Pola Kerja Hybrid Jadi Tren, Ini Strategi Pengembang Perkantoran di CBD Jakarta

Di tengah berlanjutnya pola kerja hybrid, kebutuhan ruang perkantoran di CBD Jakarta tetap diperlukan sebagai sarana kolaborasi antar pegawai dan memompa produktivitas.

Foto: Dok. Pixabay.com
Foto: Dok. Pixabay.com

RealEstat.id (Jakarta) - Meningkatnya tingkat vaksinasi dan semakin terkendalinya pandemi di akhir tahun 2021, menjadikan potensi pertumbuhan sektor properti semakin optimistis, termasuk perkantoran di Jakarta, terutama di Central Business District (CBD). 

Kendati demikian, konsultan properti Knight Frank Indonesia melihat sub sektor perkantoran Jakarta masih menghadapi tantangan. Pasalnya, sistem kerja dari rumah atau work from home (WFH) terus berlanjut, terutama akibat merebaknya varian Omicron belakangan ini.

Baca Juga: Apa Implikasi Hybrid Working dalam Pengelolaan Perkantoran dan Ruang Kerja?

Penurunan ukuran sewa ruang kantor (downsizing), terhambatnya rencana ekspansi ruang kantor dari calon penyewa, serta pasokan baru yang terus memasuki pasar di tengah pandemi, merupakan beberapa kendala yang mesti dicermati para pengembang dan landlord

Syarifah SyaukatSenior Research Advisor Knight Frank Indonesia mengatakan, pasar perkantoran di CBD (Central Business District) Jakarta pada paruh kedua tahun 2021 tidak mendapat pasokan baru, sehingga pasokan tetap di 7.068.941 meter persegi.

"Sementara itu, koreksi tingkat hunian ruang perkantoran di Jakarta masih berlanjut, di mana saat ini berada di angka 71,8%. Sedangkan harga sewa stagnan, cenderung melemah," terang Syarifah Syaukat dalam pemaparan 'Jakarta Property Highlight Semester II 2021', Kamis (10/2/2022).

Baca Juga: Kinerja Perkantoran Jakarta di 2021 dan Proyeksi di 2022

Riset Knight Frank menyebut, sebanyak lima proyek baru dengan total 407.647 meter persegi, diperkirakan akan memasuki pasar perkantoran CBD Jakarta di 2022. Namun, setelah 2022, belum ada proyek baru yang akan memasuki pasar.

"Masih ada 389.100 meter persegi ruang perkantoran yang menunda masuk pasar sampai waktu yang belum pasti. Sementara, sektor farmasi, IT, fintech, telekomunikasi, FMCG dan Konstruksi berpotensi menyerap ruang perkantoran di CBD Jakarta," kata Syarifah.

Mencermati Pola Kerja Hybrid
Sementara itu, Willson Kalip, Country Head dari Knight Frank Indonesia menyebutkan, di tengah berlanjutnya WFH dengan pola hybrid, kebutuhan ruang kantor tetap diperlukan sebagai sarana kolaborasi antar pegawai untuk memompa semangat produktivitas.

"Meski demikian, desain kantor yang lebih fleksibel dengan sirkulasi yang lapang menjadi tren saat ini,” tutur Willson Kalip lebih lanjut.

Baca Juga: Fasilitas Kantor Jadi Prioritas Utama Karyawan di Era New Normal

Pada kesempatan yang sama, Rina Martianti, Associate Director Knight Frank Indonesia mengakui, pola kerja hybrid membuat performa perkantoran tertekan. Hal ini mesti dicermati pengembang dan landlord agar ruang perkantoran bisa terserap.

Beberapa strategi yang dilakukan landlord agar ruang kantor terserap pasar, di antaranya adalah dengan memberikan leasing incentives yang sangat menarik, baik untuk exisiting tenant maupun calon tenant.

Contohnya pengurangan harga sewa, flexible lease term, option to renew, adding free parking lots, rental free period, pre-termination right tanpa penalty, dan sebagainya.

"Sebagian landlord juga memanfaatkan sebagian ruang kosong menjadi sarana ruang yang lebih adaptif dan fleksibel. Misalnya dengan skema co-working, service office, virtual office sebagai bagian dari supporting facilites gedung—dengan menggandeng operator yang berpengalaman di bidangnya," pungkas Rina Martianti.

Redaksi@realestat.id

Berita Terkait

Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Kawasan perkantoran di CBD Jakarta. (Foto: Realestat.id/Anto Erawan)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)
Ilustrasi perumahan menengah bawah. (Sumber: BP Tapera)