Prospek Rumah Tapak di Jabodetabek Tahun 2023, Bekasi Kuasai Pasokan

Suplai baru rumah tapak di Jabodetabek sepanjang semester II 2022 didominasi oleh unit segmen menengah-bawah, yaitu sebesar 28,8% dari total pasokan.

Pembangunan rumah tapak di Bekasi (Foto: realestat.id)
Pembangunan rumah tapak di Bekasi (Foto: realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) – Di Semester kedua tahun 2022, saat pandemi berangsur mereda, terlihat peningkatan permintaan berkelanjutan terhadap produk rumah tapak di Jakarta dan sekitarnya (Jabodetabek).

Segmen rumah menengah masih mendominasi permintaan terbesar di Jabodetabek, yakni 32,1%, disusul permintaan dari rumah kelas atas sebesar 24,6% dari total unit terjual. Demikian nukilan laporan bertajuk Marketbeat yang dirilis Cushman & Wakefield.

Sebagian besar permintaan masih datang dari pengguna akhir (end user), yakni sekitar 75%. Kelompok pembeli ini merupakan gabungan dari pemilik rumah pertama (first home buyer) dan keluarga yang mencari rumah lebih besar (upgrader).

Baca Juga: Pantauan Pasar Properti Jakarta dan Sekitarnya Sepanjang 2022

Cushman & Wakefield mencatat, secara keseluruhan, Jabodetabek mencatat rata-rata tingkat penyerapan 21,7 unit rumah per bulan per proyek selama Semester II 2022 atau turun -16,8% secara tahunan (YoY).

"Angka tersebut setara dengan rata-rata penyerapan Rp40,3 miliar per bulan per proyek, nilai yang hampir sama dengan periode yang sama tahun sebelumnya," terang Arief Rahardjo, Director Strategic Consulting Cushman & Wakefield Indonesia.

Menurutnya, hal ini menunjukkan nilai rata-rata per unit yang ditransaksikan sekitar Rp1,86 miliar, atau meningkat 18,7% dari Semester II 2021.

Rata-rata penyerapan per proyek tertinggi di Bekasi dengan rata-rata 32,1 unit per bulan per proyek, diikuti Tangerang dengan sekitar 22,2 unit per bulan per proyek.

Baca Juga: Ekonomi Global Mengkhawatirkan, Pasar Perumahan Tapak Tetap Stabil di 2023

Program insentif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pemerintah telah berakhir pada September 2022. Program yang menawarkan pembebasan PPN 50% untuk unit dengan harga hingga Rp2 miliar dan pembebasan PPN 25% untuk unit dengan harga di atas Rp2 miliar hingga Rp5 miliaran, ditujukan untuk mendukung penjualan unit rumah tinggal siap pakai selama pandemi.

Dengan ketersediaan unit siap hunia (ready stock) yang terbatas, sebagian besar penjualan adalah untuk unit inden, dan penghentian program ini tidak memengaruhi kinerja permintaan secara signifikan pada Semester II 2022.

"Dengan terus membaiknya pasar pasca pandemi, program ini tampaknya tidak diperpanjang lagi pada tahun 2023," kata Arief Rahardjo.

Lebih lanjut dia menuturkan, kendati pasar perumahan tapak relatif kuat, beberapa inisiatif terkait pasar perumahan diperkenalkan untuk mengantisipasi dampak kondisi ekonomi global di Indonesia.

Baca Juga: Semester I 2022, Tangerang dan Bekasi Kuasai Pasar Rumah Tapak di Jabodetabek

Bank Indonesia (BI) mulai menaikkan suku bunga acuan rata-rata mulai Agustus 2022. Namun, rata-rata Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK) perbankan masih relatif terkendali.

Banyak bank yang juga terus melonggarkan aturan KPR mereka dibandingkan dengan di awal era pandemi. Relaksasi Loan To Value (LTV)/ Financing To Value (FTV) Bank Indonesia yang memungkinkan 0% Down Payment (DP) untuk semua fasilitas KPR hingga Desember 2022 masih belum aktif dipromosikan di pasar.

Banyak developer dan bank yang masih mensyaratkan minimal DP yang harus dibayarkan. Untuk menawarkan metode pembayaran yang kompetitif, banyak pengembang yang masih menawarkan program cicilan DP, meskipun KPR Ekspres (di mana DP tidak dicicil) lebih disukai pembeli.

"KPR masih menempati urutan teratas sebagai metode pembayaran terfavorit sebesar 71,5%, diikuti dengan cicilan tunai sebesar 16,4% dan tunai keras sebesar 12,1%," kata Arief.

Baca Juga:

Pasokan Rumah Tapak Baru 

Berdasarkan catatan Cushman & Wakefield, sebanyak 4.977 pasokan unit rumah baru masuk ke pasar pada paruh kedua 2022. Termasuk sekitar 542 unit rumah dari kawasan baru di Bekasi. Jumlah tersebut memberikan kontribusi kenaikan sebesar 1,2% terhadap pasokan kumulatif rumahtapak di wilayah Jabodetabek.

Pasokan baru rumah tapak di Jabodetabek semester II 2022 didominasi oleh unit segmen menengah-bawah, yaitu sebesar 28,8% dari total pasokan, diikuti oleh segmen atas dan menengah, masing-masing dengan porsi yang hampir sama, yaitu sekitar 26%.

"Setelah tahun-tahun awal pandemi, produk dengan segmen yang lebih tinggi terus diperkenalkan di lebih banyak kawasan, khususnya di wilayah Tangerang dan Jakarta, yang menunjukkan optimisme pengembang terhadap kepercayaan pasar," jelas Arief.

Baca Juga: Koridor Timur Jakarta Kian Propsektif di Tahun 2023, Developer Besar Ramai Usung Proyek Hunian Ramah Lingkungan

Inflasi meningkatkan biaya berbagai konstruksi dan bahan bangunan dari waktu ke waktu, menyebabkan harga jual rata-rata meningkat sebesar 4,62% (YoY).

Rata-rata harga tanah Jabodetabek tercatat sekitar Rp12.229.880 per meter persegi per Desember 2022, yang menunjukkan kenaikan sebesar 1,8% dari semester sebelumnya (HoH).

"Berbagai kemajuan infrastruktur transportasi dicermati menyebabkan kenaikan harga tanah di sekitar koridor terdampak," paparnya lebih lanjut. 

Prospek Pasar Rumah Tapak di 2023

Meskipun tahun 2023 diperkirakan akan menjadi tahun yang menantang secara ekonomi global dan diperkirakan akan menempatkan pengembang dan investor dalam sikap “wait-and-see” dalam rencana pembangunan mereka.

Pengembang perumahan tapak akan tetap cukup optimistis di semester mendatang, karena mayoritas pembeli rumah adalah pengguna akhir dan pemilik rumah pertama kali yang akan terus membeli rumah untuk kebutuhan utama mereka.

Inflasi yang menyebabkan peningkatan biaya pembangunan, ditambah dengan perbaikan fasilitas infrastruktur di wilayah Jabodetabek, akan menyebabkan kenaikan harga tanah di daerah yang terkena dampak, dan harga jual rata-rata rumah tapak diperkirakan akan terus meningkat pada tahun 2023.

Baca Juga: Stakeholder Optimistis Properti Indonesia Tumbuh Positif di 2023, Apa Indikasinya?

"Berhubung Bank Sentral telah mulai meningkatkan suku bunga kredit di semester II 2022, bank mungkin akan secara bertahap menaikkan suku bunga KPR mereka di tahun 2023," kata Arief Rahardjo.

Dengan KPR sebagai istilah pembayaran yang paling umum digunakan, kenaikan suku bunga diperkirakan akan mempengaruhi permintaan, terutama dari pembeli. yang menggunakan pembayaran KPR untuk pembelian rumah mereka.

Perpanjangan lebih lanjut dari relaksasi LTV/FTV Bank Indonesia yang memungkinkan DP0% untuk semua fasilitas KPR pada tahun 2023, akan tetap berdampak minimal pada pasar karena sebagian besar pengembang dan bank masih akan mensyaratkan minimum DP untuk diajukan sebagai komitmen awal pembeli.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)