Program 3 Juta Rumah Prabowo Dinilai Muskil Tanpa Kementerian Khusus Perumahan

Selama ini Kementerian PUPR dinilai tidak fokus pada masalah perumahan, karena lebih banyak berkonsentrasi pada urusan pembangunan infrastruktur.

Perlunya eksistensi kementerian khusus perumahan dibahas tuntas dalam Talkshow Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Novotel Cikini, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.
Perlunya eksistensi kementerian khusus perumahan dibahas tuntas dalam Talkshow Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Novotel Cikini, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024.

RealEstat.id (Jakarta) – Kementerian khusus perumahan kembali diperbincangkan, terutama setelah presiden terpilih, Prabowo Subianto, menjanjikan pembangunan 3 juta rumah bagi masyarakat dalam setahun.

Para pemangku kepentingan (stakeholder) perumahan pun ternyata sepakat agar urusan hunian bagi rakyat ditanggani oleh satu kementerian khusus yang terpisah dengan urusan infrastruktur, seperti satu dekade terakhir.

Mereka menilai, pembentukan kementerian khusus perumahan dinilai mutlak jika pemerintah baru Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka ingin menuntaskan angka kekurangan (backlog) yang masih tinggi melalui program 3 juta rumah.

Pasalnya, program perumahan rakyat harus dijalankan secara masif, terorganisir, dan yang tak kalah penting: membutuhkan pendanaan yang sangat besar.

Baca Juga: Koalisi Indonesia Maju: Pengentasan Backlog dan Problem Perumahan Rakyat Harus Dimulai Dari Desa

Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto mengatakan pembangunan 3 juta rumah yang ditargetkan Prabowo - Gibran bukan program kaleng-kaleng, tetapi rencana yang dahsyat, sehingga perlu dukungan besar dari sisi penganggaran dan kebijakan.

Oleh karena itu, jelasnya, program 3 juta rumah mau tidak mau harus ditanggani kementerian khusus yang memahami persoalan pembangunan perumahan. Program ini mustahil berjalan tanpa desk khusus.

Kita tahu bahwa banyak ketentuan dan regulasi di sektor perumahan yang selama ini kontra-produktif bahkan tidak bersahabat dengan dunia usaha sehingga menghambat penyediaan perumahan,” tutur Joko Suranto dalam talkshow Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) di Novotel Cikini, Jakarta, Selasa (20/8/2024).

Menurutnya, ada tiga fungsi penting kementerian khusus perumahan, yakni sebagai pengatur koordinasi lintas sektoral, perencana program, serta sekaligus eksekutor.

"Ketiga fungsi kementerian itu harus ada, karena program ini merupakan pekerjaan khusus yang menjadi prioritas Prabowo-Gibran," kata Joko Suranto, menambahkan.

Baca Juga: Kritisi Program Perumahan Para Capres, APERSI: Jangan Ada Tipu-tipu!

Pada kesempatan tersebut, Sekretaris Jenderal DPP Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali menilai, selama ini Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tidak fokus pada masalah perumahan, karena lebih banyak terkonsentrasi dengan urusan pembangunan infrastruktur.

“Untuk itu, agar program pembangunan tiga juta rumah Prabowo-Gibran ini dapat berhasil diperlukan kementerian khusus perumahan dan badan khusus perumahan,” ungkapnya.

Menurut Daniel, selama ini beberapa masalah terjadi akibat pemerintah tidak fokus pada persoalan dan isu perumahan seperti kuota Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk rumah subsidi yang pada tahun 2024 ini sudah habis pada bulan Agustus.

Lebih lanjut dia menegaskan, kuota rumah subsidi yang terbatas akan berdampak karena perumahan memiliki multiplier effect yang besar terhadap sektor lainnya.

“Kementerian khusus perumahan juga bisa mengatasi kendala aturan dan perizinan yang saat ini masih menghambat pembangunan perumahan,” jelas Daniel Djumali.

Baca Juga: Dana Abadi Perumahan Diwacanakan: Apa dan Bagaimana Implementasinya?

Sementara itu, Aviv Mustaghfirin, Wakil Ketua Umum DPP Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) menuturkan, Pemerintah perlu melakukan intervensi dalam pembangunan perumahan, terlebih dari sisi kebijakan, di antaranya untuk mengendalikan harga tanah yang semakin tinggi di perkotaan.

"Tanpa kebijakan yang baik, lokasi perumahan subsidi bakal semakin jauh dari pusat aktivitas masyarakat," katanya.

Terkait kementerian khusus perumahan, Aviv menegaskan, saat ini kementerian yang mengurusi kebutuhan pokok masyarakat seperti pangan dan sandang sudah ada, namun yang menanggani urusan papan tidak ada.

Hal inilah yang menurutnya menjadi penyebab backlog perumahan masih sulit terselesaikan dan tentunya menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah.

"Oleh karena itu, Himperra merekomendasikan dihidupkannya kembali kementerian perumahan rakyat. Tanpa kementerian khusus, maka sulit sekali untuk mewujudkan program tiga juta rumah tersebut,” tegas Aviv.

Baca Juga: Kementerian Perumahan Rakyat: Layakkah Dihidupkan Kembali?

Ketua Umum DPP Aliansi Pengembang Perumahan Nasional (Appernas Jaya) Andre Bangsawan meyakini program 3 juta rumah yang dicanangkan Prabowo - Gibran bakal mampu mengurangi backlog perumahan di Indonesia.

Untuk itu, jelasnya, Appernas Jaya pun sangat mendukung program positif ini lantaran dinilai mampu membantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) memiliki rumah.

“Kami mengusulkan dibentuknya kembali kementerian khusus perumahan, karena perumahan dan infrastruktur sama pentingnya, sehingga urusan perumahan tidak cukup ditanggani pejabat setingkat direktur jenderal,” kata pemilik nama Andriliwan Muhamad ini.

Dia mengingatkan agar program 3 juta rumah ini diikuti dengan penyempurnaan terhadap regulasi dan skema-skema pembiayaan termasuk membenahi undang-undang yang terkait perumahan.

"Pengembang selama ini sangat kesulitan dalam mengurus perizinan, salah satunya karena tidak adanya kementerian khusus," katanya.

Appernas Jaya merekomendasikan kementerian khusus perumahan ini nantinya harus fokus kepada tiga target, yaitu: membuat skema baru tentang pembiayaan perumahan, membuat perizinan agar lebih mudah, dan harus ada kesepahaman bersama tentang rumah atau hunian yang akan dibangun untuk masyarakat.

Baca Juga: Begini Cara Atasi Backlog Perumahan Menurut Kementerian PUPR

Turut hadir dalam kegiatan tersebut, Menteri Negara Perumahan dan Permukiman periode 1998 - 1999, Theo L Sambuaga juga menyatakan dukungan terhadap pembentukan kementerian khusus perumahan.

Dia mengatakan, angka backlog kepemilikan rumah masih sangat besar di Indonesia. Hal itu menjadi tantangan serius yang harus diatasi dengan meningkatkan langkah-langkah yang super ekstra.

“Program tiga juta rumah ini menjadi langkah strategis yang perlu didukung agar terlaksana dengan sebaik-baiknya," tukas Theo L Sambuaga.

Untuk itu, imbuhnya, perlu diwujudkan gagasan agar urusan perumahan dapat kembali ditangani dan menjadi tanggung jawab satu kementerian tersendiri yang mempunyai struktur fungsional sampai ke daerah-daerah.

"Saya juga mendorong pemerintah memberikan insentif agar kalangan swasta ikut berpartisipasi dalam program pemerintah untuk membangun jumlah rumah yang reasonable untuk penyediaan rumah layak huni dan terjangkau untuk masyarakat khususnya MBR," katanya.

Baca Juga: BP Tapera Lahir Menjawab Backlog Perumahan Bagi Masyarakat

Sementara itu, Deputi Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera) bidang Pemupukan Dana, Doddy Bursman menyebut, dibutuhkan kerja sama yang kuat dari seluruh stakeholder untuk mendukung program 3 juta rumah termasuk pada ekosistem perumahan.

“Terkait dengan program tiga juta rumah, BP Tapera siap mendukung apapun keputusan yang akan dilaksanakan presiden terpilih nanti. Kami akan menjaga terus penyaluran perumahan bagi masyarakat, serta siap menerima penugasan dari pemerintah yang akan datang,” ungkapnya.

BP Tapera berfungsi sebagai Operator Investasi Pemerintah (OIP) yang mengelola dana FLPP sekaligus sebagai demand aggregator untuk penyediaan data MBR.

Doddy menambahkan, strategi yang dibutuhkan dalam mendukung program pembiayaan perumahan bagi MBR adalah perluasan pengembangan pembiayaan perumahan, mengurangi beban fiskal pemerintah dan mismatch maturity dengan menyediakan dana murah jangka panjang.

“Ke depan, BP Tapera akan terus melakukan perluasan sumber dana sesuai ketentuan peraturan perundangan. Sumber dana tersebut, selain berasal dari dana peserta dan dana pemerintah melalui alokasi APBN, dapat juga dengan optimalisasi sumber dana lain sesuai ketentuan peraturan perundangan,” jelasnya.

Baca Juga: Bank BTN Usulkan 6 Langkah Strategis Agar 'Zero Backlog' Perumahan Terwujud di 2045

Sementara itu, Presiden EAROPH Indonesia, Andira Reoputra yang dihubungi terpisah mengatakan bahwa program 3 juta rumah yang digagas pemerintahan Prabowo - Gibran nanti akan menjadi magnet yang besar bagi masyarakat termasuk masyarakat perkotaan.

"Pemerintahan baru mendatang diharapkan dapat merangkul semua stakeholder agar program perumahan tersebut dapat berjalan optimal," papar Reo, demikian dia akrab disapa.

Menurutnya, selain penting adanya zonasi perumahan yang link and match dengan konsep penataan kota agar masyarakat bisa mendapatkan hunian terjangkau, koordinasi antara pemerintah pusat dan pemerintah kota juga dibutuhkan.

“Di Jakarta misalnya, pemerintah pusat memiliki aset properti termasuk lahan yang luar biasa besar, demikian pula pemerintah provinsi. Oleh karena itu, butuh apa yang dinamakan property bucket, yang di dalamnya ada aset pusat dan aset daerah,” katanya.

Kalau semua aset properti itu dapat dikumpulkan dan dikonsolidasikan, maka nantinya persoalan lahan atau lokasi untuk pembangunan hunian di perkotaan seperti di Jakarta akan bisa terselesaikan.

"Aset-aset yang ada di dalam property bucket, juga memungkinkan untuk dikerjasamakan melalui skema pembangunan Skema Build Operate Transfer (BOT), Build, Transfer, Operate (BTO) atau Kerja Sama Pemanfaatan (KSP)," ungkap Reo.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Sertifikat tanah (Foto: Dok. RealEstat.id)
Sertifikat tanah (Foto: Dok. RealEstat.id)
Foto: Dok. Kementerian PU
Foto: Dok. Kementerian PU