RealEstat.id (Jakarta) – Isu resesi ekonomi tahun 2023 yang diwarnai dengan naiknya suku bunga acuan, tingkat inflasi, dan tahun politik, ternyata tidak membuat pengembang properti dan perbankan patah arang. Alih-alih putus asa, optimisme justru ditunjukkan oleh para penggawa sektor properti Tanah Air ini.
Menurut mereka, potensi dan peluang yang bisa digarap dari sektor riil ini masih besar, sehingga target pertumbuhan penjualan properti dan penyaluran KPR di 2023 diyakini dapat tercapai—tentu saja dengan penerapan beragam strategi.
Semua hal itu terungkap dalam talkshow Forum Wartawan Perumahan Rakyat (Forwapera) yang mengangkat tema “Tren dan Strategi Penyaluran KPR di Tengah Ancaman Kenaikan Suku Bunga”, Rabu (30/11/2022) di Synthesis Huis, Cijantung, Jakarta Timur.
Baca Juga: Bank BTN: Capai Zero Backlog Perumahan di 2045, Perlu Program 10 Juta Rumah
Acara ini dihadiri pembicara, yakni Hari Ganie, Sekretaris Jenderal DPP REI; Aldo Daniel, Managing Director Synthesis Huis; Praka Mulia Agung, Group Head Consumer Financing Bank Syariah Indonesia; Mochamad Yut Penta, Subsidized Mortgage Lending Division Head PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk; dan Ari Indyastomo, Assistant Vice President Consumer Lending PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Pada kesempatan tersebut, Hari Ganie mengatakan, kebutuhan akan rumah di Indonesia sangat tinggi. Backlog sangat besar, mencapai 12,75 juta unit hingga 2020. Untuk itu pasar perumahan akan terus tumbuh, terutama untuk end user.
“Kenaikan suku bunga acuan sampai saat ini belum mempengaruhi ke suku bunga KPR karena untuk menaikan, perbankan melihat dari banyak faktor,” tutur Hari Ganie.
Baca Juga: Tren Investasi Properti di Indonesia Saat Ekonomi Global Melambat
Menurutnya, di 2023 pengembang properti tetap optimistis ekonomi makro Indonesia akan tetap bagus. Apalagi Indonesia memiliki kekhasan, negara kepulauan yang memiliki basis ekonomi yang berbeda. Pengembang properti akan terus melakukan inovasi terhadap banyak hal untuk menggaet pembeli, seperti konsep perumahan, desain, dan fasilitas.
"REI akan terus mendorong pemerintah agar kembali memberikan berbagai stimulus untuk mendorong industri properti di tengah semakin banyaknya tekanan. Seperti pemberian kembali insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) yang terbukti efektif meningkatkan daya beli masyarakat,” terang Hari Ganie.
Hal senada dikatakan Aldo Daniel yang tidak terlalu khawatir kenaikan suku bunga KPR bakal menganggu minat pembeli di Synthesis Huis. Hal itu disebabkan mayoritas pembeli atau di proyek hunian tersebut adalah pengguna akhir (end user) dan pembeli rumah pertama (first home buyers).
Baca Juga: Tuntaskan Backlog Perumahan, Pemerintah Lakukan 6 Strategi Ini
"Kelompok di pasar ini biasanya membeli rumah karena kebutuhan. Rumah adalah kebutuhan. Setiap saat ada orang yang menikah dan mereka pasti membutuhkan rumah untuk keluarganya. Jadi kami yakin pasar residensial tetap bergerak meski pun bunga KPR naik,” jelas Aldo.
Di samping itu, imbuhnya, Synthesis Huis menargetkan segmen kelas menengah atas, di mana 50% - 60% pembeli dengan KPR, sementara sisanya membeli secara tunai dan tunai bertahap. Pihaknya juga aktif melakukan promo berupa suku bunga rendah yang berlaku flat (fixed) selama 1 - 3 tahun atau sampai ekonomi membaik.
"Produk Synthesis Huis ini pasarnya premium, sehingga tidak terlalu banyak terpengaruh dengan bunga KPR atau resesi, karena mayoritas pembeli di segmen ini sudah siap dengan pendanaan," jelas Aldo.
Baca Juga: Direktorat Jenderal Perumahan Dapat Anggaran Rp6,98 Triliun di 2023
Di sisi lain, perbankan pun optimistis, penyaluran KPR dan kredit properti di 2023 akan terus naik. Praka Mulia Agung mengatakan, potensi kredit perumahan syariah masih sangat besar dan akan terus digarap oleh BSI. Di tahun 2022, pertumbuhan penyaluran KPR BSI sebesar 14% dan tahun 2023 mendatang ditargetkan tumbuh 16% - 18%.
Jika melihat ke belakang, terangnya, sektor properti tahan tekanan dan terus tumbuh, bahkan saat puncak pandemi Covid-19. Di masa sulit ada peluang. Harapan itu ada dan kami yakin pemerintah akan terus terus menjaga perekonomian tetap tumbuh.
"BSI selama ini banyak membiayai rumah pertama yang dibeli end user seharga di bawah Rp1 miliar di Jabodetabek. Kami juga akan menggarap potensi di luar daerah yang sangat besar dengan menawarkan program-program yang menarik. BSI memiliki struktur dana yang baik sehingga bisa kompetitif di pasar,” kata Praka.
Baca Juga: Properti di Jawa Barat Paling Banyak Dicari Konsumen, Apa Alasannya?
Mochamad Yut Penta mengakui bahwa terjadi tekanan terhadap ekonomi nasional sejak pandemi berlangsung, namun sektor properti masih tergolong resilient jika dibanding dengan sektor bisnis lain. Pertumbuhan sektor perumahan memang tidak tinggi, tetapi tetap stabil.
"Jika dilihat dari kelas, pola ini hampir sama dengan sektor lain. Pada saat ekonomi turun, kelas menengah dan atas turun paling dalam. Justru kelas menengah ke bawah yang tetap stabil. Hal lain yang membuat pasar perumahan menengah ke bawah tetap stabil adalah tingkat backlog yang lebih banyak di kelas menengah bawah,” katanya.
MBR lebih resilient karena mereka merupakan pembeli rumah pertama (first home buyer) yang memang butuh rumah untuk tempat tinggal. Dengan demikian demand di kelas ini tetap terjaga.
“Di saat suku bunga naik, Bank BTN melakukan inovasi pada produk KPR non subsidi, seperti menawarkan produk KPR dengan suku bunga tetap (fix rate) mulai 2 hingga 10 tahun. Bank BTN juga melakukan kerja sama dengan pengembang properti untuk menawarkan KPR dengan suku bunga KPR 2,47% fix satu tahun,” terangnya.
Baca Juga: Jaga Ketersediaan Tanah, Hunian Vertikal Harus Jadi Gaya Hidup Baru
Sementara itu, Ari Indyastomo mengatakan, Bank BRI melakukan beberapa inovasi di sektor KPR berdasarkan pada kebutuhan konsumen (consumer centric). Salah satunya KPR yang menyasar generasi milenial dengan suku bunga 2,87% fix satu tahun atau 4,97% fix 2 tahun.
“Agar konsumen tertarik, Bank BRI memberikan harga khusus, bunga khusus, dan gimmick khusus,” tuturnya.
Di 2022 ini, realisasi KPR Bank BRI tumbuh 10,5%. Meski di masa pandemi pun, KPR Bank BRI tetap mengalami pertumbuhan. Menurutnya, saat ini KPR didominasi rumah komersial dengan ticket size Rp400 juta hingga Rp500 juta. Untuk KPR subsidi mencapai 12%. Realisasi KPR subsidi tumbuh signifikan. Jika di 2021 hanya 11.000 unit, di 2022 ini naik menjadi 20.000 unit.
“Tahun 2023 kami menargetkan penyaluran KPR tumbuh 14%, baik subsidi maupun non subsidi,” ujar Ari.