Stasiun Lebak Bulus Diusulkan Jadi Model Penyediaan Hunian Berbasis TOD

Skema KPBU hunian diperlukan karena keterbatasan anggaran dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur, sehingga diperlukan creative financing.

Foto: Freepik.com
Foto: Freepik.com

RealEstat.id (Jakarta) – The HUD Institute mengusulkan Stasiun Lebak Bulus, Jakarta Selatan dijadikan sebagai model kawasan hunian berkonsep TOD (Transit Oriented Development) pertama di Indonesia.

Zulfi Syarif Koto, Ketua Umum The HUD Institute mengatakan, untuk pembiayaan infrastruktur hunian, bisa menggunakan pola Kerja sama antara Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU).

Menurutnya, HUD Institute melihat di sekitar stasiun MRT Jakarta Lebak Bulus terdapat lahan milik pemerintah (Kementerian PUPR) yang cukup luas dan siap dikembangkan sebagai hunian oleh Perumnas.

Kemudian ada beberapa titik, lahan milik pelaku usaha swasta untuk dikembangkan menjadi kawasan hunian terpadu berbasis konektivitas,” papar Zulfi Syarif Koto belum lama ini.

Baca Juga: Kawasan Perkotaan Makin Padat, Saatnya Fokus Bangun Hunian Vertikal Bagi MBR

Dia menerangkan, skema KPBU hunian diperlukan karena adanya keterbatasan anggaran dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan pembangunan infrastruktur, sehingga diperlukan creative financing sebagai solusi selain menggunakan dana APBN.

“Kerja sama KPBU Hunian ini sekaligus cara pemerintah menyediakan hunian bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) di perkotaan. Jika terlaksana, maka stasiun Lebak bulus akan menjadi model hunian pertama di Indonesia berbasis TOD, hasil kerja sama pemerintah dan badan usaha,” tambahnya.

Seperti diketahui, Stasiun Lebak Bulus merupakan stasiun pertama di koridor MRT selatan – utara yang diharapkan dapat menjadi magnet bagi masyarakat penglaju dari daerah penyangga seperti Tangerang Selatan yang banyak beraktivitas di Jakarta.

Pengembangan infrastruktur di kawasan hunian TOD Lebak Bulus meliputi integrasi dengan BRT dan MRT serta JakLingko yang memadu dalam konsep MITJ (Moda Integrasi Transportasi Jabodetabek), pengembangan transit plaza dan Poins Square, Rumah Susun Aparatur Sipil Negara (ASN) PUPR Pasar Jumat serta berbagai bangunan baru yang sudah dan akan hadir disekitar kawasan tersebut.

Baca Juga: The HUD Institute: Awas! Darurat Pembiayaan Mikro Perumahan MBR Sektor Informal

Sementara itu, Fitrah Nur, Direktur Rumah Umum dan Komersil, Dirjen Perumahan Kementerian PUPR mengatakan bawah pemerintah secara serius menjawab tantangan urbanisasi di Jakarta.

Salah satunya dengan membangun TOD, untukmengatasi masalah urbanisasi di perkotaan, untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) dan kalangan menengah. Pemerintah berharap dengan TOD akan membuat masyarakat lebih nyaman tinggal di daerah perkotaan.

”Tugas pemerintah sebagai regulator mendorong daya beli masyarakat yang belum punya rumah untuk memiliki apartemen yang aman, nyaman dan terjangkau. Jika menginginkan rumah tapak dengan harga terjangkau di tengah kota sudah tidak mungkin karena komponen harga tanah mahal,” paparnya

Secara spesifik lanjutnya penguatan kebijakan pada sisi supply  harus didukung oleh koordinasi Kementerian/Lembaga, Pemda, Perbankan dan asosiasi pelaku pembangunan.

Baca Juga: Soroti 7 Isu Strategis, Ini Rekomendasi The HUD Institute Terkait Perkotaan dan Perumahan Rakyat

Sedangkan pelaku pembangunan berperan besar dalam memenuhi kebutuhkan peningkatan demand perumahan, yang pada akhirnya berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi nasional.

Yayat Supriatna, Wakil Ketua Umum The HUD Institute menjelaskan bahwa Tugas HUD adalah menjembatani semua sisi kepentingan tersebut dengan satu konsep yang bisa dioperasionalkan dan tidak terlalu berat dengan ketentuan yang terlalu mengikat. Isu soal hak pengelolaan misalnya, harus mampu mengakomodir dua kepentingan, hunian dan transportasi.

“Kemudian, siapa calon penghuni TOD? Pengguna publik transport atau bisnis penyediaan perumahan. Kalau mengacu kepada publik transport, pengguna publik transport, maka rata rata generasi muda dengan kemampuan daya beli rumah yang rendah,” tambahnya.

Maka perlu kebijakan rumah sewa atau dukungan subsidi kepemilikan rumah. Atau melakukan konsep co-housing, merubah gedung gedung perkantoran saat ini yang sepi, untuk diubah sebagian jadi hunian:perkantoran, dengan komposisi 30:70. Untuk memanfaatkan gedung kosong disepanjang koridor TOD di jalur utama MRT atau transportasi.

Baca Juga: 10 Rekomendasi The HUD Institute Terkait Pembiayaan Properti Syariah

Muhammad Joni, Wakil Ketua The HUD Institute meminta karena pengelolaan kawasan TOD Jabodetabekpunjur melibatkan lintas daerah bahkan propinsi maka diperlukan payung hukum yang kuat.

Menurutnya, TOD terkait tiga isu utama: perkotaan, perumahan, dan transportasi yang berdimensi kepentingan publik. sedangkan regulasi yang ada seperti Gubernur DKI Jakarta, ATR/BPN, perhubungan masih pada muatan aturan kebijakan (beleids regel).

Solusi untuk menjawab beban perkotaan itu, imbuhnya, penting dan strategis serta prioritas diusulkan UU Pembangunan Perkotaan dan Perumahan. Dalam UU itu memasukkan materi pengaturan Pengembangan TOD dengan Asas Konektivitas dan Aksesibilitas yang disiapkan dengan metode Omnibus yang harmoni dan efektif.

"Pembangunan TOD itu bisa menjadi jurus mengatasi solusi perkotaan, perumahan dan transportasi.Tentu menjadikannya kota publik yang layak dan terjangkau bagi warga kota,” tambahnya.

Redaksi@realestat.id

Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)