Investor Properti Asia Pasifik: Ketidakpastian Harga dan Suku Bunga Pengaruhi Arus Modal

Ketidakpastian harga dan suku bunga memengaruhi turunnya arus modal, namun optimisme tetap tinggi karena investor melihat bahwa bank sentral hanya menganjurkan untuk jeda.

Tokyo, Jepang (Foto: Pixabay.com)
Tokyo, Jepang (Foto: Pixabay.com)

RealEstat.id (Jakarta) – Investor properti global akan menghadapi sejumlah tantangan baru di tahun 2023, seiring ketidakpastian harga dan suku bunga yang berimbas pada arus modal ke industri properti komersial di Asia Pasifik.

Menurut Asia Pacific Investor Sentiment Barometer 2023 yang dirilis oleh perusahaan konsultan properti global JLL, sebanyak 78% investor menyebut ketidakpastian harga sebagai tantangan terbesar dalam ekspansi arus modal pada 2023.

Sementara, 70% investor properti Asia Pasifik percaya bahwa kebijakan suku bunga yang tidak merata dan tidak dapat diprediksi secara global akan memengaruhi keputusan investasi.

Baca Juga: Investasi Properti Komersial di Asia Pasifik Turun 27%, Apa Penyebabnya?

Sentimen ini menandai pergeseran dari awal 2022, di mana 82% investor yang disurvei oleh JLL menyebut kompetisi memperebutkan aset sebagai tantangan terbesar mereka, dibanding dengan tahun 2023 di mana hanya 9% investor menyebut kompetisi aset sebagai tantangan utama.

Ketidakpastian harga dan suku bunga kemungkinan akan terus memengaruhi turunnya arus modal pada tahun 2023, namun optimisme jangka panjang tetap tinggi karena investor melihat bahwa bank sentral hanya menganjurkan untuk jeda sementara dibandingkan mundur sepenuhnya dalam aktivitas penanaman modal/investasi.

Menurut analisis JLL, 58% responden percaya bahwa suku bunga yang menjadi acuan perlu diturunkan sebesar 50-100 bps untuk mendorong kembali aktivitas investasi.

Akibatnya, sekitar 60% investor yang disurvei memperkirakan volume arus modal di pasar properti Asia Pasifik akan kembali mengalami penurunan pada 2023, dari posisi terendah sebesar USD129 miliar pada tahun lalu.

Baca Juga: 2023, Volume Investasi Properti Asia Pasifik Diprediksi Turun 10%, Perhotelan Justru Naik 6%

Hal tersebut sejalan dengan perkiraan JLL akan adanya penurunan moderat/yang tidak terlalu besar, yaitu 5-10% seperti yang dipublikasikan di Asia Pacific Outlook 2023.

"Investor bersiap menyesuaikan rencana investasi tahun ini bersamaan dengan tantangan penempatan modal yang berkembang mengikuti situasi ekonomi makro global yang sulit diprediksi serta kebijakan bank sentral,” ujar Roddy Allan, Chief Research Officer, JLL Asia Pasifik.

Akan tetapi, imbuhnya, periode penuh kewaspadaan ini bukan merupakan cerminan keyakinan jangka panjang para investor di kawasan ini, tapi hal ini akan membuat mereka menyesuaikan cara, waktu, dan tempat untuk menempatkan dana pada tahun ini.

Sebagai jawabannya, investor mempertimbangkan kembali strategi dan level toleransi risiko untuk tahun ini. Strategi untuk meningkatkan nilai investasi menjadi titik fokus bagi 64% responden, naik dari 53% tahun lalu.

Baca Juga: Suplai Data Center Asia Pasifik Tumbuh 300%, Jakarta Nomor Dua

Strategi tersebut mencakup penempatan dana untuk menaikkan dan memenuhi target keberlanjutan di pasar inti, dan  untuk mengalihkan aset hotel sebagai proyek multifamily, dengan mempertimbangkan demografi pasar yang positif, termasuk kebutuhan hunian.

Saat menjalankan strategi, investor melihat investasi langsung dan utang sebagai dua metode paling disukai dalam pengerahan modal pada 2023, dengan masing-masing 48% dan 39% responden meningkatkan fokus mereka pada kesepakatan tersebut.

Responden menyatakan minat pada investasi langsung, karena peluang usaha patungan dan platform yang terbatas, serta potensi pengembalian utang yang lebih tinggi akibat kenaikan suku bunga yang mendorong strategi modal ini berkembang secara regional.

Baca Juga: Transparansi Sektor Properti Asia Pasifik Meningkat, Indonesia Masuk Kategori Semi-Transparan

Sektor logistik—didukung oleh permintaan penghuni yang kuat dan pertumbuhan sewa—diidentifikasi oleh investor sebagai kelas aset yang akan memperoleh kucuran modal dan eksposur pinjaman terbesar pada tahun ini, dengan 64% investor berencana untuk meningkatkan eksposur mereka ke sektor ini pada tahun 2023.

Investor dan pemberi pinjaman juga melihat kelas aset alternatif regional sebagai inti dari strategi nilai tambah, dengan 46% responden mengharapkan aset yang dikelola/assets under management (AUM) dalam portofolio multifamily dapat terus bertumbuh.

Sektor perhotelan juga akan terlihat menarik menyusul berakhirnya pembatasan perjalanan dan pulihnya sektor pariwisata, dengan 32% responden mengharapkan AUM perhotelan meningkat pada tahun 2023.

Dalam situasi yang tidak pasti, investor akan menyukai wilayah yang stabil seperti Jepang dan Singapura, dengan 68% dan 60% responden berharap untuk meningkatkan eksposur mereka pada 2023.

Baca Juga: Kota-kota Asia Pasifik Mesti Prioritaskan Dekarbonisasi Sektor Properti, Bagaimana Caranya?

Secara khusus, Tokyo siap untuk menjadi penerima modal utama pada 2023, menempatkan kelas aset multifamily, logistik dan industri, serta kantor sebagai tiga pasar investasi teratas pada 2023.

Sementara itu, Stuart Crow, CEO Capital Markets JLL Asia Pasifik menjelaskan, para investor yang ditemui, senantiasa berfokus pada perekonomian di kawasan yang telah matang dan pada pasar di mana mereka sebelumnya telah menginvestasikan modal.

"Seiring berjalannya waktu di tahun 2023, kami mengharapkan isu-isu yang menyangkut harga, dampak suku bunga, dan inflasi akan menjadi topik utama pembicaraan dengan para investor," pungkas Stuart Crow.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)