RealEstat.id (Jakarta) – Bali dinilai masih menyimpan potensi yang besar di sektor properti. Kendati demikian, pasar properti di Bali mengalami perubahan sejak pandemi Covid-19 merebak. Demikian penuturan Johannes Weissenbaeck, Founder dan CEO OXO Group Indonesia.
Dia menjelaskan, sebelum pandemi, mayoritas konsumen properti di Bali—baik itu dari pembeli asing maupun dari domestik—mencari rumah kedua untuk liburan (holiday house).
"Jadi, rumah-rumah tersebut hanya dihuni di masa liburan," kata Johannes Weissenbaeck kepada awak media, Selasa (2/4/2024). "Namun, pasca pandemi, terlihat pasar properti di Bali mulai bergeser ke investment market."
Baca Juga: Anggarkan Rp500 Miliar, OXO Group Indonesia Segera Rilis Proyek Hunian Bergaya Neo-Luxury di Bali
Menurutnya, pergeseran tujuan investasi ini disebabkan para investor—terutama dari mancanegara—melihat bahwa rental yield properti di Bali lebih bagus dibanding saham dan investasi keuangan.
"Di Eropa, rental yield yang ditawarkan hampir 0%, sementara di Bali, yield bisa menyentuh angka 10%. Hal inilah yang membuat banyak calon konsumen mulai melirik investasi properti di Pulau Dewata,” tutur Jo, sapaan akrab Johannes Weissenbaeck.
Perubahan lain, imbuhnya, sebelum pandemi sebagian besar konsumen OXO Group (sekitar 80%) berasal dari luar negeri, seperti Australia dan Singapura. Namun, pasca-pandemi, pihaknya melihat minat dari konsumen lokal meningkat pesat, bahkan mencapai 80%, sementara investor asing saat ini hanya 20%.
"Sebelum pandemi, orang Indonesia lebih senang berlibur ke mancanegara. Nah, saat Covid-19, mereka tidak bisa ke luar negeri, sehingga pilihannya berlibur di dalam negeri, salah satunya Bali. Kondisi ini membuat banyak orang Indonesia mulai melirik potensi investasi properti di Bali," terang Johannes.
Baca Juga: Andalkan Konsep Boutique Lifestyle, OXO Group Indonesia Garap Pasar Properti Bali
Melihat perubahan pasar tersebut, OXO Group Indonesia mulai menggali potensi investor lokal, terutama yang berasal dari kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakarta.
Lebih lanjut dia mengatakan, Bali telah menjadi sebuah global brand yang dikenal di mancanegara. Ini pula yang menyebabkan properti di Bali menjadi incaran para investor. Baginya, pergeseran tren pasar properti Bali membuka peluang besar, terutama bagi pengembangan properti berkonsep boutique lifestyle.
"Dengan membeli properti kami, konsumen bisa mendapat hasil investasi (rental yield) dan gaya hidup. Kami akan mengelola dan menyewakan properti sehingga mereka mendapatkan keuntungan, sedangkan saat berlibur, mereka bisa menempati properti milik mereka," jelas Johannes.
Baca Juga: Rambah Bali, One Global Resorts Milik Iwan Sunito Gandeng OXO Living
Unggulkan Konsep Keberlanjutan
OXO Group Indonesia merupakan perusahaan pengembangan dan manajemen properti yang sudah hadir di Bali sejak awal tahun 2015. Saat ini, OXO Group Indonesia telah mengembangkan sekitar 30 properti di Bali senilai Rp 700 miliar, yang terdiri dari hunian pribadi, vila, townhouse, studio co-working, resor, serta kapal pesiar sepanjang 20 meter di Taman Nasional Komodo.
Johannes Weissenbaeck mengatakan, OXO Group Indonesia tidak hanya mengembangkan proyek properti gaya hidup dengan desain cerdas dan layanan premium, tetapi juga mengedepankan prinsip berkelanjutan (sustainability).
"OXO Group Indonesia juga telah menerapkan zero waste dalam setiap proyek properti yang dikembangkan sejak awal kami berdiri," tukasnya.
Dia mengaku, konsep keberlanjutan telah dipraktikkan sejak masa kecilnya di Austria. Saat itu, masyarakat di sana telah terbiasa memilah sampah organik, non-organik, dan limbah B3 (Bahan Beracun Berbahaya) seperti baterai, bahkan telah terbiasa menggunakan bus listrik.
Baca Juga: Kurang Emisi Karbon, Pemilik Gedung di Jakarta Perlu Lakukan Beberapa Hal Ini
"Di OXO Group Indonesia, semua properti yang kami bangun dilengkapi dengan panel tenaga surya (solar panel), area resapan air hujan, water treatment, penyaring air osmosis, hingga bahan baku hasil daur ulang dan dapat didaur ulang," jelas Johannes.
Di proyek terbaru, OXO Group Indonesia bekerja sama dengan provider solar panel, sehingga konsumen tidak perlu membayar lebih untuk properti yang mereka beli.
"Sebagai gantinya, konsumen akan menggunakan listrik dari sistem solar panel tersebut, dengan biaya setara tarif listrik PLN. Sedangkan, semua pendapatan dari pembayaran listrik tersebut akan diambil oleh pihak provider. Jadi, dengan biaya yang sama dengan PLN, kita mendapat pasokan listrik yang ramah lingkungan," pungkas Johannes.
Simak Berita dan Artikel Menarik Lainnya di Google News