Ruang Ritel Jakarta: Okupansi Tinggi, Namun Oversupply Mulai Mengintai

Konsultan real estat Leads Property menyebut, kondisi pasar ritel Jakarta telah pulih dan stabil setelah mengalami penurunan yang signifikan akibat pandemi.

Foto: Realestat.id
Foto: Realestat.id

RealEstat.id (Jakarta) – Pasokan ruang ritel di Jakarta hingga akhir Kuartal I 2024 tercatat mencapai 3,5 juta m², di mana sebanyak 26% berada di kawasan pusat bisnis (CBD) dan 74% berada di luar CBD.

Konsultan real estat Tanah Air, Leads Property mencatat, pasca pandemi tingkat hunian (okupansi) ruang ritel di Jakarta terbilang tinggi, yakni rata-rata 91%. Tingkat okupansi ruang ritel di CBD mencapai 90% sedangkan di luar CBD menyentuh 91%.

Di sisi lain, untuk lantai tipikal (lantai 2 ke atas) dengan kategori non-anchor tenant, harga sewa rata-rata ruang ritel berkisar Rp455.000 per meter persegi per bulan.

Di kawasan ritel CBD Jakarta, harga sewa rata-rata mencapai Rp581.000 per meter persegi per bulan, sedangkan di luar CBD sebesar Rp402.000 per meter persegi per bulan.

Baca Juga: Brand-brand Internasional Baru Jadi Motor Sektor Ritel di Jakarta

"Rata-rata harga sewa mengalami kenaikan sebesar 3,3% dibanding kuartal sebelumnya," ungkap Martin Samuel Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Services Leads Property.

Lebih lanjut, Martin menjelaskan, kondisi pasar ritel Jakarta telah pulih dan stabil setelah mengalami penurunan yang signifikan akibat pandemi.

"Permintaan ruang ritel Jakarta di kuartal pertama 2024 sekitar 2.800 meter persegi. Meski demikian, tidak ada penambahan pasokan baru di kuartal berjalan," katanya.

Data Leads Property menyebut, hingga akhir 2024, akan ada tambahan pasokan ruang ritel baru di Jakarta yang berasal dari Puri Indah Mall 2 (16.500 m²).

Baca Juga: 2024, Jakarta Dimeriahkan Tiga Pusat Perbelanjaan Baru

Terkait tren pasar ritel, Martin Samuel Hutapea mengatakan, tenant F&B masih akan mendominasi, diikuti oleh tenant-tenant fashion, sport, dan aksesori.

High-end F&B dan merek high-end untuk kalangan milenial dan Gen Z juga mulai bermunculan di area Ground Floor, berdampingan dengan merek ternama lain.

"Merek-merek asing mulai aktif melakukan ekspansi, terutama di mal kelas atas (upper). Tingkat okupansi yang tinggi memicu kenaikan harga sewa, terutama di mal dengan tingkat hunian tinggi," jelasnya.

Beberapa pengembang terlihat melakukan optimalisasi lahan menjadi lifestyle retail dengan konsep semi-outdoor, big-box, dan factory outlet, sementara sebagian melakukan rejuvenasi beberapa mal lawas.

Baca Juga: Konsumen Kembali Minati Ritel Fisik, Konsep Omni Channel Mulai Dilirik

"Dengan makin berkembangnya transportasi publik yang terkoneksi dengan hunian, membuat beberapa developer melakukan pengembangan ritel di area hunian berkonsep transit oriented development (TOD).

Ke depan, imbuh Martin, pasar ritel Jakarta masih berpotensi mengalami kelebihan pasokan (oversupply) lantaran gencarnya pengembangan ruang ritel, terutama yang berlokasi di pinggiran Jakarta.

Kawasan utara Jakarta digadang bakal makin moncer sebagai area destinasi F&B dan gaya hidup baru, di samping area CBD, SCBD, dan sepanjang jalan Senopati.

"Kami juga melihat akab ada beberapa investor asing yang bergabung ke dalam portfolio mal eksisting," pungkasnya.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)