RealEstat.id (Jakarta) – Kendati di Kuartal III 2024 belum ada pasokan ruang perkantoran baru di Jakarta, namun hingga akhir 2024, akan ada tambahan 72.000 m2 pasokan baru yang akan berasal dari Gedung Sanggala, Stature Tower, dan Fortune Tower.
Berdasarkan riset yang dilakukan Leads Property, setelah 2024 belum ada potensi pasokan ruang perkantoran baru di Jakarta dalam rentang tiga sampai lima tahun ke depan.
Hingga Kuartal III 2024, pasokan ruang perkantoran di Jakarta mencapai 11,6 juta m2, di mana sebanyak 64% berada di kawasan Central Business District (CBD), sementara 36 berlokasi di luar CBD.
Berdasarkan grade, perkantoran Grade A masih yang tertinggi dengan pasokan sebanyak 59,4%, diikuti Grade B (26,7%), Grade C (7,2%), dan Premium (6,7%).
Baca Juga: Harga Sewa Perkantoran Kelas A di CBD Jakarta Naik Pesat
Martin Samuel Hutapea, Associate Director Research & Consultancy Services Leads Property menjelaskan, di Kuartal III 2024 permintaan pasar perkantoran di CBD Jakarta berkisar 16.500 m2 dan di luar CBD sekitar 8.300 m2.
"Secara keseluruhan, rata-rata tingkat hunian perkantoran Jakarta sebesar 73%, dengan tingkat okupansi rata-rata 72% di kawasan CBD dan 76% di luar CBD," tuturnya.
Jika dilihat dari grade, tingkat okupansi rata-rata perkantoran Grade A menjadi yang tertinggi, yakni 75,0%, disusul Grade B (70,8%), Grade C (70,1%), dan Premium (66,6%).
Dia menjelaskan, harga sewa ruang perkantoran di Jakarta mengalami sedikit penurunan, yaitu sebesar 0,23% di CBD dan 0,1% di luar CBD.
Baca Juga: Ruang Kantor Inovatif Jadi Aset Esensial Baru, Seperti Apa?
Secara keseluruhan harga rata-rata ruang perkantoran Jakarta berkisar Rp309.000 per meter persegi per bulan, di mana harga rata-rata di CBD sekitar Rp330.000 per meter persegi per bulan dan di luar CBD menyentuh Rp239.000 per meter persegi per bulan.
Sementara itu berdasarkan grade, harga sewa perkantoran Kelas Premium mencapai Rp457.000 per meter persegi per bulan, Grade A Rp343.000 per meter persegi per bulan, Grade B Rp265.000 per meter persegi per bulan, dan Grade C Rp261.000 per meter persegi per bulan.
Menurut Martin Samuel Hutapea, sektor teknologi, keuangan, dan jasa masih menjadi andalan dalam permintaan ruang perkantoran di Jakarta.
"Hingga Kuartal III 2024, tercatat sekitar tiga juta meter persegi ruang perkantoran yang masih available di Jakarta, namun tidak terlihat transaksi yang signifikan pada perkantoran strata-title," terangnya.
Baca Juga: Tren Flight-to-Quality Berlanjut di Perkantoran Premium Dunia
Tren Perkantoran Jakarta
Lebih lanjut, Martin menjelaskan, ke depan para tenant perkantoran di Jakarta menginginkan flight-to-quality, di mana mereka menggunakan unit kantor berukuran lebih kecil di gedung berkualitas lebih baik.
Secara organik, demand masing-masing koridor perkantoran sudah terbentuk. Misalnya, kawasan SCBD menjadi pusat finansial dan servis.
Sementara, Sudirman dan Thamrin, memiliki kelebihan dalam akses MRT, sedangkan Gatot Subroto didukung akses ke jalan tol.
"Selain itu, kawasan Satrio menjadi pilihan bagi para pengguna mobil pribadi, di mana Mega Kuningan menjadi preferensi bagi perusahaan asal China karena dekat dengan Kedubes China," ujar Martin.
Baca Juga: Perkantoran Berkonsep Green Building Makin Menjamur di Jakarta
Dia menuturkan, gedung perkantoran dengan sertifikat Green Building di Jakarta bakal semakin marak, lantaran permintaan dari tenant multinasional.
"Sedangkan, gedung-gedung Grade B dan C kebanyakan dihuni oleh tenant lokal yang tidak terlalu memperhatikan aspek green building," ungkap Martin.
Di sisi lain, kehadiran 100% pegawai korporasi (Work from Office) terus dimotivasi. Pasalnya, tren Back to Work terbukti lebih produktif bagi perusahaan.
"Dengan tren ini, gedung-gedung perkantoran yang dekat dengan transportasi umum dan fasilitas yang memadai lebih diminati tenant," terangnya.
Baca Juga: 8 Tren Tata Letak (Layout) Ruang Kantor Modern
Di kawasan Non-CBD, Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 bakal menjadi tren perkantoran baru, terutama bagi perusahaan asal China memerlukan kantor dengan kelengkapan fasilitas dan infrastruktur, serta dekat dengan Bandara.
Sementara kawasan TB Simatupang menjadi pilihan bagi perusahaan yang tidak perlu berada di CBD Jakarta, namun masih membutuhkan konektivitas ke CBD.
"Gedung low-rise yang umumnya terletak di kawasan Tangerang, banyak diincar oleh perusahaan rintisan (start-up), karena lokasinya dekat dengan universitas, perumahan karyawan, dan beragam fasilitas," pungkas Martin.
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News