RealEstat.id (Jakarta) - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mensinyalir maraknya kasus sengketa dan konflik pertanahan yang muncul ke permukaan lantaran proses jual beli maupun peralihan aset tanah yang tidak sesuai prosedur, sehingga membuka celah adanya penyalahgunaan.
Untuk itu, ATR/BPN sebagai institusi pemerintah yang bergerak dalam urusan pertanahan dan tata ruang terus berkomitmen penuh untuk menyelesaikan penanganan konflik dan sengketa pertanahan. Demikian penuturan Direktur Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan (Dirjen PSKP), RB Agus Widjayanto.
Baca Juga: Sengketa Lahan Rocky Gerung - Sentul City, Ini Tanggapan ATR/BPN
Dia menjelaskan, sengketa dan konflik pertanahan adalah perbedaan persepsi kepentingan antara dua pihak atau lebih, baik antar individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan kelompok, individu dengan korporasi, dan lain-lain, mengenai status penguasaan dan pemilikan tanah atau keputusan pejabat tata usaha negara di bidang pertanahan.
"Hal ini kemudian muncul ke permukaan sebagai suatu sengketa dan konflik perkara," jelas RB Agus Widjayanto dalam siaran pers yang dirilis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Terkait data sengketa konflik, Dirjen PSKP menjelaskan bahwa berdasarkan pada data sengketa konflik periode 2018-2020 terdapat 8.625 kasus. Ia juga menjelaskan bahwa saat ini telah diselesaikan 63,5% atau sejumlah 5.470 kasus sengketa dan konflik sehingga tersisa 3.145 kasus sengketa dan konflik yang masih berjalan terkait proses penyelesaiannya.
Baca Juga: Tips Aman Membebaskan Lahan dari Pakar Hukum Properti
Dalam hal perkara sengketa dan konflik pertanahan yang masih marak, RB Agus Widjayanto menegaskan kepada masyarakat agar teliti sebelum membeli dan mengerti status tanah serta identitas tanah secara lengkap.
Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan pasal 16 UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA), macam-macam hak-hak atas tanah yaitu Hak Milik, Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai.
“Hal itu yang tertuang di pasal 16 UUPA, selain macam hak atas tanah tersebut tidak ada,” terang RB Agus Widjayanto.
Menanggapi kasus dua pihak atau lebih yang memiliki sertifikat yang sah, Dirjen PSKP menegaskan bahwa pada prinsipnya, satu bidang tanah hanya ada satu sertifikat, jika ada sertifikat lain maka sudah dipastikan itu tidak sah.
Baca Juga: Ini Strategi Kementerian ATR/BPN Berantas Mafia Tanah
“Bisa sertifikatnya yang tidak benar maupun alas haknya yang tidak benar. Oleh karena itu salah satu sertifikatnya dapat dibatalkan,” terang Dirjen PSKP.
Tak dapat dipungkiri jika beberapa kali persoalan jual beli tanah yang sertifikat haknya kurang jelas status tanahnya kerap terjadi. RB Agus Widjayanto menjelaskan alur proses jual beli tanah bersertifikat, dalam hal ini jual beli ini harus di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Setelah itu, PPAT akan melakukan pengecekan ke Kantor Pertanahan setempat.
“PPAT itu cek di Kantor Pertanahan, ini ada sita tidak, ada sengketa tidak. Kalau tidak ada baru dipastikan aman dan akan dilakukan pembuatan akta jual beli. Ketika ada akta jual beli baru dapat sah balik nama,” jelasnya.
Lebih lanjut, RB Agus Widjayanto mengungkapkan bahwa celah-celah penipuan dapat terjadi ketika jual beli tanah terjadi tanpa prosedur yang tepat.
Baca Juga: Sertifikat Tanah Elektronik, Amankah?
“Sewaktu pembuatan akta jual beli bisa saja tidak dicek terlebih dulu, mungkin juga akta jual beli dibuat tidak di hadapan notaris PPAT. Kedua, memang bisa saja ada itikad tidak baik dari salah satu pihak misal dari penjual, bersekongkol untuk berpura-pura menjadi PPAT, bilang akan dicek ternyata malah ditukar sertifikatnya, seperti kasus yang sudah-sudah,” tuturnya.
Dalam mendapatkan informasi seputar pertanahan yang valid dan kredibel, Dirjen PSKP juga mengimbau kepada masyarakat untuk dapat mengakses informasi pertanahan ke Kantor Pertanahan setempat.
“Seperti di Kementerian ATR/BPN ini, terdapat tim Humas yang selalu memberikan informasi dan ketentuan mengenai pertanahan. Bagaimana supaya masyarakat membeli tanah dengan aman. Demikian juga di Kantor Pertanahan, bisa datang di sana dan bertanya mengenai informasi tanah yang diperoleh,” tutupnya.