Dari Omnibus Law ke Omnibus "Happy” Law (3)

Idealnya, Omnibus Law Cipta Kerja menjawab segenap soal aktual perumahan rakyat. Dan, meningkatkan standar capaian kesejahteraan perumahan rakyat.

Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)

Oleh: Muhammad Joni

RealEstat.id (Jakarta) - Pada bagian ketiga opini bertitel Dari Omnibus Law ke Omnibus “Happy” Law ini, aha, mengapa tiada pasal baru mengoptimalisasi pembiayaan perumahan yang masih melulu berbasis perbankan?  

Pun,  jika  hendak menjawab  defisit perumahan MBR dalam skala nasional, mengapa  aturan hunian berimbang tidak satu hamparan  dalam  Pasal 36 UU PKP tidak diubah juncto di-Omnibus Law-kan? Ya, sebagai strategi nasional dan tidak dibatasi hanya pada satu kabupaten ataupun kabupaten/kota yang berbatasan saja? 

Baca Juga: Dari Omnibus Law ke Omnibus “Happy” Law (2)

Mengapa tidak menambah pasal baru yang  memperkuat perlindungan konsumen/MBR. Yang acapkali meruyak sebagai kasus-kasus konflik konsumen perumahan/properti. Yang tak jarang laporan juncto keluhannya sampai ke meja Menteri?  

Juga, mengapa tak menermati pasal  40 UU PKP  yang menormakan public developer,  namun  belum efektif hingga kini. Lantas, mengapa pasal itu tidak di-Omnibus Law-kan dari balada aturan yang zigzag?  

Asumsi patik, ada jamak  kekeliruan diagnosa ikhwal paragraf perumahan rakyat sehingga belum menjawab kekosongan hukum. Kalau-pun nantinya UU itu disahkan. 

Baca Juga: Dari Omnibus Law ke Omnibus “Happy” Law (1)

Idealnya, RUU Cipta Kerja menjawab segenap soal aktual perumahan rakyat. Dan, meningkatkan standar capaian kesejahteraan perumahan rakyat. Tak hanya penyediaan perumahan, apalagi tidak  eksplisit perumahan rakyat.  Omnibus Law Cipta Kerja mesti menjadi cipta kerja bahagia, dong! Bukankah kerja untuk bahagia semua?

Pelajar hukum semester satu pasti ahu, selain kepastian dan keadilan, tujuan hukum adalah kemanfaatan: kebahagian sebesar-besarnya bagi orang sebanyaknya.  

Baca Juga: 5 Langkah Restrukturisasi Kredit Properti Akibat COVID-19

Rujukannya?  Hak konstitusional dalam UUD 1945:  hak bertempat tinggal (Pasal 28H ayat 1), perlindungan HAM yang menjadi tanggungjawab negara terutama pemerintah  (Pasal 28I ayat 4), dalam bingkai negara demokrasi konstitusional  (Pasal 1 ayat 2). Untuk kebahagian rakyat yang merupakan constituent power.  Mengurangi apalagi menihilkannya bagaikan tubuh yang melunglai-terkulai. Ibarat smart phone yang padam kehabisan tenaga.

Ikhtiar konstitusional itu patut didorong bak tenaga air mengalir yang mineralnya mengemburkan lahan bagi  kemaslahatan. Bagaikan  air mutlaq yang suci dan menyucikan. Izinkan  paragraf  penutup opini ini membayangkan omnibus law cipta bahagia bagi sebanyak-banyak rakyat menuju Indonesia Emas. Dari Omnibus Law kepada  Omnibus "Happy" Law.  Tabik. 

(Selesai)

Muhammad Joni adalah praktisi hukum properti, Managing Director Smart Property Consulting (SPC), Sekretaris Umum The HUD Institute, dan Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI). Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis.

Berita Terkait

Foto: Dok. Kementerian PU
Foto: Dok. Kementerian PU
Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi program 3 juta rumah, (Sumber: BP Tapera)
Anak-anak penghuni Rusun Pasar Rumput (Foto: Dok. Kementerian PKP)
Anak-anak penghuni Rusun Pasar Rumput (Foto: Dok. Kementerian PKP)