RealEstat.id (Jakarta) – Dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR RI pada Selasa, 29 Oktober 2024, Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait menyampaikan gagasan untuk menjadikan tanah sitaan koruptor sebagai lahan perumahan rakyat.
Gagasan ini pastinya menarik perhatian para stakeholder. Solusi untuk mengatasi kelangkaan lahan bagi perumahan MBR harus terus dicari dan tidak boleh berhenti.
Status Tanah Sitaan
Dalam regulasi yang berlaku saat ini, tanggung jawab dan kewenangan atas obyek sitaan pidana termasuk tindak pidana korupsi berada di Kejaksaan.
Mereka mempunyai tanggung jawab dan berwenang penuh atas seluruh barang bukti yang disita baik dalam tahap penuntutan untuk kepentingan pembuktian perkara, maupun untuk kepentingan eksekusi.
Salah satu faktor penyebab penyitaan tanah dilakukan oleh Kejaksaan adalah karena benda itu milik tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau hasil tindak pidana.
Baca Juga: Abai Lindungi Data Pribadi Konsumen Properti, Ini Ancaman Sanksinya!
Penyitaan yang dilakukan merupakan serangkaian tindakan penyidik atau penuntut umum atau pengacara negara untuk mengambil alih dan/atau menyimpan aset terkait kejahatan/tindak pidana atau aset lainnya di bawah penguasaannya.
Tindakan ini dilakukan untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan maupun untuk kepentingan pemulihan aset, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Harus disadari bahwa penegakan hukum pidana tidak hanya bertujuan menghukum pelaku tindak pidana agar menjadi jera dan tidak mengulangi perbuatannya.
Penegakan hukum pidana juga bertujuan memulihkan kerugian yang diderita (termasuk negara) yang dirugikan akibat tindak pidana korupsi.
Kejaksaan sebagai lembaga penuntut umum mempunyai fungsi tidak hanya sebagai penuntut dalam perkara tindak pidana tetapi juga sebagai pelaksana putusan (executor).
Baca Juga: Mitigasi Risiko Sertifikat Tanah Elektronik dalam Bisnis Properti
Dalam rangka memulihkan kerugian negara akibat tindak pidana korupsi maka Kejaksaan melakukan berbagai bentuk kegiatan pemulihan aset termasuk tanah sitaan koruptor.
Kejaksaaan RI memiliki Pusat Pemulihan Aset (PPA) yang merupakan satuan kerja yang dikhususkan untuk menyelenggarakan pemulihan aset.
Kegiatan yang dilakukan PPA meliputi proses penelusuran, pengamanan, pemeliharaan, perampasan dan pengembalian aset terkait tindak pidana.
Tanah sitaan koruptor berupa aset yang telah dipulihkan selanjutnya diserahkan hak dan tanggung jawabnya kepada negara atau yang berhak sesuai ketentuan yang berlaku.
Pemanfaatan barang rampasan negara untuk kepentingan negara dilakukan dalam rangka mendukung tugas pokok dan fungsi kementerian/lembaga atas ijin Jaksa Agung dan telah ditetapkan status penggunaannya oleh Menteri Keuangan.
Bentuk pelepasan aset yang dipulihkan dapat dilakukan pemindahtanganan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Baca Juga: 3 Hal Penting Sebelum Investasi Properti Lewat Skema DIRE (Dana Investasi Real Estat)
Badan Bank Tanah
Dalam menindaklanjuti gagasan tanah sitaan koruptor sebagai lahan perumahan rakyat oleh Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Badan Bank Tanah dapat mengambil peran sesuai dengan maksud dari kehadirannya.
Badan Bank Tanah (Bank Tanah) adalah badan khusus yang merupakan badan hukum Indonesia yang dibentuk oleh pemerintah pusat yang diberi kewenangan khusus untuk mengelola tanah.
Bank Tanah diberi kewenangan khusus untuk menjamin ketersediaan tanah dalam rangka ekonomi berkeadilan, untuk kepentingan umum, kepentingan sosial, kepentingan pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan dan reforma agraria.
Dalam melaksanakan fungsi ketersediaan tanah untuk kepentingan umum, Bank tanah berperan menjamin ketersediaan tanah guna menata permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Dalam mendukung penyelenggaraan tugasnya, Bank Tanah dapat membentuk badan usaha atau badan hukum.
Baca Juga: Tiga Cara Mencegah Terjadinya Sengketa Tanah
Bank Tanah dapat memperoleh tanah sitaan pidana korupsi sesuai mekanisme yang diatur peraturan perundang-undangan dan menjadikan sebagai obyek land bank.
Selanjutnya Badan Bank Tanah dapat mengalokasikannya kepada investor yang akan membangun perumahan rakyat.
Tanah yang dikelola Bank Tanah diberikan Hak Pengelolaan (HPL) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak atas tanah di atas HPL dapat diberi Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB) dan Hak Pakai yang dapat dilakukan penyerahan dan/atau penggunaan atas bagian-bagian tanah HPL kepada pihak lain dengan perjanjian.
Jangka waktu HGB di atas HPL dapat diberikan perpanjangan jangka waktu hak dan pembaruan hak apabila pihak ketiga sudah menggunakan dan/atau memanfaatkan tanah sesuai dengan tujuan pemberian haknya.
Baca Juga: Waspada! Ini 5 Faktor Penyebab Sengketa Tanah Dalam Bisnis Properti
Jangka waktu HGB di atas tanah hak pengelolaan adalah maksimal 30 tahun, diperpanjang paling lama 20 tahun dan diperbaharui untuk jangka waktu maksimal 30 tahun.
Selain dapat diperpanjang dan diperbaharui haknya, Hak atas tanah yang berasal dari HPL Bank Tanah dapat dibebani hak tanggungan.
Adanya kemungkinan perpanjangan jangka waktu, pembaharuan hak serta kemungkinan menjadikannya sebagai obyek jaminan akan menarik bagi pelaku usaha properti.
Pelaku usaha properti dapat mengajukan permohonan HGB atas persil HPL Bank Tanah dalam rangka membangun perumahan rakyat.
Untuk mendukung kebutuhan modal kerja konstruksi dan fasilitas KPR dapat melakukan kerjasama dengan perbankan.
Baca Juga: Bagaimana Status Tanah dari Rumah yang Masih Dalam Cicilan KPR?
Good Governance
Praktek penyerahan tanah sitaan koruptor oleh Kejaksaan ini sudah pernah berlangsung baik kepada Pemerintah Daerah seperti kepada Pemerintah Propinsi Bali pada tahun 2022, Pemerintah Kota Depok pada tahun 2015, Pemerintah Kabupaten Langkat pada tahun 2012 maupun kepada kementerian Badan Usaha Milik Negara pada tahun 2023.
Pemanfaatan tanah sitaan itu masih belum khusus dimaksudkan untuk pembangunan perumahan rakyat.
Nah, gagasan menjadikan tanah sitaan dalam pembangunan perumahan rakyat perlu dikaji mekanismenya lebih lanjut.
Pemanfaatan tanah sitaan tindak pidana korupsi tidak hanya dilakukan sekedar memenuhi kebutuhan lokasi dalam pembangunan perumahan rakyat.
Baca Juga: Cara Membebaskan Properti dari Boedel Pailit
Mekanisme pemanfaatan tanah sitaan koruptor harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan tata kolola pemerintahan yang baik (good governance).
Dengan memegang teguh prinsip-prinsip dalam good governance maka pemanfaatan tanah sitaan koruptor dapat dilakukan secara berkesinambungan dengan tetap patuh (compliance) kepada regulasi yang ada.
Kita nantikan terobosan regulasi apa yang akan dibuat pemerintah untuk mencari solusi penyediaan lahan perumahan rakyat. Terobosan diperlukan dengan penuh semangat untuk mencari solusi dengan tetap mematuhi ketentuan hukum yang berlaku.
Semoga artikel ini bermanfaat.
Artikel ini ditulis oleh: Dzaky Wananda Mumtaz Kamil, SH.
Penulis adalah Director Vox Law, Praktisi Hukum Properti dan Perbankan yang berdomisili di Jakarta. Alumni Fakultas Hukum Universitas Diponegoro ini tengah mengikuti Program Studi Pasca Sarjana Magister Ilmu Hukum Universitas Gajah Mada. Korespondensi dapat dilakukan melalui email: dzakywanandamumtazk@gmail.com
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News