Verifikasi Lapangan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) Jangan Langgar Hak Konstitusi

Menurut Kementerian ATR/BPN, kebijakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) merupakan bukti keseriusan pemerintah menjaga lahan sawah. Benarkah demikian?

Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)

RealEstat.id (Jakarta) - Belakangan ini, persoalan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) semakin mengemuka. Hal tersebut menyusul penerapan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor: 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Bali dan Provinsi Nusa tenggara Barat.

Menurut pemerintah, dalam hal ini Kementerian ATR/BPN, kebijakan ini merupakan bukti keseriusan pemerintah menjaga lahan sawah. Benarkah demikian?

Jika Badan Pertanahan Nasional (BPN) mau mengamankan ketahanan pangan, jurusnya tidak semata beleids Lahan Sawah Dilindungi (LSD) dengan verifikasi faktual an sich.

Baca Juga: Pemerintah Sosialisasikan Perlindungan Konsumen Bidang Perumahan

Langkah besar dan strategis harus dilakukan. Apa saja?
1. Pemerintah gencarkan dan segerakan Reforma Agraria, redistribusi tanah untuk petani, sesuai prinsip Land to the Tiller.

2. Beleids teknis verifikasi lapangan jangan sepihak, harus melibatkan publik, pemilik lahan secara faktual dan kasuistis, misalnya untuk program perumahan rakyat, ada asosiasi dan NGOs. Agar tidak keliru dalam presisi, status hak, dan merugikan hak konstitusi orang lain.

Terbukti ada 157 surat masuk ke Direktorat Jenderal Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah (Ditjen PPTR) yang mempertanyakan mengenai Lahan Sawah Dilindungi yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang (RTR). Terutama yang berada pada Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Permukiman Perdesaan, Kawasan Permukiman Perkotaan. Sebab itu, penetapan verifikasi LSD 2021 patut di-review ulang, baik data maupun konsepnya.

Baca Juga: Menteri ATR/BPN, Hadi Tjahjanto, Ungkap Sejumlah Strategi di Bidang Pertanahan

3. Hasil verifikasi faktual BPN cq petugas Kantor Pertanahan mesti teliti dan pasti, adil dan bijaksana. Ada soal hukum serius bahkan persoalan hak konstitusi, tatkala penetapan LSD 2021 itu menegasikan dan vis a vis RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah) dan RDTR (Rencana Detail Tata Ruang) yang ditetapkan by law dengan Peraturan Daerah (Perda).

Atas nama integrasi Lahan Sawah Dilindungi dan pelaksanaan Lahan Sawah Dilindungi, tentu saja tidak bisa dengan melawan hak hukum dan melanggar Perda. Pasalnya, keputusan penerapan hasil verifikasi LSD tidak bisa meniadakan Perda—yang merupakan produk hukum yang sah dari prosedur legislasi eksekutif dan legislatif daerah.

Penetapan verifikasi faktual LSD yang bisa keliru, adanya 157 surat mempersoalkan, jika tidak ditanggapi bijak dan sesuai hukum, maka bisa masuk area melanggar hukum, bahkan HAM dan hak konstitusi, yakni: hak konstitusi atas hak milik dan hak konstitusi atas harta kekayaan setiap orang sesuai UUD 1945.

Baca Juga: Cegah Praktik KKN, ATR/BPN Kembangkan Peta ZNT

4. Beleids Lahan Sawah Dilindungi untuk menjamin ketahanan pangan harus dengan mengutamakan, diawali dan mengacu pada garis policy Reforma Agraria, alokasi, dan redistribusi tanah untuk petani (land to the tiller).

5. Untuk memastikan perumahan rakyat dan mencegah kontraproduktif LSD dengan program perumahan rakyat, mesti segerakan Lembaga Bank Tanah yang wajib menetapkan persediaan tanah untuk perumahan rakyat.

Berikut ini Pasal 28G (1) UUD 1945:
"Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi".

Baca Juga: Gelar Rakernas di Bali, Himperra Siapkan Sejumlah Usulan untuk Dukung Program Sejuta Rumah

Penetapan verifikasi faktual LSD mesti bijak konstitusi. Juga, jangan melanggar hak konstitusi atas harta kekayaan orang vide Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.

"Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapapun".

Demikian. Tabik.

Muhammad Joni, SH, MH, Advokat Joni & Tanamas Law Office, Praktisi hukum perumahan, Ketua Korsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera), Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis. Untuk berkorespondensi, dapat disampaikan melalui email: mhjonilaw@gmail.com.

Berita Terkait

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) dan Satu Kahkonen, Country Director World Bank Indonesia dan Timor Leste, saat pertemuan di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Agus Harimurti Yudhoyono (kanan) dan Satu Kahkonen, Country Director World Bank Indonesia dan Timor Leste, saat pertemuan di Jakarta, Rabu, 20 Maret 2024. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Dari kiri ke kanan: Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR; Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN; dan Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Dari kiri ke kanan: Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR; Agus Harimurti Yudhoyono, Menteri ATR/Kepala BPN; dan Airlangga Hartarto Menteri Koordinator Bidang Perekonomian. (Foto: Dok. ATR/BPN)
Foto: Dok. Kementerian ATR/BPN
Foto: Dok. Kementerian ATR/BPN