Program Sejuta Rumah: Membangun Rumah, Membangun Bangsa

Program Sejuta Rumah adalah gerakan bersama antara stakeholder perumahan, perbankan, serta masyarakat untuk membangun rumah sebanyak-banyaknya bagi mereka yang belum memiliki hunian layak.

Ristyan Mega Putra (Foto: dok. realestat.id)
Ristyan Mega Putra (Foto: dok. realestat.id)

RealEstat.id (Jakarta) - Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi selain sandang dan pangan. Dari rumah yang layak huni akan muncul generasi muda Indonesia yang berkualitas dan berdaya saing tinggi yang mampu membangun bangsa dimasa depan.

Saat ini negara tercinta kita, Indonesia akan memasuki usia yang ke-77 tahun. Berbagai lika liku perjalanan bangsa sudah dilalui dengan baik dan ke depan tentunya tantangan pembangunan akan terus ada.

Salah satu pekerjaan rumah yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan dengan baik oleh bangsa Indonesia adalah masalah perumahan. Semakin meningkatnya jumlah penduduk tidak dibarengi dengan penyediaan perumahan yang memadai.

Baca Juga: Catat! Ini Deretan Bank Penyalur KPR Subsidi FLPP dan Tapera di 2023

Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Tahun 2020, angka kekurangan kebutuhan atau yang dikenal dengan istilah backlog kepemilikan perumahan mencapai 12,75 juta. Jumlah tersebut belum termasuk adanya pertumbuhan keluarga baru yang diperkirakan mencapai angka 700.000 hingga 800.000 per tahun. Hal inilah yang membuat jumlah backlog perumahan di Indonesia terus meningkat setiap tahun.

Lalu apa langkah yang dilaksanakan oleh pemerintah khususnya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) untuk menangani permasalahan tersebut? Salah satu langkah konkret yang dilaksanakan Kementerian PUPR adalah dengan mencanangkan Program Sejuta Rumah yang dilaksanakan pada 29 April 2015 di Kabupaten Ungaran, Provinsi Jawa Tengah.

Pencanangan Program Sejuta Rumah tersebut dilakukan langsung oleh Presiden Joko Widodo bersama sejumlah Menteri terkait serta dihadiri juga oleh para pemangku kepentingan bidang perumahan baik pengembang perumahan, perbankan, sektor swasta dan masyarakat. Melalui pencananganan tersebut, pemerintah berupaya mentargetkan minimal pembangunan sebanyak satu juta unit rumah setiap tahunnya untuk masyarakat.

Baca Juga: Tuntaskan Backlog Perumahan, Pemerintah Lakukan 6 Strategi Ini

Pembangunan Program Sejuta Rumah diprioritaskan untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sebanyak 70% dan sisanya 30% untuk rumah masyarakat non MBR.

Kementerian PUPR mencatat pada periode tahun 2015 hingga 2019 lalu, pemerintah telah berhasil mendorong pembangunan rumah sebanyak 4,8 juta unit diseluruh wilayah Indonesia.  Sedangkan pada periode 2020 hingga 2021 lalu diperoleh data pembangunan mencapai 1,9 juta unit rumah.

Hingga saat ini total capaian pembangunan rumah mulai 2015 sampai 2022 sebanyak 6,8 juta unit rumah. Pemerintah juga menetapkan akses rumah layak huni untuk masyarakat ditargetkan bisa meningkat dari semula 56,7% di tahun 2020 menjadi 70% di tahun 2024.

Baca Juga: Manfaatkan Program BP2BT untuk Membeli dan Merenovasi Rumah, Begini Caranya!

Adanya Program Sejuta Rumah juga mengembalikan semangat para pemangku kepentingan (stakeholder) bidang perumahan untuk bekerja sama mensukseskan program perumahan bagi seluruh lapisan masyarakat sesuai tugasnya masing-masing.

Pemerintah juga menyatakan bahwa Program Sejuta Rumah dikategorikan sebagai Proyek Strategis Nasional dalam Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN).

Program Sejuta Rumah dapat diartikan sebagai gerakan bersama untuk  mendorong berbagai stakeholder penyediaan perumahan, yaitu pemerintah (Kementerian PUPR dan Kementerian/ Lembaga lainnya), pemerintah daerah, pengembang, dunia usaha (CSR), serta masyarakat (melalui pembangunan rumah swadaya) dan dukungan pembiayaan oleh perbankan untuk membangun dan penyediaan rumah sebanyak-banyaknya untuk masyarakat.

Baca Juga: Kementerian PUPR dan Bank BTN Susun Grand Design Perumahan MBR Sektor Informal

Guna mendorong upaya pemenuhan hunian layak tersebut, pemerintah memiliki berbagai dasar hukum khususnya dalam Undang-Undang Dasar yang mengatur mengenai pentingnya perumahan yang layak bagi masyarakat. 

Hal tersebut sebagaimana amanat Undang - Undang Dasar 1945 khusunya di Pasal 28  H ayat (1) yang menyatakan bahwa “Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta memperoleh pelayanan kesehatan”.

Di dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman pada Pasal 5 ayat 1 diamanatkan bahwa Negara Bertanggung Jawab Atas Penyelenggaraan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Yang Pembinaanya Dilaksanakan  Oleh Pemerintah. Sedangkan di dalam Pasal 15 huruf p disebutkan bahwa Pemerintah Kabupaten/Kota Dalam Melaksanakan Pembinaan Mempunyai Tugas Antara Lain Memberikan Pendampingan Bagi Orang Perseorangan Yang Melakukan Pembangunan Rumah Swadaya.

Baca Juga: Kementerian PUPR Catat Program Sejuta Rumah Capai Target di November 2022

Hal yang sama juga diamanatkan oleh Undang - Undang Nomor 23 Tahun 2014 pasal 12 ayat (1) huruf d bahwa Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Merupakan Salah Satu Urusan Pemerintah Wajib Yang  Berkaitan Dengan Pelayanan Dasar.

Hingga saat ini perhatian pemerintah terhadap perbangunan perumahan di Indonesia tetap terlaksana agar setiap orang bisa menempati rumah yang layak huni.

Mengutip pidato Wakil Presiden Mohammad Hatta dalam Kongres Perumahan Rakyat Sehat I yang diselenggarakan di Bandung pada tanggal 25 - 30 Agustus 1950 lalu yakni "Cita-cita untuk terselenggaranya kebutuhan perumahan rakyat bukan mustahil apabila kita sungguh-sungguh mau dengan penuh kepercayaan, semua pasti bisa".

Baca Juga: Kementerian PUPR Targetkan 'Zero Backlog' Perumahan, Apa Strateginya?

Wakil Presiden Mohammad Hatta yang juga dikenal dengan sebutan Bung Hatta selain dikenal sebagai Bapak Proklamator bersama Presiden Indonesia pertama yakni Ir. Soekarno ternyata juga dikenal sebagai Bapak Perumahan Indonesia. Berbagai pemikirannya yang visioner ke depan dan sepak terjangnya dalam membangun negara Indonesia memang tidak diragukan lagi.

Sejak pelaksanaan Kongres Perumahan Rakyat Sehat dibuka oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta pada tanggal 25 - 30 Agustus 1950 para pemangku kepentingan perumahan bergerak bersama untuk memikirkan bagaimana pembangunan bangsa Indonesia ke depan pasca kemerdekaan.

Semua pihak dari berbagai elemen bangsa Indonesia waktu itu memiliki visi yang sama yakni membangun perumahan bagi masyarakat merupakan pondasi dasar untuk mewujudkan cita-cita agar bangsa Indonesia dapat bersaing dengan bangsa lain.

Baca Juga: Ditjen Perumahan Usulkan Pagu Indikatif Rp5,938 Triliun di 2023

Tonggak sejarah akan kebijakan perumahan rakyat di Indonesia pun ditancapkan dan waktu itu Wakil Presiden Mohammad Hatta kemudian ditetapkan sebagai Bapak Perumahan Indonesia atas komitmennya mendorong program perumahan di Indonesia.

Peserta Kongres Perumahan Rakyat Sehat waktu itu dihadiri oleh perwakilan dari 63 kabupaten dan kotapraja, 4 provinsi, wakil dari Jawatan Pekerjaan Umum, utusan organisasi pemuda, Barisan Tani, pengurus parindra dan tokoh perseorangan lain. Pada Kongres tersebut ada beberapa masalah yang dipaparkan terkait dengan permasalahan perumahan yang menyangkut bahan pembangunan rumah rakyat, bentuk perumahan, sanitasi perumahan sampai menyangkut peraturan dan persediaan tanah perumahan.

Kongres tersebut menghasilkan beberapa usulan mengenai harus didirikannya perusahaan pembangunan perumahan di daerah, penetapan syarat – syarat minimal bagi pembangunan perumahan dan pembentukan badan yang menangani perumahan.

Baca Juga: Stakeholder Perumahan Tolak Akuisisi BTN Syariah oleh BSI, Kornas-Pera Keluarkan 3 Rekomendasi

Untuk mengenang semangat para pahlawan bangsa di bidang perumahan tersebut, pemerintah kemudian menetapkan bahwa setiap tanggal 25 Agustus kini selalu diperingati sebagai Hari Perumahan Nasional (Hapernas) oleh seluruh pemangku kepentingan bidang perumahan. 

Namun, hingga saat ini pemenuhan kebutuhan  rumah bagi masyarakat masih menjadi pekerjaan rumah yang harus di selesaikan oleh seluruh pemangku kepentingan bidang perumahan. Penyediaan perumahan juga menjadi tanggung jawab  pemerintah daerah, pengembang perumahan, perbankan, dan pihak-pihak terkait lainnya termasuk masyarakat dan generasi muda Indonesia.

Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Perumahan saat ini juga melaksanakan berbagai program perumahan dari sisi pasokan dan sisi permintaan. Beberapa contoh program dari sisi pasokan adalah bantuan pembangunan di sektor penyediaan perumahan dengan jumlah anggaran yang dialokasikan senilai Rp5,1 triliun.

Baca Juga: BP Tapera Sukses Salurkan 100% Dana FLPP Tahun 2022

Anggaran tersebut akan digunakan untuk pembangunan rumah susun (Rusun) sebanyak 5.141 unit, pembangunan rumah khusus (Rusus) sebanyak 1.823 unit, bantuan rumah swadaya untuk 101.250 unit rumah tidak layak huni (RTLH) yang tersebar di 34 provinsi, dan pembangunan 20.500 unit prasarana, sarana, dan utilitas umum (PSU) untuk perumahan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang tersebar di 34 provinsi.

Sedangkan berbagai program untuk mendorong sisi permintaan adalah adanya Kredit Pemilikan Rumah dengan skema Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (KPR FLPP), KPR Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) serta program pembiayaan lainnya.

Memang harus diakui bahwa tidak mungkin semua penyelesaian masalah perumahan diserahkan menjadi tanggungjawab pemerintah sendiri. Untuk itu pemerintah mengembangkan skema kolaborasi, dimana pemerintah mendorong pemerintah daerah, swasta, bahkan kementerian lain untuk masuk ke sektor perumahan. Salah satu contoh kolaborasi adalah menerapkan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) dalam penyediaan hunian terjangkau di lahan Kementerian PUPR.

Baca Juga: Asosiasi Pengembang Ungkap Sejumlah Kendala Sektor Perumahan yang Harus Diatasi Pemerintah

Rumah selain bisa diartikan sebagai  bangunan atau gedung juga memiliki fungsi lain yang tak dapat dianggap sepele. Rumah bisa menjadi tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya.

Rumah yang layak huni tentunya akan membawa dampak positif bagi penghuninya dan mampu membentuk kehidupan sosial masyarakat serta bangsa Indonesia ke depan menjadi lebih baik. Semoga semangat Bung Hatta untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia melalui perumahan dapat segera tercapai.

Artikel ini ditulis oleh: Ristyan Mega Putra, S.Sos, M.Si; Pranata Humas Ahli Muda Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Dzaky Wananda Mumtaz Kamil (Foto: Dok. Pribadi)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)
Muhammad Joni (Foto: Dok. RealEstat.id)