Dukungan kredit modal kerja yang disalurkan bank sangat membantu pelaku usaha properti dalam pembangunan rumah susun.

Pembebanan hak SKBG Sarusun dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani fidusia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.  Pembebanan hak dilakukan berdasarkan akta notaris yang didaftarkan pada instansi kementerian yang menyelenggarakan urusan pernerintahan di bidang hukum. Akta notaris dilakukan pencatatan oleh instansi teknis yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang bangunan gedung pada kabupaten/kota atau provinsi untuk Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

Baca Juga: Tiga Tips Sukses Kolaborasi Dalam Bisnis Properti

Meskipun SKBG Sarusun sampai saat ini belum terealisasi, kita meyakini kehadirannya sudah tidak lama lagi. Lembaga perbankan pastinya akan menyambut baik kehadiran SKBG Sarusun ini. Bank memiliki jaminan yang kuat atas realisasi KPR dengan jaminan SKBG karena bank dapat mengeksekusi jaminan fidusia melalui penjualan umum (lelang) apabila debitur gagal bayar (default).

Sama hal dengan eksekusi obyek hak tanggungan, bank mengajukan permohonan lelang di Kantor Pelayananan Kekayaan Negara & Lelang (KPKNL). Dana hasil penjualan lelang digunakan untuk menyelesaikan kewajiban debitur di bank.

Keterjangkauan MBR
Kehadiran SKBG Sarusun juga akan meningkatkan keterjangkauan MBR memiliki rumah susun. Keterjangkau bukan hanya karena harga jualnya lebih murah tetapi juga posisinya yang berada dekat dengan pusat perdagangan dan jasa tempat dimana MBR mencari nafkah. Posisinya yang berada dekat dengan tempat mata pencaharian membuat rumah susun ditempati oleh MBR. 

Rumah Susun SKBG lebih murah dibandingkan dengan rumah susun SHMSRS karena harga tanahnya tidak menjadi komponen perhitungan obyek jual beli. Masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) berkesempatan memiliki rumah susun sederhana milik (rusunami) tidak sekedar rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Selama ini MBR hanya sebagai penyewa atas rumah susun yang dibangun di atas tanah barang milik negara/daerah.

Baca Juga: Tiga Cara Memberantas Aksi Kejahatan Mafia Tanah

Dengan hadirnya SKBG Sarusun maka warga MBR dapat memiliki rusunami meskipun rumah susun dibangun di atas tanah barang milik negara/daerah bahkan di atas tanah tanah wakaf. Rumah susun yang dibangun di atas tanah itu memungkinkan diterbitkan SKBG berdasarkan perjanjian sewa dan kerjasama pemanfaatan dengan jangka waktunya relatif lama.

Sama halnya dengan Sarusun SHMSRS, Sarusun SKBG dapat dialihkan dengan cara jual beli, pewarisan, atau cara lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Peralihan hak harus menjamin Sarusun dimiliki dan dihuni oleh MBR. 

Peralihan hak SKBG Sarusun dengan cara jual beli hanya dapat dilaksanakan melalui Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan.  Dan proses Peralihan hak SKBG Sarusun dengan cara jual beli dilakukan dihadapan notaris.

Baca Juga: Tiga Cara Memberantas Aksi Kejahatan Mafia Tanah

Penutup
Pemerintah untuk segera dapat merealisasikan SKBG Sarusun dengan memberikan tugas dan tanggung jawab lembaga yang menerbitkannya di daerah. Kehadiran SKBG Sarusun untuk segera disosialisasikan kepada semua stakeholder. Kehadirannya diyakini akan menggairahkan bisnis properti terlebih memenuhi kebutuhan MBR.

SKBG Sarusun akan melahirkan produk KPR dengan jaminan SKBG Sarusun. Oleh karenanya, perbankan seyogianya segera mempersiapkan diri dengan menyempurnakan perangkat ketentuan internal untuk dapat menerima SKBG Sarusun sebagai jaminan kredit dengan pengikatan fidusia. 

Akhirnya, dibalik terbit dan perubahan regulasi, terdapat opportunity baru yang menyertainya. Kita harus senantiasa aman dan bijak menangkap setiap peluang yang ada. Semoga artikel ini bermanfaat.

Juneidi D. Kamil, SH, ME, CRA adalah Praktisi Hukum Properti dan Perbankan. Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis. Untuk berkorespondensi, dapat disampaikan melalui email: kamiljuneidi@gmail.com.

Berita Terkait

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) dan Satu Kahkonen, Country Director World Bank Indonesia dan Timor Leste, saat pertemuan di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) dan Satu Kahkonen, Country Director World Bank Indonesia dan Timor Leste, saat pertemuan di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Dari kiri ke kanan: Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR; Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN; dan Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Dari kiri ke kanan: Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR; Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN; dan Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Foto: Dok. Kementerian ATR/BPN
Foto: Dok. Kementerian ATR/BPN