RealEstat.id (Jakarta) - Konsep marketing mix atau bauran pemasaran banyak digunakan perusahaan di seluruh dunia, termasuk properti. Walaupun konsep ini sudah lama dikenal namun masih up to date di era teknologi informasi seperti saat ini.
Istilah marketing mix pertama kali digunakan oleh Neil Borden (1964). Dia terinspirasi ide dari Profesor James Cullington (1948) dari Harvard Business School. Idenya adalah bahwa seorang pelaku bisnis harus berperan sebagai "mixer of ingredients" atau menyesuaikan resep dengan bahan yang ada.
Baca Juga: 5 Langkah Penting Studi Kelayakan Proyek Perumahan
Neil Borden kemudian menyusun 12 aspek bauran pemasaran. Dari 12 aspek tersebut disederhanakan dan dipublikasikan oleh Jerome McCarthy (1968) menjadi empat aspek, yang selanjutnya dikenal dengan istilah 4P: Product, Price, Place, dan Promotion.
Konsep 4P lebih cocok diterapkan untuk produk barang murni, sedangkan produk jasa atau layanan menggunakan pendekatan yang berbeda. Maka Booms & Bitner (1981), menambahkan 3P, yaitu Participants, Physical evidence, dan Process. Sehingga dikenal sebagai Marketing Mix 7P.
Philip Kotler & Kevin Lane Keller (2006) memodifikasi bauran pemasaran 4P sebagai perubahan dari manajemen pemasaran atau disebut Holistic Marketing, yaitu People, Process, Programs (Product, Price, Place, Promotion), dan Performance.
Baca Juga: Strategi Promosi Pengembang Properti saat Wabah COVID-19
Penerapan Bauran Pemasaran
Penerapan bauran pemasaran dikelompokan menjadi tiga bagian, yaitu:
1. Barang Murni
Penerapan Bauran Pemasaran 4P untuk produk berupa barang murni misalnya sabun, pasta gigi, obat-obatan, dan sembako. Para pemasar cukup menyediakan produk yang bagus, harga yang sesuai, distribusi yang merata, dan melakukan promosi. Maka barang yang dijual akan diterima pasar dengan baik.
2. Jasa atau Layanan Murni
Produk jasa murni misalnya konsultan, pengacara, dan notaris, lebih tepat menggunakan konsep Bauran Jasa 3P. Jasa akan diterima pengguna melalui tempat/kantor yang representatif, karyawan yang ahli, dan proses yang jelas dan singkat.
3. Mix Barang dan Jasa
Sedangkan produk campuran antara barang dan jasa menggunakan konsep 7P (4P+3P). Produk campuran ini misalnya: mobil, rumah, hotel, rumah sakit, dan salon.
Selain barang yang bagus, harga kompetitif, distribusi merata, dan melakukan promosi, masih diperlukan bangunan gedung yang memadai, karyawan ahli, dan proses yang jelas dan cepat.
Baca Juga: Aspek Legal HGB Apartemen di Atas HPL
Contoh Penerapan Marketing Mix 7P untuk Properti, Khususnya Perumahan
Berikut ini adalah contoh penerapan Marketing Mix 7P pada proyek properti hunian. Selain menjual rumah, ada elemen layanan yang menyertainya, sehingga rumah menjadi produk mix barang dan jasa.
1. Product
Produk untuk perumahan berarti tipe rumah yang bervariasi, baik luas tanah dan luas bangunan, satu lantai atau dua lantai. Juga ketersediaan kebutuhan penghuni meliputi ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, dapur dan garasi.
Kualitas bangunan harus unggul dalam hal ini spesifikasi bangunan, kusen, keramik, atap, dan sebagainya. Mengenai desain rumah gunakan yang diminati pembeli baik tampak depan maupun denah ruangan (layout).
2. Price
Harga harus sesuai dengan kualitas rumah yang dijual. Pembayaran yang fleksibel dengan cara angsuran atau KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Pengembang sebaiknya bekerja sama dengan beberapa bank, minimal tiga bank supaya konsumen tersedia banyak pilihan. Berikan potongan harga dan hadiah yang menarik untuk konsumen.
Baca Juga: Strategi Pemasaran Properti di Tengah Pandemi Virus Corona
3. Place/Distribution
Lokasi perumahan yang strategis sebisa mungkin dilalui oleh angkutan umum. Fasilitas di dalam perumahan yang memadai misalnya PLN, PAM (Perusahaan Air Minum), sekolah, tempat ibadah, sarana bermain, sarana olahraga, tempat perbelanjaan, taman, jalan lingkungan, saluran air, dan sebagainya.
Kemudian fasilitas pendukung di sekitar perumahan misalnya rumah sakit, terminal, pasar, hotel, universitas, dan lain-lain. Jangan lupakan, layanan purnajual dan keamanan yang memadai.
4. Promotion
Promosi menggunakan iklan baik media cetak (majalah, koran, news letter), media elektronik (televisi, radio, e-mail), atau secara online (internet, website, blog), maupun melalui media sosial (Instagram, Twitter, Facebook).
Media luar ruang misalnya billboard, umbul-umbul, spanduk, dan signage. Mengadakan event peluncuran (launching), lomba, bazar, undian berhadiah dan sebagainya. Membuat pameran rumah dengan melibatkan SPG (Sales Promotion Girls). Dan program-program promosi yang menarik untuk konsumen.
Baca Juga: Perlu Diketahui, Jenis-jenis Akad KPR Syariah
5. Participant/People
Perusahaan harus mempunyai SDM (Sumber Daya Manusia) yang memiliki kemampuan dan kepribadian yang baik. Karyawan garis depan (frontliner) misalnya Sales Executive, Customer Service, dan Security benar-benar telah mendapatkan pelatihan mengenai pengetahuan produk dan cara melayani konsumen.
Pelayanan yang prima mulai konsumen datang ke kantor pemasaran sampai serah terima bangunan, sedapat mungkin konsumen puas atas pelayanan yang diberikan.
6. Physical Evidence
Physical evidence atau bukti fisik, dapat berarti kantor pemasaran yang representatif. Banyak pengembang membangun Marketing Gallery yang megah seperti lobi hotel yang dilengkapi dengan kafe.
Konsumen dilayani dengan baik oleh tenaga penjualan dan diberikan hidangan minum dan kudapan. Kemudian yang tidak kalah penting adalah adanya rumah contoh (show unit) untuk meyakinkan konsumen, selain itu konsumen akan mendapatkan gambaran rumah yang akan dibeli.
7. Process
Proses adalah urutan pelaksanaan saling terkait yang mengubah masukan menjadi keluaran. Dengan kata lain konsumen harus mendapatkan informasi yang jelas dari tenaga penjualan mengenai urutan pembelian, proses kredit, serah terima bangunan dan hak untuk melakukan komplain. Pembayaran sudah termasuk apa saja, juga status sertifikat apakah HGB (Hak Guna Bangunan) atau SHM (Sertifikat Hak Milik).
Baca Juga: Mau Punya Rumah di Usia 26 Tahun, Begini Caranya!
Demikian contoh penerapan marketing mix 7P pada proyek properti. Apabila konsep 7P benar-benar diterapkan maka pengembang tidak akan kesulitan dalam memasarkan rumah, dan keuntungan akan mudah diraih.
Sedangkan bagi konsumen akan mendapatkan rumah dengan segala fasilitas pendukungnya. Konsumen merasa puas dan dapat menikmati kebahagiaan bersama keluarga. Hubungan antara pengembang dan penghuni menjadi harmonis.
Kris Banarto, MM, CPM (Asia), CPHRM adalah praktisi bisnis properti, pemerhati etika bisnis dan blogger yang saat ini menjabat sebagai General Manager Sales & Marketing Gapuraprima Group. Artikel ini adalah pendapat pribadi penulis.