RealEstat.id (Jakarta) - Regulasi terkait Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang dirilis Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) membuat resah sebagian pengembang properti. Kebijakan yang bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan ini dinilai bakal mengganjal pembangunan perumahan bagi masyarakat.
Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (DPP Himperra), Endang Kawidjaja mengeluhkan peta Lahan Sawah Dilindungi yang telah ditetapkan pemerintah.
"Peta LSD ternyata tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), terutama yang berada pada Kawasan Peruntukan Industri, Kawasan Permukiman Perdesaan, dan Kawasan Permukiman Perkotaan," ucap Endang Kawidjaja di sela acara Rakernas Himperra, awal September 2022.
Baca Juga: Verifikasi Lapangan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) Jangan Langgar Hak Konstitusi
Pendapat serupa juga dilontarkan Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah. Dia menegaskan, aturan LSD membuat investasi lahan pengembang menjadi tidak jelas.
Pasalnya, ada beberapa pengembang yang sudah mendapatkan izin, ternyata terganjal aturan ini. Hal ini disampaikan Junaidi saat bertemu dengan Menteri ATR/Kepala BPN, Hadi Tjahjanto beberapa waktu lalu.
"Kehadiran kami di sini untuk berbagi kendala yang ada di lapangan, karena rumah subsidi ini program pemerintah. Kami pun mengerti bahwa aturan Lahan Sawah Dilindungi bertujuan untuk menjaga ketahanan pangan,” jelas Junaidi Abdillah.
Baca Juga: Inilah Kendala Utama Pemenuhan Rumah Bagi MBR, Pemerintah Harus Lakukan Apa?
Di beberapa daerah, aturan LSD ternyata juga menyisakan masalah. Di Jawa Tengah, banyak lahan yang semula kuning, berdasar Perda RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah), tiba tiba menjadi hijau, setelah muncul penetapan dari Badan Pertanahan Nasional (BPN).
Akibatnya, banyak pengembang tidak bisa membangun perumahan di lahan yang telah dibelinya itu. Demikian informasi yang dinukil dari laman Suara Merdeka.
Baik Peraturan Presiden/Perpres Nomor 59 Tahun 2019 maupun Surat Keputusan/SK Kepala BPN Nomor 1589 Tahun 2021 menyebutkan, penetapan peta lahan sawah dilindungi berdasar foto dari satelit, verifikasi lahan, sinkronisasi hasil verifikasi lahan. Namun yang terjadi di lapangan, penetapan peta LSD hanya berdasar pada foto satelit.
Baca Juga: Pemerintah Sosialisasikan Perlindungan Konsumen Bidang Perumahan
Sementara itu, Muhammad Joni, Advokat yang juga Ketua Korsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera) mengatakan, aturan Lahan Sawah Dilindungi seyogianya zero complaint.
"Apa maksudnya? Penetapan Lahan Sawah Dilindungi menyangkut hak dan hukum orang dan badan hukum, yang mesti clear and clean," tegas Muhammad Joni.
Menurutnya, ada lima hal yang harus diperhatikan dalam penetapan Lahan Sawah Dilindungi.
1. Jangan memberangus hak keperdataan orang/badan hukum, atas hak milik dan hak harta benda yang dijamin UUD 1945.
(a) Pasal 28G ayat (1) UUD 1945, bahwa
Setiap orang berhak atas perlindungan harta benda yang di bawah kekuasaannya.
(b) Pasal 28H ayat (4) UUD 1945.
“Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun”.
(c) Pasal 28I ayat (4) UUD 1945, perlindungan, penegakan, pemajuan, pemenuhan HAM adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.
Baca Juga: Stakeholder Perumahan Tolak Akuisisi BTN Syariah oleh BSI, Kornas-Pera Keluarkan 3 Rekomendasi
2. Tidak menegasikan Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang by law mengikat.
3. Tidak maladministration, namun full complience. Patuhi syarat-syarat berdasarkan wewenang terikat, menjalankan prosedural-formal dalam pembentukan kebijakan publik penetapan LSD.
4. Mestinya kebijakan Lahan Sawah Dilindungi partisipatif dan mempertimbangkan dasar kepemilikan dan hak-hak warga atau badan hukum atas tanah yang terimbas penetapan LSD.
5. Pastikan menghargai hak atas tanah sesuai asas kepastian hukum yang adil. Negara cq pemerintah tak berwenang menihilkan hak keperdataan atas tanah warga.