Pasar Perkantoran Jakarta Masih Dihantui Oversupply

Pasar perkantoran Jakarta di Kuartal III 2023 masih dihantui sentimen oversupply, di mana terdapat 3,1 juta m2 ruang kantor kosong dengan yield yang rendah.

Kawasan Perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: realestat.id)
Kawasan Perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) – Perekonomian Indonesia terus tumbuh meskipun adanya krisis ekonomi global yang melanda seluruh dunia. Pertumbuhan ini didorong oleh tingginya permintaan di pasar dalam negeri dan daya saing ekspor yang tangguh.

Kendati demikian, Leads Property memperkirakan terjadinya perlambatan di tahun 2023 yang disebabkan tantangan ekonomi yang dihadapi oleh mitra perdagang dan investor global utama Indonesia.

Sentimen perlambatan ekonomi global membuat aktivitas perkantoran di Asia Pasifik lesu. Tak terkecuali di Ibu Kota Jakarta, di mana tingkat kekosongan (vacancy rate) mencapai 26,8% sementara pertumbuhan sewa turun -0,9% secara tahunan (YoY).

Mayoritas pasar perkantoran Asia Pasifik masih mengalami koreksi di sisi harga sewa. Pada paruh pertama 2023, Jakarta terlihat masih mengalami penurunan dalam siklus sewa perkantoran, meskipun dalam laju yang lambat.

Baca Juga: Tahun 2026 Bakal Jadi Titik Balik Bisnis Gedung Perkantoran Jakarta

Hendra Hartono, CEO dan Co-Founder Leads Property mengatakan, memasuki Kuartal III 2023, pasar perkantoran Jakarta masih dihantui sentimen oversupply.

"Saat ini, terdapat sekitar 3,1 juta meter persegi ruang kantor kosong di Jakarta dengan tingkat investasi yield yang relatif rendah," kata Hendra Hartono.

Leads Property mencatat, pasokan ruang perkantoran di Jakarta pada Kuartal III 2023 mencapai 11,6 juta m2, di mana sebanyak 64% berada di kawasan CBD dan 36% di luar CBD.

Pasokan ruang perkantoran Kelas A masih mendominasi dengan porsi 59,2%, diikuti Kelas B (26,8%), Kelas C (7,2%) dan Kelas Premium (6,8%).

Baca Juga: Kinerja Perkantoran Grade A di CBD Jakarta Makin Menjanjikan

Sementara itu, tingkat hunian (okupansi) rata-rata ruang perkantoran Jakarta di Kuartal III 2023 mencapai 73%, di mana okupansi rata-rata di CBD Jakarta mencapai 72%, sedangkan di luar CBD menyentuh angka 76%.

Perkantoran Kelas Premium di Jakarta ternyata memiliki tingkat okupansi tertinggi, yakni 73,5%, diikuti Kelas A (72,7%), Kelas C (71,6%), dan Kelas B (71,4%).

Di sisi harga sewa, penawaran kotor (gross rent) ruang perkantoran Jakarta selama Kuartal III 2023 rata-rata mencapai Rp310 ribu per meter persegi per bulan, di mana rata-rata sewa di CBD mencapai Rp331 ribu per meter persegi per bulan, sedangkan di luar CBD menyentuh angka Rp241 ribu per meter persegi per bulan.

Berdasarkan kelas, perkantoran premium menawarkan harga sewa rata-rata sebesar Rp450 ribu (USD29,1) per meter persegi per bulan, Kelas A Rp349 ribu (USD22,3) per meter persegi per bulan, Kelas B Rp272 ribu (USD17,4) per meter persegi per bulan, dan Kelas C Rp259 ribu (USD16,7) per meter persegi per bulan.

Baca Juga: Kinerja Gedung Perkantoran Kelas Atas di CBD Jakarta Mulai Pulih

"Tantangan yang timbul dari kondisi ekonomi global yang belum stabil, diikuti pemilihan umum di Indonesia pada tahun 2024, menjadikan pasar properti perkantoran di Jakarta masih dalam sentimen berhati-hati," kata Hendra Hartono.

Dia melihat, pengembang saat ini akan berhati-hati dalam merilis proyek baru, dikarenakan ancaman resesi ekonomi global yang membuat permintaan kantor akan masih tumbuh secara terbatas.

Sementara itu, lantaran terbatasnya pasokan baru, tingkat hunian ruang perkantoran di Jakarta akan cenderung stabil hingga akhir tahun 2024. Sedangkan persaingan antara gedung perkantoran baru dan gedung lama akan terus berlanjut.

"Hal ini akan mendorong persaingan harga yang ketat dan penawaran paket sewa yang menarik untuk menarik perhatian calon penyewa," katanya.

Baca Juga: 2023, Penyewa Ruang Perkantoran CBD Jakarta Pasang 'Mode Waspada', Ada Apa?

Tren Perkantoran Jakarta di 2023

Lebih lanjut, Hendra mengungkapkan ada beberapa tren ruang perkantoran Jakarta yang bisa dilihat selama Kuartal III 2023. Leads Property memprediksi, para penyewa cenderung memilih pembaharuan sewa di tengah kondisi ekonomi yang tidak stabil dan masih diterapkannya work from anywhere (WFA).

Penerapan sistem hybrid dengan cara kerja WFA pun berpotensi mengembangkan tren pencarian ruang kantor yang fleksibel di pasar perkantoran komersial.

Di sisi lain, pasar yang masih lesu dan dibayangi oversupply membuat kenaikan biaya sewa kecil kemungkinannya untuk terjadi. Pengembang kesulitan mencari tenant yang berkomitmen untuk gedung baru dikarenakan kondisi permintaan yang lesu.

"Lokasi gedung kantor yang terhubung jalur MRT dan LRT tetap diminati, terutama di kawasan dengan aturan ganjil-genap, seperti Thamrin dan Sudirman," terang Hendra.

Baca Juga: Peluang Pasar Perkantoran di Sepanjang Jalur LRT Jabodebek: Riset Colliers Indonesia

Peluang Perkantoran Jakarta di 2024

Jelang memasuki tahun 2024, Leads Property melihat gedung perkantoran bersertifikat Green Building akan banyak dicari para tenant. Permintaan gedung kantor ramah lingkungan ini akan terus meningkat, karena banyak perusahaan mulai menerapkan prinsip keberlanjutan (ESG) dalam mencapai sustainability goal.

Sementara itu, Kebijakan hybrid working akan lebih diketatkan, dan manajemen dari perusahaan tersebut mulai mendorong untuk menaikan kehadiran pegawai di kantor.

"Di sisi lain, karena harga sewa perkantoran Jakarta yang masih kompetitif, penyewa cenderung melakukan upgrade ke gedung baru yang lebih berkualitas dengan desain lebih baik dan lokasi lebih strategis (flight-to-quality)," pungkas Hendra Hartono.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)