RealEstat.id (Jakarta) – Dalam laporan terbaru berjudul "Regenerative Workplaces", konsultan properti JLL menemukan bahwa di era new normal seperti saat ini, lebih dari tiga perempat karyawan di Asia Pasifik berupaya untuk beradaptasi menerapkan pola hidup sehat. Perusahaan yang tidak dapat mengantisipasi hal tersebut di kantor, berpotensi kehilangan karyawan—yang tentu saja dapat memengaruhi kinerja perusahaan secara keseluruhan.
Sebelumnya, JLL melakukan survei pada 1.500 pekerja kantor di seluruh Asia Pasifik untuk mengetahui pendapat dan harapan mereka terhadap tempat kerja dan perusahaan mereka.
Seiring kembalinya karyawan ke kantor setelah WFH akibat pandemi, temuan JLL menunjukkan bahwa para pekerja kini mengharapkan lingkungan kerja yang lebih memperhatikan aspek kesehatan mental, sosial dan fisik, serta kebijakan perusahaan yang fleksibel dan pola pikir manajerial yang inklusif.
Baca Juga: Panduan Transformasi Area Kerja di Perkantoran
Anthony Couse, CEO, JLL Asia Pasifik mengatakan, pihak manajemen yang mendorong karyawan untuk kembali ke kantor tidak hanya menyangkut fleksibilitas, tetapi juga cara kerja yang inklusif dan fasilitas kesejahteraan yang dapat menciptakan keseimbangan antara dunia kerja dan kehidupan pribadi.
"Perusahaan memiliki tanggung jawab baru untuk secara aktif mendukung kesejahteraan para pekerja. Dengan demikian, perusahaan akan menciptakan tempat kerja di mana para karyawan dapat berkembang dan mencapai kinerja berkelanjutan dalam jangka panjang," jelas Anthony Couse.
Melihat perubahan harapan akan aspek kesejahteraan ini, JLL menjalin kemitraan dengan antropolog terapan, Chris Diming, untuk mengembangkan sebuah kerangka kerja dalam memandu perusahaan menciptakan tempat kerja yang regeneratif.
Baca Juga: Tips Menyewa Ruang Kantor Sesuai Kebutuhan dan Tanpa Masalah Legalitas
Hal ini mencakup tiga pilar utama (kesehatan mental, kesehatan sosial dan kesehatan fisik) dan sembilan karakteristik yang perlu dimiliki oleh perusahaan untuk membangun tempat kerja yang merekonsiliasi baik kesejahteraan karyawan maupun kinerja mereka.
Survei JLL juga menunjukkan bahwa layanan makanan sehat, ruang relaksasi, dan pusat kebugaran merupakan hal-hal yang menjadi perhatian utama para karyawan di tempat kerja mereka. Namun, hanya satu dari empat karyawan memiliki akses ke fasilitas tersebut.
Penelitian tersebut juga memperlihatkan, hampir sepertiga dari karyawan kurang memiliki akses ke fasilitas kesehatan dan kesejahteraan di tempat kerja mereka. Hal ini menjadi kesempatan bagi perusahaan untuk mendorong kebiasaan kerja yang sehat, seperti mengadakan acara kesejahteraan, klinik di kantor atau kelas kebugaran.
Hasil penelitian JLL ini menunjukkan pentingnya untuk menanamkan aspek kesehatan dan kesejahteraan dalam budaya organisasi dan rutinitas harian karyawan.
Baca Juga: JLL: Tips Membuka Kembali Ruang Perkantoran di Era 'New Normal'
"Ketersediaan akses ke fasilitas kesehatan dan kesejahteraan tidak akan ada artinya jika para karyawan tidak memiliki waktu atau energi untuk menggunakannya. Banyak karyawan merasa tidak memiliki waktu dan tenaga untuk menjalani rutinitas yang sehat, sehingga dibutuhkan perubahan pola pikir manajerial untuk memastikan beban kerja dapat terkelola dengan baik," tambah Couse.
Sementara itu, James Taylor, Head of Work Dynamics Research JLL Asia Pacific menyimpulkan, penelitian JLL ini memberi masukan yang berdasarkan data untuk membantu perusahaan menciptakan kinerja karyawan yang lebih berkelanjutan.
"Perusahaan-perusahaan perlu berpikir tentang bagaimana mengembangkan budaya holistik jangka panjang di tempat kerja," pungkas James Taylor.