Jakarta Happy City: Jargon 'Kota untuk Semua' yang Sahih dan Terbukti

Jakarta makin resik dengan bus bertenaga listrik. Tidak berisik. Kesan kala menegoknya: apik, eksotik, ikonik. Ciri dari sebuah kota modern.

Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)

RealEstat.id (Jakarta) - Ini liputan dari jalan protokol Sudirman, Jakarta. Pas di depan Hotel Le Meridien. Tepat di bawah Jembatan Penyeberangan Orang (JPO) berbentuk kapal pinisi—yang artistik dan Instagrammable—satu bus listrik baru, melaju. Menegoknya, pikiran saya teringat Jeremy Bentham dan Charles Montgomery.

Jakarta makin resik dengan bus bertenaga listrik. Tidak berisik. Kesan saya kala menegoknya: apik, eksotik, ikonik. Ciri dari sebuah kota modern.

Kenapa? Mobil Listrik mampu mereduksi emisi karbon—yang polutif dan tentu berbahaya bagi kesehatan. Dengan mobil listrik, Jakarta makin manusiawi dan Indonesiawi. Ikhtiar mengurangi kengerian polusi udara kota.

Baca Juga: Menikmati Hari Lingkungan Hidup di Tebet Eco Park: Udara Bersih untuk Indonesia

Maret 2022, Gubernur Anies Baswedan uji coba meluncurkan 30 mobil listrik TransJakarta. Upaya nyata menjejak era baru transportasi yang bebas emisi karbon telah dimulai.

Saya yakin itu bukan gimmick dan tak akan menjadi kabar-kabar sunyi. Terus meluncur dalam karya besar transportasi Ibu Kota Jakarta, milik semua-feat-kita.

Dalam membangun kota, juga membahagiakan warga, Anies memberi bukti. Ya, sebagai karya. Bahkan dengan prestasi skala dunia. Bukan merenda opini bayaran belaka. Warga dan netizen waras adalah agen "public relation" tulus yang taknak dibayar.

Baca Juga: Dari Rumah Negeri di Genah, Budayakan WTP Indonesia

Karena apa? Kita berhak atas kota. Buktinya, Jakarta terpilih sebagai kota terbaik di dunia dalam ajang ‘Sustainable Transport Award 2021'.

Menyukuri itu, kata Anies, perihal penghargaan dunia atas kemajuan sistem transportasi publik dan mobilitas suatu kota, adalah kemenangan Jakarta yang kedua. Tahun sebelumnya: juara dua.

Jakarta juga berhasil mengalahkan puluhan kota besar dunia lain: Auckland, Bogota, Buenos Aires, Charlotte, Frankfurt, Moscow, San Francisco dan Sao Paulo. Hal ini membuktikan Jakarta tak puas mengukir karya dan terus berinovasi.

Berbagai prestasi itu dari Bijak Kebijakan Anies, biarkan saya menyebutnya: 'AniesPrudence'.

Selain transportasi yang berprestasi kinclong, seperti warna-warni mobil listrik TransJakarta itu, Anies membenahi Jembatan Penyeberangan Orang (JPO). Agar semua warga terhubungkan mudah dan nyaman, dengan kinclongnya dan memanusiwinya Ibu Kota Jakarta.

Begitu kiranya, gagasan dan narasi dibalik karya JPO Pinisi itu. Masih ingat jurus membangun Anies? Dari gagasan, ke narasi, menjadi karya.

Dulu, JPO terkesan kusam, bau macam. Acap terbiar dan banyak kengerian. Pejalan kaki tak ada pilihan. Saya pernah hampir kecopetan. Warga oh warga, hanya menerima saja. Jangankan minta dimanjakan. Itu, dulu, satu kemewahan.

Baca Juga: Mudik Gratis Anies: Sebuah Catatan Warga Ibu Kota Jakarta

Sekarang JPO adalah kegembiraan otentik, dan lokasi beraksi asyik. Malam-malam mencari JPO Pinisi. Apalagi dipapar cahaya lampu warna-warni properti di malam hari. Pejalan kaki naik kelas. Dimanjakan kotanya.

Kilau JPO Pinisi bukan igauan. Terus terang saya sudah mencobanya dua kali, pada dua malam. Tak sendirian, dengan dua "pasukan" berbeda, yang tak hanya warga Jakarta.

Semula saya enggan datang ke sana, dan seakan acuh berkata: "ahh, biasa-biasa aja". Rupanya saya salah besar. JPO Pinisi itu paten konsepnya. Keren narasinya. Aduhai karyanya. Saya happy sebagai warga IKN Jakarta.

Tak hanya saya. Bahkan tak jarang pengunjung juncto tamu Hotel Le Meridien yang terpacak di dekatnya, asyik-asyik aja datang ke JPO Pinisi. Yang bertingkat dan difasilitasi lift ukuran besar. Lebih besar dari lift Hotel Le Meridien yang berbintang, di sisinya. Saya melihat mereka melempar senyum. Acap ambil foto dan berjalan-jalan di JPO malam.

Baca Juga: Catatan AniesPrudence: Berani Bela yang Lemah, Anies Perluas PBB Gratis!

Benar itu tamu hotel? Ya. Saya yakin. Terindikasi dari busana, diksi, percapakan, dan corak senyumnya. Ada surplus bahagia warga pun juga wisatawannya.

Tepat jika Anies Baswedan melanjutkan pembangun dengan dalil-feat-tagline: 'Bangun Negerinya. Bahagiakan Rakyatnya'.

Sejak lama, tesis saya bahwa: kota bukan kedai. Kota bukan pangkalan berbayar, yang melulu transaksional. Hemat saya, apa yang tak patut ditarik bayaran, jangan dijadikan kebijakan. Dalam bisnis, tak ada dasar-underlying, maka tak ada pembayaran yang halal. Bisa-bisa diduga hukum sebagai transaksi haram.

Misalnya? Transportasi publik. Sediaan transportasi publik itu layanan publik. Bergerak bebas alias bertransportasi adalah HAM. Sarana transportasi publik kudu disediakan. Bukan ajang bisnis-transaksional murni an sich. Untuk itu dibangun moda bernama MRT: Moda Raya Transportasi. Juga ada Jak Lingko, yang terkoneksi utuh-menyeluruh antar rute se-Jakarta.

Baca Juga: Persetujuan Bangunan Gedung (PBG) Jangan Hambat Perumahan MBR!

Anda bisa membayangkan kalau MRT dan Jak Lingko adalah idemditto "kedai" transportasi—yang berbasis komersial. Kota akan menjadi mahal. Kota tak terjangkau sang "pemilik" sah kota.

Tapi tidak bagi Anies. Dengan jurus cerdas GNK-nya: Gagasan, Narasi, Karya, antara lain: MRT, Jak Lingko, bus listrik, JIS, JPO Pinisi, Tebet Eko Park, bahkan Formula E—helat yang mengampanyekan mobil bersih-aman dari jahatnya emisi karbon.

Semua itu, apa gagasannya? Kota Inklusif—yang berkeadilan untuk semua. Narasinya? Kita berhak atas Kota (right to the city). Karyanya? Contohnya, yaitu tadi: MRT!

Walau berbayar tapi MRT sesuai ability to pay, bukan duty to pay. Bukan transaksi komersial pol. Jak Lingko juga sama, malah untuk warga lansia gratiss-tiss.

Eureka, Kita berhak atas kota. Pun, kita berhak atas Indonesia!

Baca Juga: Lima Catatan Awal Terkait RUU Ibu Kota Negara

Akhirnya saya bisa mengerti, mengapa Kebijakan Bijak Gubernur Anies—sebagai jurus AniesPrudence—membuat warga Jakarta bahagia. Dari fakta Ramadan JPO Pinisi, antusias pada bus listrik, kemeriahan warga main ke Tebet Eko Park, riuh dan sukses Formula E, stadion JIS standar FIFA yang bisa dipakai gratis, dan banyak lagi lainnya.

Karya-karya itu tak hanya cerita bahagia warga Jakarta, malah berimbas luas: membahagiakan rakyat Indonesia! Kini saya paham, mengapa rakyat bisa bahagia dan bersemangat kepada Indonesia, karena sosok Gubernur Anies.

Sebagai seorang lawyer, saya teringat ajaran Jeremy Bentham. Tuan Bentam menyebutkan, bahwa “the aim of law is the greatest happines for the greatest number”. Tujuan hukum adalah kebahagian sebesar-besarnya, bagi orang sebanyak-banyaknya. Bukan untuk elite-oligark, dan segelintir orang tajir sahaja.

Sebagai orang yang bersentuhan dengan urusan hukum perumahan dan pembangunan perkotaan, saya teringat dengan tesis 'Kota untuk Semua', City for All, adalah sahih dan terbukti.

Baca Juga: Soroti 7 Isu Strategis, Ini Rekomendasi The HUD Institute Terkait Perkotaan dan Perumahan Rakyat

Idemditto Pak Bentham, dalam ikhtiar menjadikan IKN Jakarta yang bahagia, saya setuju dengan Charles Montgomery yang mengambil judul bukunya, 'Happy City: Transforming Our Live Through Urban Design'.

Dengan jurus GNK ala Anies, walau dia bukan berpendidikan formal urban planner, kiranya dia berhasil dalam transformasi Jakarta Tangguh yang membahagiakan warganya. Anies mampu membangun "kontak" banting, tabah menyerap aspirasi, dan sukaria hati terkoneksi dengan warganya.

Dalam hati saya bergumam: AniesPrudence, rakyat keren! Seakan ada sambungan koneksi aspirasi dan hati. Ada link "WiFi" Anies dan warga Jakarta, bahkan Indonesia.

Tabik.

Muhammad Joni, Advokat Joni & Tanamas Law Office, Sekretaris Umum The Housing and Urban Development (HUD) Institute, Ketua Korsorsium Nasional Perumahan Rakyat, Eksponen KAHMI, dan Jamaah Brave to be Greatness Indonesia yang juga penulis buku "Ayat-ayat Perumahan Rakyat". Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis. Untuk berkorespondensi, dapat disampaikan melalui email: mhjonilaw@gmail.com.

Berita Terkait

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)