RealEstat.id (Jakarta) – Pasokan rumah tapak di kawasan Jabodetabek di rentang Kuartal I 2024 terpantau masih mengalami pertumbuhan, terutama di wilayah Tangerang dan Bekasi.
Berdasarkan data yang dihimpun Leads Property, pasokan rumah tapak di Jabodetabek di Kuartal I 2024 mencapai 174 ribu unit, di mana Tangerang menyumbang 45% pasokan, diikuti Bekasi (25%), Bogor (19%), Depok (6%), dan Jakarta (5%).
Tingkat Penjualan rata-rata rumah tapak di Jabodetabek mencapai 93%, di mana penjualan tertinggi terjadi di Depok (95%), disusul Bogor, Bekasi, dan Tangerang (masing-masing 94%), sedangkan Jakarta hanya 83%.
Sementara itu, harga jual rumah tapak rata-rata di Jabodetabek berkisar Rp2,5 miliar per unit, di mana Jakarta memimpin dengan harga rata-rata Rp5,5 miliar, diikuti Tangerang (Rp2,9 miliar), Bekasi dan Depok (masing-masing Rp1,4 miliar), serta Bogor (Rp1,0 miliar).
Baca Juga: Tangerang Berjaya, Begini Prospek Pasar Perumahan Tapak Jabodetabek di 2024
Martin Samuel Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Services Leads Property menggarisbawahi, bahwa munculnya township baru dengan harga yang cukup kompetitif menyebabkan penurunan rerata harga pasar rumah tapak di Jabodetabek.
"Berdasarkan riset kami, terlihat kawasan Tangerang bagian utara bersaing dengan Tangerang Selatan karena faktor kedekatan dengan bandara," tutur Martin, menambahkan.
Dia menerangkan, kendati secara keseluruhan pergerakan pasar di Indonesia lesu di kuartal pertama tahun ini, namun pergerakan pasar rumah tapak, khususnya di Bodetabek masih tumbuh secara positif.
"Secara kuartalan, kami mencatat pasar rumah tapak kedatangan sebanyak 2.800 unit baru, penjualan tercatat sebesar 3.100 unit, di mana mayoritas berasal dari area Tangerang," katanya.
Baca Juga: Permintaan Perumahan Kelas Atas Meningkat di Semester I 2023: Survei Cushman & Wakefield
Rata-rata harga rumah pun cenderung stabil, hanya meningkat sebesar 0,6% dari kuartal sebelumnya.
"Sebagian besar pembeli rumah tapak di Jabodetabek berasal dari kalangan end-user yang mencari unit dua kamar tidur ke atas, sedangkan para investor mengincar tipe lebih kecil, yakni satu kamar tidur," terang Martin.
Tren Rumah Tapak Jabodetabek
Lebih lanjut Martin mengungkapkan tren yang tengah terjadi di pasar rumah tapak Jabodetabek. Menurutnya, preferensi harga yang paling diminati adalah di bawah Rp2 miliar dengan tenor KPR hingga 25 tahun.
Dia menuturkan, kawasan hunian dengan fasilitas yang lengkap, seperti mal, sekolah, retail, dan sarana olah raga, lebih diminati. Demikian pula kawasan dengan aksesibilitas yang baik, misalnya dekat dengan akses tol atau transportasi umum.
Baca Juga: Tiga Sektor Properti Paling Diminati di Kuartal IV 2023: Riset JLL Indonesia
Kawasan utara-timur Jakarta mulai menjadi incaran investor/pengembang dan pembeli hunian pertama selain kawasan Tangerang/Tangerang Selatan. Hal ini disebabkan adanya rencana pembangunan jalan tol dan MRT.
"Lantaran keterbatasan lahan, pengembangan rumah tapak baru di Jakarta cenderung ke arah konsep townhouse," tutur Martin.
Leads Property pun melihat terjadinya pergeseran preferensi lokasi rumah mewah (luxury), khususnya di Tangerang bagian selatan dengan kisaran harga di bawah Rp20 miliar.
"Pada umumnya, rumah tersebut dimiliki oleh generasi baby boomers dan dijadikan rumah kedua. Pertimbangannya, lahan lebih luas, dapat ditempati hingga tiga generasi, serta memiliki kamar tidur cukup luas di lantai satu," terangnya.
Baca Juga: Insentif PPN Dongkrak Penjualan Perumahan Siap Huni di Jabodebek-Banten
Kenaikan Harga Bisa Cepat Terjadi
Terkait insentif PPN DTP, Leads Property berharap regulasi ini akan menjadi katalis permintaan perumahan tapak, terutama untuk unit ready-stock di bawah Rp2 miliar per unit.
Area pinggiran masih menarik untuk pengembangan perumahan, baik skala cluster (mikro) hingga township yang berpotensi digarap oleh kolaborasi investor, baik lokal maupun asing.
Martin mengatakan, dengan adanya pengembangan township di Tangerang bagian utara yang hanya mengandalkan jalan tol ke bandara sebagai akses utama, tentu akan berdampak pada kemacetan serta memperparah mobilitas dari-dan-ke bandara.
"Akibatnya, pencapaian dari-dan-ke bandara akan lebih lama. Dengan demikian, kami memperkirakan kereta bandara akan semakin diminati," katanya.
Sementara itu, kawasan perumahan yang berlokasi dekat dengan transportasi umum berbasis rel (LRT/MRT/KRL), seperti Cibubur dan Bekasi, diperkirakan bakal mengalami kenaikan harga lebih cepat dan menjadi daerah investasi baru.
"Dampaknya, selisih harga rumah dengan daerah favorit yang tidak memiliki akses transportasi umum akan semakin tipis," pungkasnya.
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News